"Jadi ini rumah lo?" tanya Jea sambil melihat rumah sederhana milik Saza.
"Iya, Kak."
"Kapan-kapan gue main ya," kata Jea sambil tersenyum lebar.
"Boleh, Kak. Main aja," ucap Saza. "Ya udah, aku masuk dulu ya. Hati-hati di jalan," lanjutnya sambil melambaikan tangannya pada Jea dan juga Riddan.
"Iya," kata Riddan dan Jea bersamaan, lengkap dengan senyum mereka.
Riddan pun mulai melajukan mobilnya meninggalkan Saza yang masih berdiri memperhatikan kepergian Riddan dan Jea.
"Mau ke mana?" tanya Riddan.
"Kemana aja deh," ucap Jea asal.
"Dasar cewek," cibir Riddan pelan.
Beberapa menit kemudian mereka sampai di tempat yang dituju Riddan.
"Kok ke kafe?" protes Jea.
"Lah katanya kemana aja."
"Ya udah."
Mereka pun masuk ke kafe yang sering mereka kunjungi dulu, Kafe Sunshine. Seperti biasanya, Riddan memesan untuk mereka berdua.
Tak lama kemudian, satu kue vanila dan dua jus alpukat diletakkan seorang pelayan di meja tempat Jea dan Riddan duduk.
"Dan …," Jea menjeda kalimatnya karena ia memasukkan sepotong kue ke mulutnya dan mengunyahnya. Riddan menatap Jea seolah bertanya kenapa. "… lo sama Saza ada masalah?" tanyanya setelah menelan kue itu.
Riddan mengernyitkan dahi heran karena Jea bertanya seperti itu. "Enggak. Emang kenapa?"
"Ya aneh aja gitu lihat kalian pacaran," kata Jea tanpa menatap Riddan. Ia beralih meminum jus alpukat karena merasa haus setelah memakan kue.
"Aneh kenapa?" Riddan tambah bingung dengan arah pembicaraan Jea.
"Aduh! Punya sahabat lola banget," keluh Jea sambil menyangga dagunya menggunakan satu tangannya dan menatap Riddan. Ia menghentikan aktivitas makan kue ataupun minum jusnya. "Lo sama Saza gak ada romantis-romantisnya," komentarnya.
Kali ini Riddan paham. Ia tidak bersikap romantis pada Saza layaknya pasangan lainnya. Ini semua karena ia tidak ada pengalaman sama sekali tentang cinta-cintaan.
"Gue gak tahu mau bersikap kayak gimana, terlalu canggung," ungkap Riddan. "Lo bisa bantu gue gak?" tanya Riddan kemudian.
"Gue gak bisa bantu lo. Usaha sendiri," kata Jea sambil menatap ke arah lain. Mana mungkin ia membantu orang yang ia suka untuk romantis-romantisan dengan cewek lain.
"Kenapa?"
"Pokoknya usaha sendiri. Kalau kalian gak berhasil, tinggal putus," kata Jea. Nadanya berubah jadi ketus.
Riddan mengernyitkan dahi heran. "Kok ngomong gitu?"
Jea gelagapan. Ia keceplosan mengutarakan keinginannya yaitu Riddan dan Saza putus.
"Lo gak suka Saza?" tanya Riddan dengan tatapan menyelidik. Dari dulu Jea tidak pernah membiarkan cewek manapun mendekati Riddan. Maka dari itu Riddan merasa aneh karena Jea setuju dia dengan Saza.
Jea kembali memutar otak untuk menjawab pertanyaan Riddan agar masuk akal. "Bukan gak suka. Gue maunya lo bahagia. Lo nemuin cewek yang tepat buat lo, bukan yang buat lo canggung. Lo ngerti gak sih? Aduh! Susah jelasinnya. Intinya gue mau lo nemuin cewek yang bikin lo nyaman, bukan canggung."
Riddan mengangguk paham. "Gue nyaman kok sama dia."
"Terus kenapa lo bilang canggung?"
"Ya karena …" Riddan tidak melanjutkan ucapannya. Ia malah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bingung mau bilang apa. Perasaannya sangat labil.
"Udahlah, gak usah bahas ini," kata Riddan sambil menyendok kue dan memasukkan ke mulutnya. Jea menghela napas jengah. Ia lelah berpura-pura. Ia ingin mengungkapkan semua isi hatinya, tetapi ia terlalu takut.
🍄🍄🍄
Seusai mengantar Helsa sampai di depan gang sempit yang menuju ke rumah Helsa, Gavin langsung pulang ke rumahnya. Ia benar-benar kesal pada Jea yang tega hati menjodohkannya dengan cewek seperti Helsa. Apalagi Helsa kekeh mengajaknya untuk mampir dan berakhir berdebat cukup lama.
Dia tidak berhasil mengorek informasi apapun karena Helsa yang terus berbicara tanpa memberi Gavin waktu untuk berbicara. Jarak kampus dengan gang rumah Helsa sangat dekat sehingga mereka sampai dengan cepat.
"Bianca!" panggil Gavin. Ia butuh asupan makanan setelah mendengar ocehan Helsa yang begitu memuakkan. Untung saja mereka di jalan dalam waktu yang singkat. Jika saja rumah Helsa jauh, mungkin Gavin akan tega menurunkan cewek itu di tengah jalan.
"Bianca!" teriaknya lagi karena tidak ada sahutan dari Bianca.
Gavin pun memutuskan untuk duduk di sofa ruang tamu. Ia membuka sepatu dan kaus kakinya lalu melemparnya ke arah rak yang tidak jauh dari tempatnya duduk. Akibatnya sepatu dan kaus kakinya itu berserakan karena ia melemparnya asal.
"Bianca!" teriaknya lagi sambil menutup mata dan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Gavin menunggu cukup lama dan Bianca tidak datang-datang juga. Ia pun berpikir kalau Bianca sedang keluar.
Tiba-tiba ia mendengar suara piring pecah dari arah dapur. Sontak matanya yang tadi tertutup menjadi terbuka.
"Apaan tuh?" gumamnya bergidik ngeri.
Jika itu adalah Bianca, pasti dari tadi ia sudah mendapat sahutan setelah berteriak kencang sebayak tiga kali.
Perlahan-lahan ia bangun dan berjalan perlahan menuju dapur. Tidak lupa ia mengambil sapu yang ada di dekatnya, berjaga-jaga jika itu adalah maling.
Gavin menodongkan sapu yang dia bawa. "Siapa lo?" tanyanya saat melihat seorang perempuan berambut sepinggang membelakanginya. Perlahan perempuan itu membalikkan badannya dan tersenyum pada Gavin.
Perempuan berwajah cantik itu menatap Gavin dengan tatapan rindu, sementara Gavin terkejut dengan kedatangan perempuan itu.
"Saluna?"
***
TBC …
Repost on Thursday, March 11th 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Impromptu Couple (END)
RomansaJea adalah sahabat Riddan. Sementara Saza adalah gadis yang disukai Riddan. Jea tidak suka dengan gadis itu karena merebut Riddan darinya. Kemudian Jea bekerjasama dengan Gavin yang katanya suka pada Saza. Mereka ingin menghancurkan hubungan Riddan...