Vina keluar menggunakan baju tidurnya. Sejak pulang sekolah, Gibran belum pulang ke rumahnya. Entah apa yang dilakukan lelaki itu. Mungkin kekhawatiran lelaki itu berlebihan kepadanya.
"Lo belum pulang?" tanya Vina yang datang membawakan minum untuk Gibran.
"Belum," jawab Gibran yang menatap Vina hingga ke tempat duduknya.
Gibran meminum apa yang Vina bawa dari dapur.
"Kenapa?" tanya Vina.
Gibran hanya menatap gadis itu tanpa menjawabnya. Ia sedang minum dan menjaga etika saat minum.
"Karena gue gak akan biarin lo bunuh calon anak kita," kekehnya.
Vina tertawa pelan. "Dih, pede amat lo!"
Gibran mendekat dan perlahan memegang perut Vina. "Eh lo mau ngapain?" tanya Vina yang sedikit duduk ke belakang karena terkejut tangan Gibran berada di perutnya.
"Sori, ya. Gue cuma mau mastiin dedenya baik-baik aja," ucap Gibran.
Vina tersenyum. Ia tak tahu harus merespon seperti apa. Toh, dirinya merasa nyaman diperlakukan seperti itu oleh Gibran. "Wah bayinya udah nendang," ucap Gibran melepas tangannya dari perut Vina.
Vina tersenyum tipis. "Setahu gue bayi nendang kalo usia kandungannya udah enam bulan, tapi gue masih tiga bulan, Gib," beri tahu Vina.
Gibran mengangkat alis kirinya. "Oh gitu, ya? Terus tadi yang nendang siapa?" tanya Gibran.
"Messi yang nendang," jawab Vina asal.
"Sejak kapan Messi jadi pemain bola?" tanya Gibran.
"Emang Messi bukan pemain bola?" tanya Vina.
"Messi itu pembalap, Vina," jawab Gibran.
Vina tertawa. "Haha. Gue salah dong!" serunya bahagia.
Gibran juga ikut tertawa karena suara tawa Vina. Di saat seperti ini Vina masih bisa tertawa lepas memikirkan beban hidupnya. Ini yang ia sukai dari sosok sahabatnya. Melihat Vina setegar ini membuatnya merasa kalah. Kadang hanya karena boneka favoritnya di rebut oleh orang lain, dirinya marah. Ia tidak bisa sesabar Vina.
"Boleh minta tolong?" tanya Gibran.
Vina berhenti tertawa dan menatap Gibran. "Tolong apa?" tanya balik Vina.
"Ajarin gue buat sabar," jawabnya.
Vina diam dan merasa sedikit tersanjung oleh ucapan Gibran. Dirinya sendiri tidak tahu apa yang membuatnya kuat seperti ini. Mungkin saat ini bisa saja ia membenci mamanya seperti Siska membenci papanya, tetapi jika bukan karena mamanya, Vina akan hidup dengan siapa lagi. Untung saja sekarang mamanya sudah mengetahui segala kebenarannya. Namun, entah siapa yang akan mengatakan mengenai siapa dirinya.
"Apa yang buat lo sesabar ini? Setangguh ini? Cuma boneka pooh berantakan aja gue marah. Gimana caranya sabar? Ajarin gue," lanjut Gibran.
"Gue gak sesabar itu juga kali, Gib....... Semua ini hanya soal waktu," ucap Vina.
"Gue mohon pertimbangin apa yang gue ajukan sama lo," ucap Gibran.
Vina diam. Ia sadar bahwa Gibran masih menunggu akan jawaban dari pertanyaannya. Di sisi lain ia tidak ingin anaknya lahir sepertinya, tanpa ayah. Namun, di sisi lain Gibran banyak membantunya, ia tak bisa terus-terusan membebani hidup orang lain atas kesalahannya.
"Kalo emang lo udah dapet keputusan. Kabarin gue....... Bunda sama Papa pasti setuju. Kalau gue bisa nerima lo apa adanya, mereka pun akan melakukan hal yang sama," ucap Gibran.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Hati 2 Raga [Selesai]√
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA!] √ "Kamu selalu berhasil membuat aku terluka. Tapi aku selalu gagal membencimu." ___________________________________________________________________ Kisah cinta yang diperankan oleh gadis dengan takdir buruk bernama--Lavina Hel...