Part 20

940 111 35
                                    

Hari ini ada yang aneh dengan Saza. Selama bersama Riddan, Saza sedikit bicara dan jarang tersenyum. Tidak seperti biasanya yang selalu ceria dan selalu tersenyum. Riddan menjadi bingung dibuatnya.

"Za, lo kenapa sih? Kok diem-diem aja?" tanya Riddan.

Saza hanya menggeleng sambil tersenyum paksa. Terlalu kelihatan sehingga Riddan tahu kalau Saza sedang tidak baik-baik saja. Apalagi Riddan ingat kemarin Saza seperti menangis.

"Bilang dong kalau ada masalah," kata Riddan lembut.

Saat Riddan mengajak Saza ke kantin, Saza mau. Akan tetapi, Saza hanya memesan air putih dan tidak makan sama sekali. Riddan sudah memaksa, tetapi Saza tetap tidak mau.

"Za, gue gak tahu lagi mau gimana kalau lo tetep gak mau cerita," kata Riddan sedikit kesal. Ia paling tidak suka orang yang bertele-tele dan tidak berterus terang karena ia adalah tipe orang yang susah peka dan mengerti perasaan orang lain.

"Kak Riddan gak pernah bilang kalau Kak Jea tinggal sama Kakak," tutur Saza mulai mengeluarkan unek-uneknya.

"Lo … tahu dari mana?" tanya Riddan sedikit terkejut.

"Kak Riddan ninggalin aku karena Kak Jea sakit. Iya, 'kan?" lanjut Saza.

"Siapa yang bilang, Za?"

"Kak Riddan bohongin aku," cicit Saza sambil menunduk. Sekuat tenaga ia menahan air matanya karena mereka sedang ada di kantin. Saza tidak ingin ada yang melihatnya menangis.

"Siapa yang bilang, Za?" tanya Riddan sedikit keras.

"Kak Gavin."

"Maafin gue, Za. Gue bukannya bermaksud untuk bohongin lo. Gue cuma gak mau lo sakit hati," jelas Riddan. Riddan marah pada Gavin yang memberitahu Saza tentang hal itu. Akan tetapi, Riddan lebih marah pada dirinya yang sudah membohongi Saza.

"Udahlah. Udah terlanjur," kata Saza pelan. Saza tidak ingin karena masalah ini mereka bertengkar dan berujung menghancurkan hubungan mereka.

"Lo maafin gue?" tanya Riddan. Saza mengangguk perlahan lalu tersenyum. "Sebagai permintaan maaf gue, gimana kalau pas hari Sabtu kita ke puncak?"

"Serius, Kak? Berdua aja?" tanya Saza antusias.

"Serius."

***

Hari ini adalah hari Sabtu di mana hari Riddan dan Saza akan ke puncak. Riddan mengemasi barang-barang yang akan dibawanya seperti makanan, minuman, dan lain-lainnya. Tepat saat resleting tas Riddan ditutup oleh Riddan, Jea datang ke kamar Riddan dengan tatapan bingungnya.

"Mau ke mana lo pagi-pagi gini? Harusnya lo nemenin gue jogging dong. Kok malah mau pergi?" cerocos Jea heran.

"Oh iya gue lupa bilang sama lo. Gue mau ke puncak," kata Riddan sambil memakai sepatunya.

"Sama siapa? Temen-temen lo, ya? Kok gak ngajak gue? Kita 'kan udah lama gak ke puncak," kata Jea kesal.

"Sama Saza," ucap Riddan santai. Jea jadi heran karena tidak melihat tanda-tanda kalau Riddan dan Saza sedang bertengkar. Apa rencananya tidak berhasil?

"Saza? Berdua doang?" tanya Jea.  mengangguk.

"Padahal gue hari ini mau ke mall. Siapa yang mau nganterin gue kalau bukan lo?" Jea mencoba mencari alasan untuk mencegah Riddan pergi. Semoga saja ia berhasil mencegah Riddan pergi. Jea tidak rela Riddan pergi jauh dengan Saza, apalagi mereka cuma berdua saja.

"Kan bisa besok. Besok gue temenin lo belanja sepuasnya," kata Riddan sambil tersenyum.

"Tapi gue penginnya sekarang. Ya udah, gue pergi sama Gavin aja," kata Jea dengan nada mengancam. Ia tahu Riddan tidak akan membiarkannya pergi dengan Gavin.

Impromptu Couple (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang