☆ 1 ☆

197 35 6
                                    

Langit sore yang mendung saat itu seakan menjadi payung bagi serang gadis berusia 16 tahun itu. Di depan gundukan tanah yang masih basah, ia menitikkan air matanya tanpa bersuara. Sudah hampir dua jam, sedangkan dia masih diam dalam posisi yang sama. Kenapa harus secepat ini? batinnya.

....

Gadis itu kini tengah mengemas barang-barangnya ke dalam koper berwarna hijau toska itu. Hingga akhirnya manik matanya menangkap sebuah figura yang terpajang di meja belajarnya. Ia pun mendekati figura itu. Di sana terlihat seorang wanita paruh baya dan seorang anak perempuannya yang tersenyum bahagia. Gadis itu kembali menitikkan air matanya. Sungguh hatinya begitu perih, ia ingin menjerit tetapi untuk apa? Itu tak akan membuat Bundanya kembali kan? Lalu alunan lagu Shymphony terdengar dari ponsel gadis itu. Segera ia menghapus air matanya dan mengangkat telepon itu.

"Hallo, Nara. Bagaimana kamu sudah bersiap? Tiketmu sudah Ayah kirimkan lewat email, coba kamu cek saja,ya Nak." Kata Ayah dari ujung telepon.

"Iya, Yah."

"Ayah tau ini tidak mudah, tapi Ayah mohon, jangan sedih berlarut-larut, Bundamu juga takkan menyukainya. Ingat masih ada Ayah."

"Aku akan berusaha, aku tutup teleponnya, ya."

Nara pun memutus sambungan teleponnya. Kehilangan sosok yang teramat penting membawa perubahan yang amat besar. Sebelum tidur, Nara memerhatikan seluruh bagian kamarnya. Ini akan menjadi terakhir kalinya ia menghabiskan malamnya di ruangan itu.

....

Nara menarik kopernya keluar dari rumah sederhana itu. Rumah dengan jutaan kenangan. Ia teringat kembali saat ia pulang sekolah, biasanya Bunda sedang menyapu dan menyirami bunga-bunga di halaman yang tak terlalu besar. Saat ia pulang terlambat, Bunda akan berdiri di depan pintu dan menatapnya dengan khawatir. Namun, itu semua tinggal kenangan.

Oke, Nara please, jangan sedih lagi, everything will be fine, ayo semangat bentar lagi kamu bakal ketemu Ayah, katanya dalam hati. Nara pun meninggalkan rumahnya dan pergi ke bandara.

....

Gadis dengan rambut hitam panjang yang terurai itu telah sampai di negara tujuannya. Negara yang sudah lama ia tinggalkan. Negeri Gingseng nan indah dan modern, Korea Selatan. Wah, beneran nih aku udah sampe? Astaga ini pintu keluarnya lewat mana? Gede banget lagi bandaranya, harus tanya ke siapa? Begitulah ketika jiwa norak merasuki Nara.

Nara masih asyik dan takjub memerhatikan sekelilingnya hingga tiba-tiba sekumpulan Bodiguard dan wartawan berlarian ke arahnya. Sontak Nara mengambil langkah seribu menghindari keramaian itu.

Itu tadi orang-orang pada ngapain sih? Rame banget kaya pasar tumpah. Tapi kok ada wartawan juga? Kek ada artis aja, gerutunya.

Setelah beberapa saat menyusuri sisi bandara Nara memutuskan buat beli minum dulu. Ia berjalan memasuki sebuah minimarket. Kakinya melangkah mendekati deretan kulkas yang berjajar rapi. Baru saja ia memegang gagang pintu kulkas, tangannya tak sengaja bertemu dengan tangan orang lain.

"Ah maaf, saya ngga sengaja, silakan kamu dulu," ucap orang itu. Orang dibalik masker dan topi yang hanya menampakan matanya. Mata itu bertemu dengan mata Nara dan membuat jantungnya seakan berhenti berdetak. Tanpa disadari bibirnya menyebut nama seseorang.

"Hah? Kamu bilang apa barusan?" tanya orang itu. Nara panik, Ngga mungkin, kenapa suara dan mukanya mirip banget sama...

"Kamu kenapa?" tanya orang itu lagi.

"Emm, gapapa," jawab Nara, dengan cepat ia mengambil sebotol minuman dari kulkas dan meninggalkan orang itu.

Nara kamu tuh keseringan ngehalu sih, yang tadi itu ga mungkin dia beneran, paling cuma mirip aja, pliss deh jangan mikir macem-macem.

