"Secret admirer."
~Anggie Aradhya Wijaya
(Pengagum rahasia)Suara ketukan pintu membuat perhatian kami teralihkan dari layar televisi. Petter secepat kilat berlari menuju pintu utama rumah mendahului pembantu di sini. Dia membukakan pintu. Ibunya telah sampai walau telat satu jam. Petter menyalami punggung tangan beliau. Kakiku ikut mengekor di belakang. Sama seperti Petter, aku juga menyalami punggung tangannya. Kami memang baru beberapa kali bertemu.
"Ini siapa ya?" tanya ibunya Petter, linglung.
Aku tersenyum ramah. "Saya Deva, Tante."
"Oh." Beliau mengangguk-angguk paham. "Tante ingat. Sudah lama gak ketemu sama kamu, Nak. Silakan duduk dulu," tutur beliau mempersilakanku. Aku menurut. Duduk di samping Petter yang lebih dulu mendaratkan bokongnya di sofa ruang tamu. Ibunya Petter menaruh tasnya di meja. Beliau menatap putra semata wayangnya penuh kasih sayang. "Jadi, kenapa memanggil Ibu, sayang? Ada masalah? Jika begini Ibu pasti tahu kamu perlu sesuatu seperti biasanya. Ada apa, Nak?" tanya beliau sangat perhatian. Aku jadi ingat kedua orang tuaku, entah bagaimana keadaan keluargaku sekarang.
Petter menghela napas panjang. Dia melirikku sekilas. "Om Reno, Bu," celetuk Petter terucap refleks.
Ibunya mengernyitkan dahi. "Reno??” cengo beliau kurang mengerti. “Oh … mas Reno Dirgantara?” ujarnya baru paham. “Kenapa sama om Reno, sayang?"
"Om nikah lagi," ungkap Petter membuat mata ibunya melotot sempurna. Kakinya yang sedari tadi menyilang berubah turun.
"Nikah lagi??" ulang beliau tak percaya. Petter mengangguk patah. "Sama siapa, sayang? Bagaimana bisa kamu tahu itu?"
Petter melirikku lagi. "Sama tantenya Deva, Bu. Namanya tante Ratna."
"Ya ampun." Beliau tersentak kaget. Matanya menatapku melas. "Maafkan kakak saya soal itu ya, Nak," aku beliau, tulus.
Aku mengangguk-anggukkan kepala. "Enggak apa-apa, Tante. Biar nanti Deva bicarakan sama keluarga juga."
Ibunya Petter mengangguk lemah. "Sekali lagi maafkan atas kesalahan kakak saya yaa." Aku mengangguk lagi. "Lalu apa yang mau kamu katakan lagi, sayang?"
Petter tersenyum tipis. "Lino ingin kasusnya ditangani oleh Ibu nanti di pengadilan kalau sampai om Reno ketangkep atau sama ayah sekalian. Lino sama Deva tadi pulang dari pantai ketemu sama om juga. Om mau menemui wanita lain, dan itu bukan tantenya Deva, Bu. Pasti ada banyak wanita lain. Lino yakin itu. Om sudah keterlaluan. Kita harus menindaklanjuti secepatnya, Bu!" cetus Petter tersulut emosi mengingat pertemuannya tadi pagi.
Aku mengelus pundaknya. "Baiklah, sayang. Nanti Ibu bicarakan sama ayahmu ya. Kamu sabar dulu. Semoga nanti bisa cepat selesai kasusnya."
"Aamiin," ucapku sendiri mengaminkan.
Beliau tersenyum lebar. "Kalau sudah tak ada lagi, Ibu ke pengadilan lagi ya? Ibu masih ada banyak urusan. Kalau ada apa-apa telepon Ibu saja, oke?"
Petter dan aku ikutan berdiri. "Makasih, Bu. Nanti Lino kabarin lagi."
"Oke, sayang. Ibu pergi dulu ya," pamit beliau setelah kami menyalami punggung tangannya.
"Hati-hati, Bu."
Beliau mengacungkan jempolnya. Mobilpun melesat meninggalkan pelataran rumah Petter. Aku menatapnya dari samping. Dia terlihat lesu dan banyak pikiran sekarang. Tersadar aku tengah menatapnya, Petter menatapku balik. "Maaf ya," tuturnya lagi. Aku mengangguk tersenyum. Kami berdua saling berpelukan sebentar.
***
Breaking News
Seorang pendaki gunung tersesat di Puncak Mahameru dini hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence [Selesai]
RomanceLIMERENCE. Sebuah kata yang menggambarkan arti 'tergila-gila dengan seseorang'. Kisah tentang keluarga, cinta, sahabat, agama, dan kehormatan. Adeeva Afsheen Myesha. Kerap disapa 'Diva' oleh teman-temannya kecuali dari sang pacar. Dia adalah gadis r...