L I M E R E N C E [ 7 ]

218 22 1
                                    

"I'am sorry."
~Petter Marlino Adeliem
(Saya minta maaf)

"Siap! Selamat pagi, Danton!" sapa Prada Kiky memberi hormat.

Letda Adhy tersenyum ramah. "Pagi!" Prada Kiky berlalu pergi.

"Pagi, Pak Adhy." Seorang dokter sukarelawan berjalan di depan Letda Adhy. Dia berhenti tepat di depan. "Bagaimana kabarnya? Sudah sembuh lukanya?" tanya sukarelawan tersebut sembari tersenyum.

Letda Adhy refleks memegangi pundak kirinya. Dia baru ingat, sukarelawan tersebut yang telah menyembuhkan lukanya setelah tertembak di Lebanon kala itu. Letda Adhy tersenyum tipis. "Tentu saja sudah. Wah!! Kamu sudah lancar berbahasa Indonesia ya??" tanyaku lebih dulu terkagum-kagum padanya.

Sukarelawan tersebut mengangguk kecil. "Sedikit-sedikit." Logatnya masih terdengar kental.

"LETDA ADHYASTHA!" panggil Kapten Rio di belakangnya. Letda Adhy menoleh serempak bersama sukarelawan barusan.

"Siap! Izin, Danki!" Letda Adhy memberi hormat langsung dibalas.

"Oh? Habibah?? Bagaimana kamu bisa ada di sini?" ceplos Kapten setelah dilihatnya seorang wanita berhijab cantik berdiri di belakang Letda Adhy.

Namanya Habibah, sukarelawan berdarah Indonesia-Lebanon. Dia tersenyum manis. "Aku sukarelawan di sini, Pak." Kapten Rio mengangguk semringah.

"Ekhem," deham Letda Adhy memecah perhatian Kapten. Kapten Rio mendengkus kecil disusul kekehan lucu dari Habibah. "Siap! Izin! Ada apa, Danki?" tekan Adhy menggeram dibuat-buat.

"Dicariin tuh sama Serda fakboi," ketus Kapten Rio.

Letda Adhy memaksakan senyumnya. "Siap! Izin! Paling juga kayak kemarin, Ndan," cibirnya.

"Dicariin sono ah!" perintah Kapten mulai gemas.

"Siap!" Letda Adhy melangkah malas mencari keberadaan Lilo. Siapa suruh tidak bertanya. Jadi susahin diri sendiri buat nyari batang hidungnya Lilo, kan?

***

Mentari pagi menyapa lewat sela-sela jendela kamar. Mataku menyipit menahan sinar yang menerpa wajahku. Tubuhku refleks beranjak dari posisi untuk menghampiri kamar mandi. Hari ini adalah hari minggu. Jadi kumanfaatkan untuk joging di sekitar kompleks rumah.

"Pagi, Pet!" sapaku lewat panggilan video. Tentu aku sudah dengan pakaian biasa. Kuusap peluh di dahi.

Petter mencebikkan bibirnya di ujung sana. "Habis joging nih?" tanya Petter berbasa-basi. Aku tak menjawab, lihatlah sendiri keringat yang membanjiri tubuhku ini, padahal sudah ganti pakaian. "Ikut aku mau gak?" tawar Petter menaik-turunkan alisnya.

***

"Hampura, A," celetuk Lilo, tulus.
(Hampura = maaf)

Sepanjang lima belas menit tadi, dua tentara berbeda pangkat ini hanya duduk bersebelahan dengan keadaan hening.

Aku menghela napas panjang. "Nya teu nanaon, suh." Tanganku refleks menepuk pundaknya beberapa kali.
(Nya = iya)
(Teu nanaon = gak apa-apa)

Lilo menengadah. "A?" Daguku terangkat sedikit. "Aa jadi deketin Deva?" tanya Lilo ragu-ragu.

Namun, yang kulakukan adalah mengangguk mantap. "Jadi dong! Ini baru juga Aa mau mulai kok. Hatur nuhun papatahna kamari, suh!" Serda Lilo mengangguk tak semangat.
(Makasih wejangannya kemarin)

"Ngomong-ngomong, Aa apal bumi si eta?" celetuk Serda Lilo, memastikan.
(Ngomong-ngomong, Aa tahu rumahnya dia?)

Aku mengangguk samar. "Waktu Aa nganter kamu ke rumah mantan pacarmu itu, Aa ketemu dia di sana."

Limerence [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang