You, again.

4.9K 521 55
                                    

Hinata mencengkeram erat pinggiran wastafel, perutnya perih sekali, sudah dua hari ini perutnya sangat tidak enak. Dan tiap pagi ia selalu muntah-muntah.

Untunglah sang ayah tidak berada di rumah, dan ibu serta kakak iparnya selalu berjalan-jalan di pagi hari.

Hinata mengelap mulutnya, dan berpikir, apakah mungkin ini adalah hasil perbuatan satu malamnya? Sebaiknya ia mengeceknya, demi ketenangan dan dalam menentukan apa yang harus ia lakukan selanjutnya.

Ia belum bertemu Naruto sejak ia pulang seminggu yang lalu, dan yang ia tak tau bagaimana keadaan lelaki itu.

"Mau kemana Hin?" Tenten bertanya pada Hinata yang sudah mengenakan jaketnya, bersiap untuk keluar.

"Mau sepedaan ke taman nee, aku pergi dulu ya." Hinata mengayuh sepedanya, mencari apotik yang jauh dari rumahnya. Ia memakai masker sebelum masuk ke dalam apotik itu.

Seorang wanita yang mungkin satu atau dua tahun lebih tua darinya tersenyum ramah. "Ya? Ada yang bisa di bantu?"

"Emm, saya ingin membeli testpack." kata Hinata ragu-ragu.

Wanita itu tersenyum pedih, ia lalu memberi tiga buah testpack yang Hinata pesan. "Ini bisa di gunakan kapanpun, tidak harus bangun tidur." Hinata mengangguk, membayar dan segera pergi dari sana.

Ia sengaja tidak langsung pulang, berbelok ke pom terdekat dan memasuki bilik kamar mandinya.

Menghela napas beberapa kali, tapi ia masih belum berani melihat hasilnya. Akhirnya, setelah menghela napas untuk kesekian kalinya, Hinata melirik pada testpack yang ia pegang.

Bagai air dingin yang di siramkan di atas kepalanya, satu garis merah terpampang jelas di sana. Ia menangis bahagia, bahkan rasanya ia ingin berteriak kegirangan.

Mungkin mual muntahnya di sebabkan oleh maag yang menyerangnya, ia memang tak makan dengan benar selepas pulang dari Korea. Di tambah sang ibu terus menanyainya tentang ini itu mengenai pernikahannya yang hanya tinggal menghitung hari. Ia jadi semakin stress.

Hinata membuka satu testpack lagi, dan kembali mencobanya. Lagi, ia menghembuskan napas lega dan tertawa kecil. Ia membuang keduanya dan menyimpan yang ketiga di kantung jaketnya, ia sudah cukup yakin dan tak perlu tes ulang.

Ia mengayuh sepedanya kembali ke rumah dengan hati yang ringan, satu masalah telah menghindarinya. Sekarang ia hanya perlu bicara pada Naruto.

Pucuk di cinta, ulam pun tiba.

Honda jazz warna putih terparkir dengan apik di halaman rumahnya. Membuat hati Hinata menjerit senang. Kekasih hatinya akhirnya mengunjunginya.

"Naruto-kun." Hinata berseru senang. Ia menghambur ke pelukan Naruto, memeluk dan menghirup aroma tubuh Naruto dengan rakus.

"Kau datang?" senyum Hinata lenyap, Naruto bahkan sama sekali tak memandangnya. Ia mengernyit, menyadari bahwa dalam ruangan itu suasana terasa sangat tidak nyaman.

"Kaa-chan, ada apa?" Hinata pindah duduk di samping sang ibu dan menggenggam tangannya. Saat itulah tangis sang ibu pecah.

"Tou-san, ada apa?" Hinata bertanya, masih belum paham atas apa yang terjadi di rumahnya.

"Aku ingin membatalkan pernikahan kita, Hinata." perkataan Naruto membuat Hinata terkejut, ia memandang kedua orang tuanya yang hanya bisa terdiam.

"Tapi, kenapa?" tanyanya lemah.

Naruto tidak menjawab, ia akan beranjak pergi. Tapi Hinata menghalanginya, Hinata menggenggam tangan Naruto  erat. "Ka-katakan dulu alasannya." kata Hinata, tau-tau ia sudah menangis, entah sejak kapan.

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang