Part 25

861 92 93
                                    

"Gimana nih, Vin? Malah gue iyain," kata Jea merasa bersalah.

"Jadi, maksudnya lo setuju bantuin tuh cewek deket sama gue, gitu?" tanya Gavin memastikan apa yang ia dengar dari Jea itu benar.

"Ya iya. Abisnya kasihan sih gue lihatnya. Kayaknya dia cinta mati banget sama lo," kata Jea sambil memainkan tali tasnya, tidak mau melihat Gavin.

"Jea! Astaga! Gue kesel banget sama lo!" jerit Gavin tertahan. Ia memukul stir mobilnya dengan kesal lalu mengacak-acak rambutnya frustasi.

Mereka sudah sampai di rumah dan sekarang ada di halaman rumah Gavin. Tadi, saat Gavin hendak keluar, Jea mencegahnya karena Jea ingin membicarakan sesuatu. Ternyata hal inilah yang dibicarakan oleh Jea. Sungguh membuat Gavin frustasi.

"Ya mau gimana lagi? Udah terlanjur!" balas Jea memekik kesal. Harusnya Gavin yang kesal, tetapi Jea malah ikut-ikutan kesal. Padahal dia yang salah.

"Loh kok jadi lo yang marah sih?" tanya Gavin dengan nada nyolot.

"Lah lo kok nyolot sih? Santai dong ngomongnya, gak usah ngegas."

"Kenapa gue yang jadinya salah? Kan lo yang salah!"

"Duh! Susah ngomong sama lo. Pokoknya lo ikutin alurnya aja deh. Udah takdirnya lo deket sama Helsa," kata Jea dengan nada yang tenang. Tidak ada lagi kekesalan atau nada tinggi.

"Gue mah mau-mau aja kalau dicomblangin, asal enggak sama cewek modelan si Helsa itu. Gue gak mau kalau dia. Pengecualian untuk dia. Gue gak mau pokoknya," jelas Gavin.

"Tapi gue udah bilang mau sama dia, Vin. Gue gak nyuruh lo macarin Helsa kok. Cuma deket doang."

"Enggak mau. Lagian gue kan sukanya sama Saza, bukan Helsa. Mending lo comblangin gue sama Saza."

Jea berdecak kesal mendengar ucapan Gavin. "Kalau lo deket sama Helsa, lo kan bisa tanya-tanya tentang Saza. Kayak kesukaannya Saza, tipe cowoknya, kebiasaannya dia. Kan lo mau PDKT," kata Jea.

"Seorang Gavin gak perlu tahu itu karena semua kaum perempuan udah pada tertarik sama gue dalam sekali pandang," ucap Gavin sombong.

Jea berdecih mendengar ucapan Gavin yang menyombongkan dirinya itu."Cih! Semua apanya? Gue gak tertarik tuh sama lo. Saza juga kayaknya gak tertarik sama lo," cibir Jea.

"Itu karena lo bukan perempuan—"

"Sialan lo!" potong Jea hendak memukul lengan Gavin, tetapi Gavin berhasil menangkisnya. "Kalau Saza mah belum. Dia butuh waktu buat tertarik sama gue. Sejak gue lihat Saza itu gue bisa ngerasa kalau dia tuh beda dari perempuan biasanya," lanjut Gavin sambil tersenyum-senyum membayangkan Saza.

Jea tersenyum sinis mendengarnya. "Yakin lo kalau dia beda dari cewek biasanya? Yakin kalau dia gak mandang fisik atau materi? Yakin kalau dia polos kayak luarannya? Jangan menilai orang dari tampilannya, Vin. Penampilan bisa menipu," tutur Jea.

Jika dihadapkan dengan pertanyaan 'apakah fisik dan materi penting?', sebagian orang akan mengatakan penting. Namun, ada juga yang akan mengatakan hati yang paling penting.

Fisik dan materi itu memang penting, tetapi fisik dan materi bukanlah segalanya. Jangan pernah menjadikan fisik dan materi sebagai alasan untuk menjalin sebuah hubungan karena hubungan yang dilandasi oleh fisik dan materi tidak akan seawet hubungan yang dilandasi dengan cinta kasih.

"Buktiin nanti, Je."

Jea tidak membalas ucapan Gavin karena ponselnya berdering menandakan ada yang menelepon. "Halo, Dan. Kenapa?" ucap Jea memulai pembicaraan.

Impromptu Couple (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang