"Remaja labil sepertimu, pasti mudah terpesona. Tapi aku percaya saja dengan cintamu. Karena ketulusanmu mampu kulihat lewat bola mata indahmu."
~Adhyastha Adelio CettaDi tengah keramaian pantai, sejoli itu duduk saling bersebelahan. Pantai yang pernah ia singgahi bersama sahabatnya. Pantai yang kini telah menemukan banyak peminatnya. Pantai Teluk Asmara.
Date dua atau satu, tak jadi masalah untuk mereka. Bukan lagi membicarakan soal date, sudah bukan waktunya bagi mereka.
Semilir angin menemani. Tak peduli orang-orang menatapnya iri, aku tersenyum lebar dengan kehadiran gadis cantik bernama Deeva."Bagaimana nilai ujianmu, Dek?" tanyaku memilih topik pembicaraan yang bagus. Liburan dia hampir habis, biar kuingatkan
tentang ujiannya beberapa waktu lalu. Pasti kepikiran dengan nilainya."Belum atuh Mas, belum juga berangkat." sungut Deeva tersenyum meledek.
Aku menyengir lucu. "Ya Mas mana tahu, Dek. Siapa tahu kan bisa diramal nilainya sama kamu sendiri." kekehku melantur.
Raut wajah Deeva tiba-tiba berubah. Sudah kuduga dia akan memikirkan berapa nilainya nanti. Dia berdecak kesal. "Susah tahu, Mas. Apa lagi mata pelajaran matematika. Beuh, susah! Deva pilih
silang cantik aja waktu itu setengahnya, hehe."Aku menggeleng heran. Kelakuannya tak beda jauh dengan remaja seumurannya. Memang benar, masa sekolahmu belum
menyenangkan kalau belum mencoba menyontek, silang cantik, dan hal aneh yang sering terjadi di masa sekolah. Hanya sekadar hiburan di samping ribetnya kata 'cinta' yang muncul sejak beranjak remaja."Matematika itu asyik, sekali bisa langsung ketagihan. Daripada tambatan hati, sekalinya dapet nggak bertahan lama cepet putus."
Deeva secepat kilat merespons. "Oh, Mas Adhy pintar matematika ya?"
Aku tersenyum segaris. "Ya ndak terlalu juga, Dek."
Deeva manggut-manggut paham. "Kok samain sama pacaran? Padahal dulu pernah pacaran." tuduh Deeva menuding wajahku mengingat cerita kemarin.
Aku tertegun. Salivaku masuk lagi, lantas menghela napas berat. "Bukannya gitu Dek. Maksudnya itu Mas sekarang paham, mending 'langsung' aja daripada harus lewatin masa-masa pacaran." jelasku agar tak jadi kesalahpahaman.
"Jadi kita ndak pacaran dong?" tanya Deeva cemberut, kepalanya tanpa sadar turun ke bahuku. Dia memanyunkan sedikit bibirnya. Ternyata dugaannya benar. Pria seperti Letda Adhy tak akan mengajaknya berpacaran. Pria dewasa sepertinya, akan mengajaknya ...? "Kukira kemarin jika Mas bukan melamarku, itu tanda resminya hubungan kita untuk berpacaran." gumamnya lirih sekali.
Tanganku meraih kepalanya, kuelus-elus puncak kepalanya hingga dia merasakan nyaman. Aku mengangguk mantap. "Kita
langsung pengajuan aja hehe." kekehku membuat suasana kembali tenang.Deeva terkekeh lucu di bawah bahuku. Semburat merah macam tomat matang muncul di pipinya. Kepalanya semakin turun ke bawah tepat di dadaku, dia bersandar di sana. Tangannya tiba-tiba
mengelus-elus dadaku. "Dada Mas enak kalau untuk tiduran." celetuk Deeva tersenyum lebar mempraktikkannya langsung di sana. "Bidang banget! Jadi makin nyaman." Aku terkekeh pelan menanggapinya. "Eh, tapi sebentar deh, Deva kok dengar detak jantung Mas kenceng banget ya?" celetuknya membuat ritme jantungku semakin cepat saja."Tu kan! Cepat banget. Mas kenapa?" ujar Deeva, khawatir.
Tubuhku menegang. Aku menatap lurus ke depan tanpa memperhatikannya lagi seperti barusan. Ketika tubuhku menggeliat, Deeva mengangkat kepalanya dari dadaku. "Ish! Mas salting ya!" tuduh Deeva tersenyum meledek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence [Selesai]
RomansaLIMERENCE. Sebuah kata yang menggambarkan arti 'tergila-gila dengan seseorang'. Kisah tentang keluarga, cinta, sahabat, agama, dan kehormatan. Adeeva Afsheen Myesha. Kerap disapa 'Diva' oleh teman-temannya kecuali dari sang pacar. Dia adalah gadis r...