.....

Nara duduk santai menikmati minumannya sembari memainkan ponsel dengan khidmatnya hingga sebuah pesan singkat muncul di layar benda pipih yang dipegangnya. Ayahnya sudah menunggu di luar bandara. Sementara ia masih bingung ke mana arah pintu keluar.

Saat melihat sekitar matanya menangkap sebuah robot yang sering ia lihat di youtube. Robot informasi yang dapat berbicara bahasa Korea, Inggris, Cina, dan lain-lain. Robot ini dapat menjawab pertanyaan seputar bandara. Wahh, daebak aku beneran bisa ketemu robot ginian. Nara pun mengobrol dengan besi canggih itu dan mencari tau jalan keluar bandara terbesar di Korea Selatan itu.

...............

"Ayah," satu kata itu sukses membuat air mata Nara kembali menetes. Orang yang selalu ia rindukan, sekarang hanya berjarak beberapa meter darinya. Nara mempercepat langkahnya dan menghambur ke pelukan Ayahnya. Setelah berpelukan ria, membicarakan beberapa hal mereka masuk ke mobil dan melaju ke rumah.

Pemandangan Kota Seoul sore itu nampak begitu cantik, langit jingga dan awan-awan tipis seakan menyambut kedatangan Nara. Gedung-gedung tinggi berjajar dengan eloknya. Daebak. Hanya kata itu yang terus saja terlintas dibenak Nara sejak menginjakkan kaki di tempat kelahirannya.

"Yah, dulu pas aku di sini. Apa Seoul udah sebagus ini?" tanya Nara.

"Tentu saja, tapi dulu belum sepadat sekarang," jawab Ayah.

Belum sempat Nara menanyakan hal lainnya, mobil itu berbelok dan melewati sebuah gerbang. Nara pun turun dari mobil dan hanya ternganga tak percaya dengan penglihatannya.

"Ini rumah Ayah?" tanya Nara masih terkejut.

"Bukan. Ini rumah kita, ayo masuk." jawab Ayah.

Rumah dua lantai dengan dinding serba putih itu terlihat sangat bersih dan megah. Selain luas, rumah itu tampak begitu cantik dengan air mancur tepat di depan pintu utama.

Halamannya hijau asri dipenuhi bunga warna-warni yang tersusun begitu rapi.
Saat pintu terbuka terlihat sekitar duapuluh orang menyambut kedatangan Nara. Sepertinya orang-orang itu adalah pengurus rumah ini. Dengan senyuman ramah, Nara menyapa mereka.

"Nah ini kamar kamu, dan ini kuncinya. Maaf, tapi Ayah harus pergi, kamu masuk dan istirahatlah," kata Ayah sambil memberikan benda semacam pin bulat yang tergantung seperti gantungan kunci.

"Baiklah, Ayah hati-hati di jalan," jawab Nara.

Setelah Ayah pergi, Nara bergegas menempelkan pin itu ke layar dan bipp pintu kamarnya terbuka. Woah daebakkk! Kamar itu memiliki dinding dengan cat yang sama seperti kamar lamanya. Bedanya sekarang lebih luas dilengkapi meja belajar, meja rias, TV, komputer, sofa, dan fasilitas menakjubkan lainnya. Tak lupa kasur kingsize yang membuat senyum merekah kembali terlukis di wajahnya. Nara pun melemparkan tubuhnya di kasur, melepas penat dan berlayar ke alam mimpi.

Sekitar pukul sembilan malam Nara merasakan sesuatu pada perutnya. Tentu saja ia sangat lapar, dengan nyawa yang belum terkumpul sempurna ia berjalan menuju kamar mandi. Awalnya ia berniat untuk membasuh wajahnya saja, tetapi karena risih dengan badannya yang lengket ia pun memutuskan untuk mandi.

Setelah makan dan mandi, Nara menyempatkan diri membuka ponselnya. Ia mengecek satu-persatu notif yang sudah dua mingguan ini tak dihiraukannya. Jika ia tahu apa yang akan terjadi setelahnya, ia takkan pernah mengecek notif yang membawa penyesalan yang akan terkenang seumur hidupnya.

.
.
.
.
.
.

Holla!!!
Part pertama guys,,
Menurut kalian gimana? Kira-kira hal apa yang bakal bikin Nara menyesal seumur hidupnya?
Coba tulis tebakan kalian di kolom komentar yaa,,

And please jangan lupa vote ya, satu vote dari kalian sangat berarti buat aku. So see you in the next part:))
♡♡♡

Nap of a Star [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang