36|• Ancaman Iren

311 11 0
                                    

Pagi ini Iren sudah pergi meninggalkan Vina dan juga sarapan gadis itu. Tujuannya adalah datang ke dalam persidangan yang tertutup.

Beberapa menit lagi persidangan akan di mulai, tetapi Leon tak kunjung datang. Iren sebenarnya merasa bahagia karena perceraiannya akan ditunda, dan bisa jadi dibatalkan. Ia tidak ingin melihat Leon menikahi Vina dan membuat kehidupan putrinya tidak jelas.

"Bagaimana pak pengacara? Kemana pak Leon?" Tanya Hakim.

"Mungkin dia di jalan, Pak. Tunggu lima menit lagi," ajunya meminta waktu.

"Kalau dalam waktu lima menit, sidang ada ditutup," tuntut hakim.

Tak lama Leon datang dan duduk di sebelah Iren. Sontak Iren terkejut dan menoleh sebentar pada Leon yang sedang membenarkan jasnya.

"Maaf saya telat. Apa sidangnya bisa dimulai?" Tanya Leon.

Persidangan berjalan lancar. Iren menerima semua ajuan dari hakim. Mereka menyelesaikan hubungannya secara baik-baik. Leon merasa lebih baik melihat Iren yang sudah mengikhlaskan dirinya. Kini, jalannya hanya Vina. Dirinya hanya perlu mendapatkan keputusan Vina dan penerimaan gadis itu.

****
Iren berjalan keluar dari ruang persidangan. Semuanya sudah selesai dengan kebohongan tentang kehamilannya. Mungkin jika ia mengaku hamil dan itu hasil dari pernikahannya dengan Leon, bisa jadi perceraian ini bisa dielakkan. Namun, ia merasa tidak diuntungkan jika melanjutkan pernikahan ini.

"Nunggu taksi?" Tanya Leon yang datang menghampirinya.

Iren menoleh ke arah Leon dengan senyuman. "Enggak."

"Lagi nunggu dijemput?" Tebaknya.

Iren menggeleng. "Enggak juga.

"Ohh, nunggu aku yang ajak pulang?" Ucapnya geer.

"Enggak ketiganya Leon. Aku lagi nunggu seseorang aja, tapi bukan taksi, atau nunggu jemputan," ungkapnya.

"Siapa?" Tanya Leon kembali.

"Dia orang penting. Cuma tadi dia bilang aku yang harus nyamperin dia. Soalnya lagi sibuk." Lagi-lagi Iren memberi alasan tanpa dipertanyakan.

"Ya udah aku anterin, mau?" Tawar Leon.

Iren sebentar diam karena memikirkan statusnya saat ini. "Boleh, deh. Kafe harmoni, ya," ucapnya.

"O-ke."

***
Iren diam karena merasa tak ada yang harus dibicarakan kepada Leon. Namun, Leon menoleh pada Iren dan tetap menyetir mobil dengan baik.

"Kamu udah gugurin kandungan kamu, 'kan?" Tanya Leon.

Iren menoleh. "Kenapa kamu tanya itu?"

Leon menggeleng kecil. "Gak papa. Aku cuma mastiin kalo kita gak ada ikatan apa-apa lagi."

Iren terdiam. Ia bungkam karena tidak ingin Leon mengetahui jika ia masih mempertahankan anak mereka. Mungkin saja saat itu Leon melakukannya dengan membayangkan sosok Vina. Bahkan Iren berpendapat bahwa saat itu Leon melakukannya tanpa perasaan sedikitpun padanya.

"Kamu percaya kalo aku hamil?" Tanya Iren basa-basi.

Leon kembali menoleh. "Maksud kamu?"

"Ya-apa kamu percaya sama aku yang udah banyak bohong?" Tanyanya lagi.

"Aku gak ngerti. Kamu hamil atau tidak, apa urusannya denganku? Kita udah cerai. Sekarang aku tinggal menunggu hari pernikahan dengan Vina."

Deg!

Saat itu juga runtuh dinding kokoh kesabaran dan segala dukanya. Iren benar tidak percaya jika Leon memang akan benar-benar menikahi Vina dan meninggalkannya untuk selamanya.

1 Hati 2 Raga [Selesai]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang