☆ 25 ☆

31 11 0
                                    

Jangan lupa vote dan komen
💕😉💕























































⭐Happy reading⭐

Nara dan Beomgyu telah berada di mobil dalam perjalanan pulang. Interogasi itu tak memakan waktu terlalu lama karena akan dilanjutkan oleh pihak yang bertanggung jawab. Jadi tugas Nara dan Beomgyu telah selesai.

Dalam mobil mereka masih saling berdiam, benak masing-masing memikirkan tentang pelaku yang belum tertangkap.

Beomgyu menghentikan mobilnya di depan sebuah toko roti yang tak asing bagi Nara. Toko yang sama seperti yang ia kunjungi tempo hari sebelum menjenguk Kak Soobin.

“Bentar, ya,” kata Beomgyu yang kemudian beranjak dari tempat duduknya, keluar dari mobil dan memasuki toko itu.

Nara pun menunggu sembari memainkan ponselnya. Jarinya menggeser layar yang memperlihatkan beberapa fotonya bersama Sona. Sulit dipercaya, seorang Yeon Sona telah meninggalkannya untuk selamanya. Mata coklat itu kembali mengeluarkan cairan bening itu.

Nara menghembuskan napasnya pelan, memasukkan ponselnya ke dalam tas selempangnya. Ia menghapus air matanya, kemudian mengalihkan pandangannya ke jalanan yang dilewati banyak orang.

Secara tak sengaja Nara menangkap kehadiran sosok hitam itu. Melangkah mendekati mobil dengan tongkat baseball pada tangannya. Nara panik, buru-buru ia menundukkan kepalanya, berharap sosok itu tak mengetahui keberadaannya.

Setelah beberapa saat Nara mencoba mengintip sedikit ke jendela. Tidak ada siapapun. Gadis itu menghembuskan napas lega. Namun matanya membulat saat tiba-tiba sosok itu  muncul dan menghantamkan tongkat baseballnya dengan begitu keras ke kaca jendela mobil.

“AAAAAAAAAAAAA”

Pecahan kaca itu menghujani Nara saat itu juga.

























“Hei, bangun! Lo kenapa?!” suara dengan nada cemas itu membangunkan Nara.

Gadis itu melihat kehadiran Beomgyu yang menatapnya cemas. Bagaimana tidak, saat Beomgyu kembali ke mobil tiba-tiba cewek itu berteriak dan menangis dengan keringat mengucur deras dari dahinya tetapi dengan keadaan mata yang terpejam.

Nara bangun, napasnya memburu seakan habis dikejar sesuatu.

“Lo kenapa? Mimpi buruk? Lagian kok bisa ketiduran sih, padahal baru gue tinggal sebentar,” tanya cowok itu.

“Ini, lo minum dulu biar tenang,” Beomgyu menyodorkan sebuah botol air mineral. Nara pun menerimanya dan segera meneguk air itu.

“Gyu, gue mimpiin orang itu lagi,” kata Nara.

“Hah?”

“Mimpinya kaya nyata banget. Orang itu tibatiba dateng dan mecahin kaca mobil ini, dan gue kena kaca-kaca itu. Sakit, gue masih kerasa perihnya,” Nara meringis sambil memegang kulit tangannya.

“Udah gapapa, itu Cuma mimpi. Lo aman sama gue. Tenang ya,”

Beomgyu meraih tangan Nara, menggenggam jemari itu menenangkan Nara. Nara pun mengangguk, mencoba melupakan ingatan mimpi buruk itu.

Beomgyu pun melepas genggamannya dan beralih menyalakan mobinya dan melajukan kendaraan itu di jalanan Seoul yang ramai.

“Loh, kita mau kemana?” tanya Nara menyadari mobil itu tak mengarah ke rumahnya.

“Cari tempat yang bagus buat makan ini,” jawab Beomgyu sambil menunjuk ke sebuah kantong plastik yang sedari tadi takdisadari keberadaannya oleh Nara. Dari cover plastiknya, Nara tau bahwa itu adalah roti yang dibeli oleh Beomgyu tadi.

Mobil itu pun berhenti. Keduanya turun dari mobil, bersapa dengan udara dingin senja kala itu. Nara yang tak tau arah mengikuti langkah Beomgyu selaku warga Korea yang pasti sudah paham geografi tempat itu.

Mereka melewati hamparan pasir putih, menyapa sinar matahari yang akan segera tenggelam. Suara deburan ombak membawa ketenangan, warna jingga beradu dengan birunya langit, sungguh pemandangan sore yang indah.

“Daebak, bagus banget,” kata Nara terpesona dengan alam dihadapannya.

“Ini tempat kesukaannya Sona, gue sama dia dulu sering main ke sini buat liat matahari terbenam,”  jelas Beomgyu.

Nara terdiam, sebersit rasa cemburu hinggap di hatinya.

Sona salah. Dia bilang bahwa cowok ini tidak menyukai Sona, padahal pada kenyataannya Beomgyu sangat menyukai Sona. Terbukti dengan keberadaanku dan Beomgyu di tempat ini sekarang. Tempat favoritmu, Sona.

“Sona sering banget bilang ke gue, kalau dia itu pengen jadi matahari terbenam, memberi kehangatan dengan cahayanya dan melukiskan keindahan pada langit senja,”

Nara terhipnotis dengan kata-kata itu, bukankah sangat manis saat membayangkan Sona mengatakan hal seperti itu pada Beomgyu. Nara menguatkan hatinya, menerima kenyataan bahwa Sona adalah sosok penting dalam kehidupan cowok tampan itu.

“Dia juga sering bilang, kalau gue kangen sama dia, gue tinggal lihat ke matahari. Tapi bersamaan dengan tenggelamnya matahari itu, dia juga pergi ninggalin gue,”

Beomgyu memaksakan senyumnya. Senyum yang menyiratkan rasa sakit. Bayang Sona terus berputar di otak cowok itu, membuatnya enggan untuk melupakan.

“Dia ngga pergi, Gyu. Dia kembali. Kita pada akhirnya juga akan menyusul Sona. Kembali. Tuhan sayang sama Sona, jadi Sona dipanggil duluan. Tapi asal lo tau, dia ga bener-bener ninggalin lo. Dia ada di sini,” ucap Nara sambil menunjuk ke dada Beomgyu.

“Sona akan selalu ada dalam hati kita, dalam kenangan kita. Sona ngga pergi. Dan hal yang bisa kita lakuin buat Sona sekarang adalah doain dia supaya dia tenang di sana. Jadi jangan sedih berlarut-larut, Sona ngga akan suka kalau tau lo kaya gitu,” kata Nara lagi, mencoba menghibur cowok itu.

Cowok itu tak memberi tanggapan, pandangannya terkunci dengan mata coklat itu. Pendengarannya pun terhipnotis dengan ucapan gadis itu.

Beberapa detik setelahnya Beomgyu menarik Nara dalam pelukannya.
Nara terkejut bukan main, gadis itu tak membalas pelukan itu, hanya merasakan hangatnya dekapan Beomgyu yang masih tak bersuara.

“Makasih Lee Nara,”

Entah mengapa kalimat pendek itu membawa haru pada telinga Nara. Gadis itu tak salah dengar kan. Seorang Choi Beomgyu menyebutkan namanya untuk pertama kalinya. Apakah kini Nara telah sepenuhnya diterima dalam kehidupan cowok itu. Seketika butiran bening itu menetes dari ujung matanya. Nara pun mengangkat tangannya perlahan, membalas pelukan itu.

“Lo ga perlu berterima kasih, gue akan selalu ada buat lo, Choi Beomgyu,”

Bersamaan dengan detik-detik sang mentari kembali ke persinggahannya, begitu juga dengan kedua makhluk itu yang merelakan kepergian Sona. Menyambut awal baru untuk saling ada untuk satu sama lain.


















Hello kaliannnn:))
Hope you enjoy this part🙆
And see yah





♡Ra♡

Nap of a Star [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang