L I M E R E N C E [ 1 1 ]

300 19 4
                                    

"Sekarang aku sadar, bahwa semua yang terjadi bukanlah sebuah kebetulan. Namun takdir yang telah digariskan oleh Tuhan."
~Adeeva Afsheen Myesha

"Pagi, sayang! Gimana? Jadi mau kenalin pacarmu ke Ayah, gak?" tawar ayah setelah sarapanku selesai.

Aku mencebikkan bibir. "Dahlah, Yah. Gak ada yang bakal dikenal-kenalin!"

Sebelum kaki ini benar-benar melangkah jauh keluar rumah, suara lantang ayah terdengar lagi.

"Ayah lebih suka kalau pangkatnya Kapten loh, sayang!!" ujar ayah, bercanda. Beliau, bunda, dan tante Ratna tertawa bersama di meja makan. Aku menggelengkan kepala beberapa kali.

Sepanjang perjalanan, pikiranku kalut akan ucapan ayah. Itu hanya candaan, Deeva! Kenapa kamu terlalu memaksa untuk memikirkannya? Entahlah, aku tak begitu paham tentang pangkat TNI. Aku tidak tahu! Tak bisakah pikiran menyebalkan ini keluar dari otakku? Aku hanya ingin fokus menyetir supaya tak terjadi hal yang tak terduga. Baiklah, kali ini aku enggak nebeng ke mobil Anggie. Aku berangkat lebih awal untuk menghindari obrolan tentara bersama Yasmine. Bisa makin pening ini kepala. Benar apa dugaanku. Aku mengerem mendadak. Bukan, aku tak mungkin mengalami kecelakaan sekonyol itu hanya karena terlalu memikirkan soal pangkat TNI dalam benakku.

Kenapa aku mengerem mendadak? Aku menoleh ke belakang berpura-pura tengah bertelepon dengan seseorang.

Sudah dua kali aku hampir terlibat dalam kecelakaan konyol akibat otak dipenuhi oleh pikiran tentang menantu seorang tentara berpangkat Kapten permintaan ayah. Beruntungnya kecelakaan itu tak terjadi.

Kulihat Yasmine dan Anggie sudah standby di mejaku. Ternyata mereka yang lebih awal datang. Kalau begitu, kenapa tak menghampiri rumahku lebih dulu? Satu lagi, bersama Petter yang tak henti-hentinya tangan lentik itu mengetikkan sesuatu di layar ponsel. Sesekali pula dia tersenyum-senyum sendiri. Kasmaran dia!

Pagi-pagi begini, sudah kumpul di ruanganku saja.

"Weh!! Lo kemarin sore abis ke mana dah!" cetus Yasmine sebal setelah kakiku menapak di lantai kelas. Tahu bagaimana keadaan ruangan pertama? Masih sepi banget. Jadi kurasa karena itu keberanian Yasmine memekik sekencang itu telah membumbung tinggi.

Aku menyengir lebar. "Pergi. Kalian emang ngapain ke rumahku?" tanyaku balik.

"Gak tahu tuh, si Amin," balas Anggie tidak jelas.

Kami bertiga saling bertatap muka, termasuk Petter yang ikutan mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel. "Amin??!" tanya ketiganya berbarengan. Yasmine doang yang ngegas kayaknya.

Anggie tertawa terbahak-bahak. "Si ‘Yasmine’ maksud gue,"

Yasmine menoyor kepala Anggie, pelan. "Yeee, si lu mah!"

"Ngapain Yas?" tanyaku ulang kembali ke topik awal.

"Gak, cuma mau main aja. Gue ada request drakor militer lagi nih ... lo mau nonton gak?"

Mataku berbinar cerah, spontan mengangguk mantap. "Mau!! Kalau boleh yang tentaranya pangkatnya Kapten," ceplosku tak sadar diri. Ini mulut lemes amat. Kenapa terpikir tentang pangkat 'Kapten' lagi.
(Lemes = lancar/asal ceplos)

"Oke deh!"

"Eh iya!" pekikku, baru ingat. Mereka menoleh cepat. "Hampir aja aku kecelakaan dua kali huaa! Tadi hampir nabrak kucing item depan gerbang sekolah hih," ujarku panik mengingat kejadian tadi.

Yasmine memutar bola matanya, malas. "Lah kirain gue apaan."

Anggie cekikikan. "Lagian lo gak nebeng gue sih."

Limerence [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang