L I M E R E N C E [ 1 2 ]

196 16 2
                                    

"Aku mengalah karena aku percaya ada pengganti. Aku tak akan lelah, jika jodoh mesti dicari."
~Adesta Adelilo Cakra

Sekian kalinya mengikuti ujian. Mata pelajaran terakhir yang akan diuji adalah Sejarah Indonesia. Mataku langsung melebar melihat soal-soalnya. Mapel kesukaanku. Ingin dibilang lintas jurusan? Sepertinya bisa-bisa saja. Aku anak IPA, tapi lebih suka Sejarah. Tak apalah, mana ada orang Indonesia yang tak menyukai sejarahnya. Bahkan jika sejarah tak melekat pada otakmu, kamu bisa merasakan malu.

"Lo nebeng sama gue aja, Dev," tawar Anggie menghentikan langkahku di lobi sekolah.

Aku menggeleng kecil. "Aku nunggu jemputan bunda aja. Barusan bunda kasih kabar," tolakku lembut.

Anggie mengangguk mengerti. Dia menepuk pundakku bersamaan dengan Yasmine. "Hati-hati di jalan," pesan Anggie mengingatkan.

"Awas! Barangkali di halte ada preman! Jangan sok drama kayak film lebar!" canda Yasmine tertawa terbahak-bahak.

Aku mendengkus kecil. "Gaklah, masih rame gak ada preman-premanan," tangkalku yakin. Anggie dan Yasmine berbelok ke parkiran. Aku melangkahkan kaki keluar gerbang. Benar, memang keadaan sekolah masih ramai lalu-lalang siswa-siswi pulang sekolah. Tak khawatir jika aku menunggu bunda di halte yang kulirik memang ada beberapa siswi yang tengah menunggu di sana juga. Ketika langkahku sampai di halte, bola mataku bertemu dengan iris mata tajam milik Ima.

Dia tersenyum lebar. "Eh? Deva? Sini duduk," ujar Ima mempersilakanku. Aku mengangguk. Menempatkan bokongku duduk di sebelahnya. "Nunggu jemputan?" tanya Ima berbasa-basi.

"Iya, tadi pagi nebeng temen. Terus dapet pesan katanya bunda mau jemput." Ima manggut-manggut paham. Ima ngapain ke sini?” tanyaku penasaran.

Ima tersenyum sekilas. "Abis temu kangen sama temen seangkatan tadi, Dev."

"Oh iya!" pekikku, baru ingat.

Ima menoleh ke arahku secepat kilat. "Apaan, Deva?"

Aku memanyunkan bibir. Ima mengernyitkan dahi. "Ima kenapa gak bilang sih, kalau kiriman barang itu dari kak Adhy?!" dengkusku memprotes.

Ima terkekeh pelan. "Ya mana kutahu itu dari Adhy. Aku cuma tahu dia tentara yang pernah ke rumahku. Kamu lihat sendiri dia, kan?"

"Iya sih ... tapi kan di situ ada namanya, Ima!" elakku melempar opini.

"Iya-iya hadeeh. Ngomong-ngomong, kalian pacaran ya? Kok kayak udah saling kenal lama?" terka Ima ngawur.

Suara mesin motor dimatikan terdengar jelas oleh gendang telinga kami berdua. Kami serentak menoleh ke depan.

Ima tersenyum lebar. "Lilo??" ceplos Ima terperangah. Ima secepat kilat berdiri dan menghampiri Serda Lilo yang baru saja turun dari motor besarnya.

Serda Lilo tersenyum kikuk. "Eh ada lo, Ima. Bisa ada di sini, toh?" tanya Lilo sekadar memberi kesan baik pertemanan mereka. Jauh berbeda dengan hubungan mereka di media massa yang hanya saling menonton story. Mantan bisa apa?

"Iya, abis temu kangen," balas Ima semangat.

Serda Lilo mengangguk saja. Langkah kakinya melangkah mendekatiku. Ima meliriknya hingga dia membalikkan tubuhnya mengikuti pergerakan mantan. "Belum pulang, Dev?" tanya Lilo padaku. Dia duduk di sebelahku di tempat yang Ima tadi duduki.

Aku menatap Ima tak enak hati. Ima mengernyitkan dahi. Dia kembali menghampiriku. "Kalian saling kenal?" tanya Ima penuh selidik.

Serda Lilo menatapnya bingung. "Dia mantan gebetan gue," ceplosnya membuat mataku dan Ima melebar bersamaan.

Limerence [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang