Hari ini Jea terbangun terlalu siang. Saat ia sudah bangun, tidak ada siapapun di rumah. Riddan dan Bianca pergi entah kemana meninggalkan Jea sendirian di rumah.
"Gavin! Woy Gavin! Keluar lo!" teriak Jea sambil merapikan rambutnya karena ia tidak sempat sisiran setelah bangun dari tidurnya. Jea memanggil Gavin dari halaman rumah.
"Apaan lo teriak-teriak?" sahut Gavin yang muncul di balkon setelah dipanggil oleh Jea.
"Lihat Riddan sama Bianca gak?" tanya Jea.
"Riddan sih enggak. Kalau Bianca ada di sini," jawab Gavin.
Setelah mendengar jawaban Gavin, Jea kembali masuk ke rumah Riddan untuk mencuci muka dan sisiran. Setelah itu, ia pun menerobos masuk ke rumah Gavin tanpa mengetuk pintu.
"Bianca, kok gak bangunin aku?" tanya Jea saat melihat Bianca sedang memasak di dapur.
Bianca menoleh saat mendengar suara Jea. "Eh, Nona Jea. Udah saya bangunkan, tapi Nona Jea tidak mau bangun," kata Bianca sambil mengaduk sup yang sedang dimasaknya.
"Bianca tiap hari bolak-balik ke rumah Riddan terus ke rumah Gavin gitu?" tanya Jea sambil duduk di kursi yang ada di ruang makan.
"Iya, masak juga di sana lain dan di sini lain," kata Bianca.
"Ribet yah."
"Kan digaji, Nona," kata Bianca sambil terkekeh. Jea ikut terkekeh juga.
"Gavin di kamar, 'kan?" tanya Jea.
"Iya, tadi sih di kamar."
Tanpa mengatakan apapun lagi, Jea pergi ke lantai dua dimana kamar Gavin berada. Tentu saja Jea mudah mencari kamar Gavin karena di pintu kamar Gavin terpampang jelas sebuah nama, 'GAVIN GANTENG'. Sungguh narsis.
"Woy, Gavin!" teriak Jea sambil membuka pintu kamar Gavin hingga Gavin yang sedang bermain ponsel terkejut sampai ponselnya hampir jatuh.
"Anjir! Lo main masuk ke kamar gue aja. Gak pakai ketuk pintu lagi. Untung lo cantik. Coba kalau enggak?" omel Gavin sambil menghampiri Jea yang sedang berdiri di ambang pintu.
"Apa hubungannya sama cantik coba? Dasar aneh," cibir Jea sambil memutar bola matanya jengah.
Gavin menyengir lebar. "Lo ngapain ke sini? Numpang makan?" tanya Gavin sembari mendorong Jea pelan dan menutup pintu kamarnya.
Mendengar ucapan Gavin seperti itu, Jea langsung tersinggung. Jea menatap Gavin kesal dan memukul kepala Gavin hingga membuat Gavin menunduk. "Kesel banget gue sama lo," kata Jea, lalu pergi meninggalkan Gavin dan menuju dapur.
"Justru gue yang kesel sama lo, Je. Kasar banget sih jadi cewek. Apa-apa nabok. Apa-apa mukul. Apa-apa ngomel," celoteh Gavin sambil menyusul Jea.
"Kalian ini berantem mulu perasaan. Apalagi kalau ada Riddan. Bikin pusing aja," omel Bianca saat melihat Jea dan Gavin sepertinya sedang bertengkar.
"Dia duluan tuh. Masa aku dibilang mau numpang makan ke sini," adu Jea pada Bianca.
"Lah, emang enggak?" tanya Gavin.
"Ya emang iya. Gue laper. Mau apa lo?" ucap Jea dengan nada nyolot sambil mendelik.
"Iya deh, iya. Cewek selalu benar," kata Gavin mengalah. Ia pun duduk di kursi yang ada di meja makan. "Gak capek berdiri? Sini duduk," tambahnya sembari menarik kursi yang ada di sampingnya.
Dengan wajah juteknya, Jea duduk di samping Gavin dengan ogah-ogahan. "Riddan mana sih? Masa gue ditinggal?" tanya Jea entah pada siapa?"
"Saya tidak tahu, Nona. Dianya tidak bilang mau ke mana," sahut Bianca yang sedang sibuk menata makanan di meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impromptu Couple (END)
RomanceJea adalah sahabat Riddan. Sementara Saza adalah gadis yang disukai Riddan. Jea tidak suka dengan gadis itu karena merebut Riddan darinya. Kemudian Jea bekerjasama dengan Gavin yang katanya suka pada Saza. Mereka ingin menghancurkan hubungan Riddan...