39•|Hari Pernikahan

362 10 2
                                    

Cinta adalah sebuah rasa dan komitmen adalah logika. Secara logika kamu yang paling tepat, akan tetapi perasaan ini tertuju pada orang lain. Dua hal penting yang ada pada dua orang sekaligus. Sulit untuk memutuskan, tetapi yang paling berharga adalah jawabannya.

~Lavina Helsa Jazzton~

****
Vina pulang bersama Gibran ke rumahnya. Hari ini adalah hari terakhir ia menjalani masa gadisnya, karena mulai esok ia akan menjadi seorang istri.

Gibran membukakan pintu untuk Vina dan mempersilahkan gadis itu untuk masuk.

Dari luar semuanya terlihat indah. Nuasa putih menjadi pilihan dirinya dan Gibran. Tak ada banyak bunga atau hiasan lain, semuanya serba sederhana tetapi elegan.

Meja makan dan beberapa kursi duduk untuk kursi saksi pernikahan sudah siap. Vina berdiri disana terdiam membisu membayangkan betapa hancur hatinya dulu saat berada dipernikahan mamanya dengan Leon.

Tak terasa sedikit air matanya menetes.

"Vin," panggil Gibran.

Sontak Vina mengusap pipinya.

"Kamu kenapa nangis?" tanya Gibran yang melihat Vina mengusap pipinya.

Vina tersenyum sambil menggeleng. "Gue gak papa, Gib. Terharu karena mulai besok lo adalah suami gue, itu aja kok," bohong Vina.

"Kamu bohong, Vin aku tahu. Jawab kenapa kamu nangis?" ulang Gibran.

Vina menarik nafas pelan mencoba mengendalikan suasana hatinya. Ia memang tak pandai berbohong karena Gibran selalu menebak segala yang ada pada dirinya.

"Gue punya trauma dengan pernikahan," ungkap Vina.

Gibran terdiam sejenak karena ia baru sadar bahwa Vina merasa trauma saat pernikahan mamanya. Pada saat itu ia tidak bisa menebak betapa hancurnya Vina melihat segalanya.

Setelah pernikahan pun semua drama dimulai. Semuanya terbuka sedikit demi sedikit. Seakan setelah itu tak ada kebahagian untuk gadis itu. Seperti tidak ada celah bahagia untuk masuk.

"Aku akan terus berusaha untuk kebahagiian kamu, dan juga Zoya," ucapnya.

"Makasih selalu ada buat gue, Gib," lirih Vina memeluk Gibran.

Bukan sekali dua kali ia merasakan penderitaan gadis ini. Setiap saat bersama dengannya dan penuh perasaan yang berbeda, penuh tantangan yang baru dan semuanya begitu menarik.

****
Masuk ke dalam kamar dan menatap begitu banyak polaroid fotonya bersama Vina sejak dulu. Gibran tak sanggup jika harus kehilangan gadis itu. Ia menatap dengan teliti setiap foto yang sengaja ia tulis tanggalnya.

Gibran tersenyum karena mulai esok Vina akan menjadi miliknya seorang. Kamarnya sudah ia susun dengan rapih layaknya pengantin pada umumnya.

Ia juga menyimpan foto Zoya saat gadis mungil itu membuka matanya. Kadang kala ia sangat bersyukur atas nikmat yang begitu luar biasa ini. Entah kebaikan mana yang ia lakukan hingga berbuah seperti ini.

****
Hanya perlu menghitung menit hari sakral Gibran dan Vina terjadi.

Beberapa saksi terdiri dari Mona, Siska, Rian, Reon, Gilang, Viki, Rifky, mamanya Siska, Bunda, Om Reza, Dokter Diva, dan beberapa orang terdekat lainnya.

1 Hati 2 Raga [Selesai]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang