Part 2

2.8K 331 145
                                    

Jea menyeret dua kopernya itu dengan susah payah. Tadinya ia dibantu oleh Bianca, tetapi sekarang ia sendiri. Riddan yang ada di belakang Jea terkikik geli melihat Jea kesusahan. Ekspresi menggemaskan Jea yang mengomeli dua kopernya itu membuat Riddan gemas.

"Perlu bantuan, Nona Jea yang terhormat?" tanya Riddan sambil bergerak mendekati Jea. Sementara Jea hanya memasang ekspresi kesal dan menatap Riddan dengan tatapan tajam. Bisa-bisanya laki-laki itu bertanya padahal jawabannya sudah jelas. "Oh, enggak mau? Ya udah, gue pergi dulu."

"Jadi cowok itu peka dikit napa sih! Ih, Riddan nyebelin! Lo seneng banget ngelihat gue susah! Gini amat gue punya temen! Gue dateng bukannya disambut, malah ditelantarin!" jerit Jea sambil menendang kopernya dengan cukup keras. Sedetik kemudian, Jea meraung kesakitan dan memegangi kakinya. Bukannya merasa kasihan, Riddan malah menertawakannya.

"Mana Jea yang anggun? Kalau orang pada tahu lo yang sebenarnya, pasti pada syok," kata Riddan disela tawanya. Ia menghampiri Jea dan mengulurkan tangannya hendak meraih kedua koper Jea. Namun, tangan Jea lebih dulu meraihnya dan menggenggam tangannya.

"Gue kangen lo," kata Jea sambil menatap mata Riddan dengan sorot redup. Sudah cukup lama ia tidak bertemu dengan Riddan, ia sungguh merindukan sahabatnya itu.

"Gue enggak," sahut Riddan sambil melepaskan tangan Jea. Kemudian ia mengambil koper Jea, menyeretnya dan membawanya ke kamarnya. Jea mendengus kesal sambil menatap Riddan yang kini mulai menjauh. Laki-laki itu benar-benar mati rasa. Bisa-bisanya ia bersikap santai di depan perempuan secantik Jea. Mungkin kalau laki-laki lain, pasti akan gugup karena perasaannya tidak karuan saat berdekatan dengan Jea.

"Riddan, tungguin, ih!" teriak Jea sambil berlari kecil untuk mengejar Riddan yang sudah masuk ke kamar. Jea pun ikut masuk dan melihat Riddan sedang meletakkan kopernya di samping kasur.

"Udah, 'kan? Sekarang lo tidur," kata Riddan sambil menepuk kepala Jea dengan cukup keras hingga Jea refleks memekik.

"Gue tidur di sini? Terus lo tidur di mana? Di sini juga? Sama gue?" cecar Jea sambil cengar-cengir.

"Jangan ngadi-ngadi," kata Riddan sambil menjitak kening Jea hingga Jea meringis kesakitan. Tentu saja sakit, Riddan menjitaknya tidak memakai perasaan.

"Eh, tunggu!" Jea mencekal pergelangan tangan Riddan yang hendak meninggalkan kamar itu. Riddan menoleh dan menaikkan alisnya sebelah, bermaksud bertanya tentang apa yang akan Jea katakan. "Gue belum makan," kata Jea sambil cengengesan.

Riddan menatap Jea heran. Hari sudah malam dan Jea itu pantang makan pada malam hari karena takut berat badannya akan meningkat. Namun, kini perempuan itu malah bilang laper. "Mau gue masakin mie instan?" tanya Riddan.

Jea mendelik mendengar pertanyaan Riddan. Bisa-bisanya laki-laki itu menawarkan mie instan padanya. Mie instan itu adalah makanan yang tidak menyehatkan, tetapi sayangnya rasa makanan satu itu disukai kebanyakan orang karena sangat enak.

"Yang bener aja lo? Di rumah ini ada mie instan? Masih suka makan mie instan lo? Gue 'kan udah bilang mie instan itu gak baik buat kesehatan. Lo gak pernah dengerin gue ya. Dasar bandel! Kesel gue sama lo," omel Jea sambil berkacak pinggang, layaknya ibu-ibu yang mengomeli anaknya.

Pada akhirnya, omelan Jea itu membuat Riddan terus meledeknya. Sekarang Jea sedang duduk manis di meja makan, menunggu Riddan yang memasak mie instan untuknya. "Dasar mulut doang bilang gak baik, tapi mau juga," ledek Riddan yang diakhiri dengan kekehan pelan.

Jea menatapnya sinis. Perutnya sangat lapar karena terakhir ia makan itu saat ia baru datang dari bandara. Tadinya Bianca sudah menawarinya makan, tetapi Jea menolak dengan alasan diet. Jadilah Jea kelaparan di tengah malam yang sudah hampir pagi ini.

"Ngomong-ngomong tentang pembantu lo itu, dia ke mana?" tanya Jea.

"Kepo."

"Pusing lo udah hilang?" tanya Jea.

"Kepo."

"Ih, nyebelin! Kalau ditanya itu dijawab!" seru Jea dengan nada nyolot. Riddan itu sangat menyebalkan dan sering membuat Jea kesal, tetapi Jea sangat suka dekat dengan laki-laki itu.

"Lah, gue udah jawab tadi."Kini Riddan sudah selesai masak mie instan itu dan tinggal menuangkan bumbunya saja. Setelah itu, ia mengaduk-aduk mie itu sampai rata, lalu meletakkan mangkuk berisi mie goreng itu di depan Jea. Kemudian ia duduk di samping Jea yang tampak berbinar melihat mie itu.

"Enak banget baunya," kata Jea yang tampak terhipnotis dengan bau mie yang sangat menggoda itu. Tangan Jea terulur dan hendak mengambil garpu yang akan ia gunakan untuk makan. Namun, ia merasa Riddan sedang memperhatikan. Ia pun menoleh dan benar saja, Riddan menatapnya dengan ekspresi seolah-olah mengejeknya.

"Gak jadi. Lo makan aja sendiri. Gue udah kenyang," ucap Jea sambil mendorong mangkuk itu ke samping. Ekspresinya terlihat kecewa karena tidak jadi memakan mie itu.

"Kenapa sih? Gak suka ya? Ya udah, gue yang makan," sahut Riddan. Laki-laki itu memang sangat tidak peka. Ia padahal sedari tadi mendengar kalau perut Jea berbunyi, tetapi ia seperti tidak prihatin sama sekali.

"Biarin gue mati kelaparan. Gue gentayangin lo tiap malem. Biar tahu rasa udah ngambil makanan gue," gerutu Jea sambil memalingkan wajahnya. Ia masih sangat tergiur dengan makanan tidak seat itu.

"Becanda elah. Nih, makan cepetan. Habis itu tidur, lo pasti udah ngantuk," kata Riddan sambil mendorong mangkuk itu kembali pada Jea.

Jea duduk dengan tegak, lalu meliriknya sekilas dan kembali memalingkan wajahnya. Ia masih gengsi. Tadinya ia mengomeli Riddan karena di rumah itu ada mie instan, tetapi sekarang ia malah memakannya.

"Kalau gitu gue tinggal aja ya. Gue tidur di ruang tamu. Nanti kalau udah makannya, cuci mangkuknya, anggap aja rumah sendiri," cerocos Riddan, lalu beranjak meninggalkan Jea yang sedang curi-curi pandang terhadap semangkuk mie itu.

"Lo cuciin! Ini bukan rumah gue! Gue itu tamu! Tamu adalah ratu!" protes Jea.

"Jangan teriak-teriak! Tetangga pada ngamuk ntar!" balas Riddan yang sudah jauh. Setelah itu, barulah Jea menyantap mie itu dengan lahap.

"Sekali aja, besok enggak kok," ucapnya pada dirinya sendiri.

***

TBC ...

Repost on Wednesday, 3 February 2021

Impromptu Couple (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang