Just a little bit

4.8K 556 44
                                    

Sasuke tertawa, membuat Hinata sedikit bingung. Mungkinkah yang di depannya memang calon suaminya? Ia sedikit ragu, tapi tatto di lengannya tak mungkin berbohong, sang ayah sangat membenci tatto.

Bahkan Neji pernah di hajar habis-habisan, dan tidak di beri uang saku selama kuliah karna ketahuan memiliki tatto. Pantas saja kakaknya itu dulu selalu memakai ikat kepala.

Dan ia berani menentang ayahnya itu, pastilah ia sangat menyukai lelaki ini.

"Kenapa tertawa? Aku kan hanya bertanya, kapan kita akan menikah?"

Sasuke mengusap air mata di sudut matanya, Untunglah ruangan VVIP adalah runagan kedap suara. Sasuke melirik Tsunade yang pura-pura tak melihat.

"Kita punya banyak waktu untuk membicarakannya, tapi sekarang kau harus bertemu keluargamu dulu. Mereka sangat mengkhawatirkanmu." Hinata menatap Sasuke yang tersenyum ke arahnya sambil membelai rambutnya.

Dan rupanya, senyum tipis itu menular. Hinata tanpa sadar ikut tersenyum, yang mana hal itu membuat hati Sasuke berlompatan.

.

Hinata hanya tersenyum dan menepuk-nepuk pundak sang ibu yang menangis sesegukan di sampingnya.

Tenten pun menangis di pelukan Neji, sedangkan Neji sendiri memandang Hinata penuh kekhawatiran.

"Tou-san mana?" tanya Hinata, sama sekali tak mengerti kenapa keluarganya sangat emosional.

"Tou-san belum bisa bergerak, untuk naik kursi rodapun belum bisa. Harus menunggu beberapa hari lagi sampai punggungnya lebih baik." Neji menjawab, karna sepertinya sang ibu tidak bisa bersuara saking emosionalnya.

"Shion?" Hinata bertanya, karna sepupu kesayangannya tak nampak saat ia sedang sakit begini.

Neji dan Hikari langsung berpandangan, jelas ada yang salah pada Hinata.

"Dok, apa yang terjadi pada adik saya?" tanya Neji pada Tsunade yang sedari tadi mengawasi interaksi mereka.

"Hinata mengalami syok, atau gegar otak ringan. Sepertinya sebelum kecelakaan itu ia mengalami hal buruk, sehingga alam bawah sadarnya mengunci ingatan buruk tersebut. Tapi jangan khawatir, ingatan itu akan kembali seiring berjalannya waktu."

"Kaa-chan, Hina ingin bertemu Shion." Hinata berkata pada sang ibu.

Hikari jelas terkejut, dan dengan cepat membuat alasan, yang nampaknya malah memperburuk keadaan. "Shion belum bisa datang Hina, dia sedang sibuk."

"Sibuk apa? Tidak ada kata sibuk kalau Hina yang minta kaa-chan." Hinata mulai merengek.

"Dia sedang bulan madu, jadi dia tidak ada di rumah." mendengar ucapan Hikari Hinata segera memegangi kepalanya yang tiba-tiba berdenyut-denyut, bagaikan di tusuk ribuan pisau.

"Hinata?"

"Kepalaku sakit." Hinata mencengkram kepalanya yang masih di bebat perban.

"Mohon tinggalkan ruangan ini, saya perlu bekerja!" Tsunade berseru tegas dan memencet tombol di atas kasur Hinata dan beberapa suster pun datang.

Keluarga Hinata di arahkan keluar ruangan oleh seorang suster, dan kembali mereka hanya bisa memandang Hinata dari jendela kecil di pintu.

.

"Kau sudah bangun?" Hinata menoleh, di sampingnya duduk Sasuke yang tengah membaca buku.

"Jam berapa sekarang?" tanya Hinata.

"Jam sembilan, kau harus makan dan meminum obat." Sasuke membuka totebag yang ia bawa dan mengeluarkan isinya.

Hinata langsung bisa mencium aroma daging dari sana. "Makanan rumah sakit tidak terlalu enak, jadi ibuku memasak untukmu."

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang