L I M E R E N C E [ 1 9 ]

201 10 0
                                    

"Cintailah aku tanpa meminta melupakan masa lalu. Karena aku juga
akan mencintaimu, tanpa pernah peduli bagaimana masa silammu."
~Adhyastha Adelio Cetta

Bantuan tambahan beberapa personel TNI telah sampai di Bandung, di antaranya Kapten Rio. Begitu sampai, dia langsung
menemui adik asuhnya, Adhyastha.

Langkah kaki Kapten Rio tergesa-gesa memasuki tenda medis khusus anggota tentara. Dia menyapu pandang ke seluruh penjuru tenda. Matanya menemukan seseorang yang dicarinya.

"Suh!" panggilnya membuat perhatian Letda Adhy teralihkan.

Sedari tadi Letda Adhy melamun entah apa yang ada di pikirannya. Kapten Rio duduk di depannya di kursi sebelah tandu. Dia mengamati lekuk wajah yang tersirat dari Letda Adhy.

"Ada masalah apa? Lukamu tak apa kan?" tanya Kapten Rio menepuk perban terlalu keras.

"Abang ini!" ringis Letda Adhy tersadar.

Kapten Rio menyengir lebar. "Maaf kelepasan, haha. Ngapain ngelamun? Mikirin pacarmu itu?" terkanya.

Letda Adhy menatap sepenuhnya Kapten Rio. "Bukan pacar ya, Bang. Diinget lah!" koreksinya.

"Iya terus Abang bilangnya apa?"

"Ya apa kek. Asal jangan pacar. Adhy sama Deva nggak pacaran." koreksi Letda Adhy lebih rinci. Dia melengos lagi.

Kapten Rio manggut-manggut paham. "Iya? Mikirin Deva toh? Kemarin-kemarin Abang ke rumahnya loh." Letda Adhy menoleh
secepat kilat. Lima menit terlewat, mereka hanya saling bertatapan muka.

Letda Adhy berdecak kesal. "Ya jangan bikin Adhy nunggu lah, Bang!"

Kapten Rio tertawa lebar menarik perhatian prajurit lain di dalam tenda. "Iya ah. Sabar, suh. Pac—" Letda Adhy menggeleng cepat dengan alis saling bertaut. "Deva loh, dia sudah macam itik
ditinggal induknya. Nelangsa nemen cah ayu iku." kekehnya pelan.

"Abang ini! Jangan main-main atuhh ... dia nggak apa-apa kan?"

Kapten Rio berdecak kesal. "Kau ini! Kau yang seharusnya ditanya baik-baik saja atau tidak!"

Helaan napas Letda Adhy terdengar berat. "Adhy seorang abdi negara. Biasalah ini. Gimana Deva, Bang? Dia sudah lulus ya."
gumamnya memandang jauh ke depan. Pikirannya sudah mengkhayal ke mana-mana.

"APA?! Mau ngelewatin Abang, hem?" tantang Kapten Rio bercanda.

Letda Adhy menyengir lebar. "Bolehlah Adhy dulu, Bang. Abang belum punya calon juga." ledeknya tak tahu saja apa yang terjadi kemarin.

Kapten Rio menyisir rambut klimisnya dengan jari-jarinya ke belakang. "Jangan salah, suh. Sudah punya calon, Abang ini."

Kedua alis Letda Adhy hampir menyatu. "Hah? Siapa?" tanyanya kepo.

Kapten Rio menghela napas berat. "Yasmin." ungkapnya pelan. Mata Adhy membulat sempurna. "Tapi ....."

"Tapi apa?" sela Adhy merespons cepat.

"Tapi nggak direstuin sama ibunya. Abang greget banget asli. Masa nggak mau nerima calon menantu tentara begini sih?!" geramnya baru berpengalaman. Selama ini kan yang dia tahu calon menantu idaman itu seorang tentara.

Letda Adhy tersenyum tipis. "Sudah risiko, Bang. Nggak apa-apa, lanjutin aja. Siapa tahu lambat laun menerima." Kapten Rio
mengangguk-angguk paham. "Jadi bolehlah Adhy dulu ya yang udah mateng." kekehnya mulai lagi.

Kapten Rio tertawa lebar. "Ish!  Bolehlah-bolehlah."

Adhy tersenyum menang. "Tapi Adhy ngelamun bukan mikirin itu." tangkalnya kembali ke topik pembicaraan.

Limerence [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang