L I M E R E N C E [ 2 ]

740 46 2
                                    

"Bertemu denganmu adalah sebuah kebetulan. Menangkap basah dirimu adalah sebuah kekeliruan."
~Adeeva Afsheen Myesha

Hari minggu. Hal yang tak pernah dilupakan adalah...

Kenyataan bahwa aku jomlo.

"Danton!!" teriak Serda Lilo, lantang. Dia dengan anggota Alpha sedang bermain voli rupanya. Bravo bahkan ikut serta. Dia melambai-lambaikan tangannya bermaksud menyuruhku menghampiri mereka. Kakiku melangkah malas menuju tempat mereka berada. Di lapangan voli.

"Kenapa?!" tanyaku, ketus.

Serda Lilo terkekeh pelan. "Siap! Izin! Ya Allah, Ndan. Ikutan main voli. Olahraga lah ... muka Danton kusut amat dah!"

Aku mendengkus kecil. "Saya gak bisa ah!"

Acuh tak acuh.

"Dih? Apaan?? Waktu di Akmil katanya main bagus banget padahal," sergah Serda Lilo tak setuju.

"Iya deh, iya!" Aku mengalah. "Saya lawan kamu ya!" Serda Lilo mengacungkan jempolnya. Aku mulai bersiap-siap. Bola dari lawan sudah melambung tinggi ke udara melewati net atas servis yang dilakukan Serda Lilo. Bolanya mengarah ke tempat di mana aku berdiri.

Sesuatu membuatku mengalihkan pandangan.

"LETDA ADHYASTHA!" panggil Mayor Dewa menggema di telingaku. Aku terkesiap. Segera kuhampiri beliau, lantas seperti biasa.

Poin masuk baru saja didapat tim Serda Lilo.

"Main bagus apanya!" umpat Prada Kiky, mencibir.

"Cicing!" lerai Serda Lilo, lirih.
(Cicing = diam)

"Siap! Pagi, Komandan!" seruku dan prajurit lain yang sedang bermain voli sambil memberi hormat.

Mayor Dewa membalas hormat sekilas. "Pagi!"

"Siap! Izin! Ada apa Komandan memanggil saya?" tanyaku waswas.

"Ikut saya!" Beliau mulai melangkahkan kakinya menjauhi lapangan voli. Aku menoleh ke belakang menatap para prajurit.

"Katanya Danton jago main voli!!" serbu prajurit lain. Aku menyengir saja, lantas membalikkan badan mengikuti ke mana jejak langkah kaki Mayor pergi. Beliau sampai di depan koperasi. Duduk lebih dulu di meja luar koperasi yang baru saja buka. Aku tak mengikuti pergerakan beliau.

"Siap! Izin! Ada apa Komandan memanggil saya?" tanyaku mengulang.

Mayor Dewa langsung menunjuk pos depan asrama yang kebetulan ada Kapten Rio di sana. Mataku menyipit, lantas mengernyit heran. "Siap! Izin! Maaf, Komandan. Ada apakah gerangan di sana?" tanyaku polos.

"Kamu urus itu di sana!" perintah beliau tak terbantahkan.

Aku terkesiap. "Siap! Izin, Komandan!" Beliau perlahan meninggalkan tempat. Samar-samar masih bisa kudengar beliau menggumam sebal.

"Masih pagi juga! Sudah semangat sekali lihat doreng!" sungut Mayor Dewa. Aku mengikik geli mendengar beliau berucap seperti itu. Kakiku penuh mantap melangkah menghampiri Kapten Rio dan dua prajurit lain.

"Siap! Izin, Danki!" seruku mengalihkan perhatian mereka bertiga plus dua orang lainnya di depan pos. "Ada yang bisa saya bantu?"

Kapten Rio tak membalas hormat. "Urus mereka, Letda Adhy! SE-KA-RANG!" perintahnya penuh penekanan di setiap kata. Kaki besarnya dengan angkuh meninggalkan kami.

Oh, Kaptenku yang sensitif. Didatangi dua gadis saja dia malah marah.

Hening.

Semua pasang mata tertuju pada Kapten Rio yang melangkah pergi.

Limerence [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang