05. Memory

3.5K 105 24
                                    

bagian yang dibuat dengan italic (huruf miring) adalah flashback-

-

-

-

Nikky (POV)

Rindu.

Itulah alasan terbesar yang mendorongku menyanggupi permintaan Micha untuk bertemu malam ini. Aku menuju tempat pertama kali kami bertemu dulu. Sebuah toko buku.

Kenangan masa lalu berputar bagaikan film lama di otakku. Micha yang cantik. Micha yang mempesona dan Micha yang kucintai.

"Janji kita tak akan berpisah?" Micha menatap mataku dengan binar matanya yang cantik. Aku mengangguk pasti.

"Tidak mungkin aku mau berpisah dengan kekasihku yang cantik ini. Micha tau kan hanya Micha yang paling kucintai," ucapku sambil menyisir rambut panjangnya yang pirang. Micha tertawa senang.

"Nikky, kapan kita menikah?" tanya Micha.

"Micha tau jawabannya," jawabku. Micha memberengut.

"Selalu saja Hana. Kapan Micha jadi nomor satu sih?!" sungutnya kesal. Ugh dia begitu imut. Aku tak tahan lagi melihat bagaimana ia mengerucutkan bibirnya menjadi tampak begitu seksi.

Kuperangkap tubuhnya dibawahku, menciumi bibirnya dengan lembut namun menuntut balasan. Awalnya Micha tak membalas, ia selalu begini jika kesal padaku, ia hanya diam. Namun lama kelamaan seiring sentuhanku di dadanya ia ikut permainan lidahku. Kami menghabiskan malam dengan menjamahi nikmatnya bercinta.

Aku tersenyum mengingat kebersamaan kami. Micha selalu tampak menggemaskan di mataku selama kami bersama hingga kejadian itu mengubah segalanya. Membuat kasih sayangku berubah begitu saja padanya.

"Nikky!"

Wajah cerah dan ceria Micha menyambutku. Ia tak berubah, masih cantik seperti dulu. Rambutnya berwarna pirang dan terurai panjang, begitu indah diterangi lampu jalanan kota. Ia mengenakan mantel bercorak cheetah yang pernah kubelikan untuknya, dan sepatu yang ia kenakan juga hadiah dariku. Aku terkesiap melihat ia begitu cantik.

Micha mengecup pipiku tiba-tiba. Aku mendelik marah, tapi Micha malah terkikik senang lalu membukakan pintu mobilnya.

"Aku bawa mobil, kau lihatkan," kataku. Micha memberengut dengan ekpresinya yang lucu.

"Micha tau, tapi Micha mau Nikky naik ke mobil Micha," katanya penuh nada manja ditambah lagi ia mengaitkan lengannya di lenganku. Aku menghela napas mengalah. "Baiklah," kataku. Micha bersorak senang.

"Micha senang Nikky mau bertemu lagi dengan Micha, baby," ucapnya masih dengan senyuman yang terlampau lebar menurutku. Jika dulu aku selalu terpana dengan tarikan dua sudut bibirnya itu tapi kini setiap gerak melengkung bibirnya membuatku jengah dan gelisah. Masa kejayaan cintaku padanya sudah pudar.

"Ada perlu apa? Aku tak punya waktu banyak," ucapku sedingin mungkin.

Micha memberengutkan wajahnya. "Micha mau bersama Nikky malam ini, baby"

"Stop! Kita sudah berakhir Micha, jangan membuatku mengulangi kalimat perpisahan itu lagi"

Micha berdehem. Ia mengubah posisi duduknya yang tadinya miring menghadapku kini menghadap ke depan lalu cepat memasang seatbeltnya dengan tenang, air mukanya berubah dan itu membuatku makin gelisah. "Pakai seatbelt mu," ucapnya. Aku hanya mengikuti ucapannya tanpa bicara.

Micha mengendarai mobilnya dengan tenang. Kami diselimuti keheningan, sama sekali tak ada suara selain bunyi mesin mobil yang menderu. Hingga akhirnya Micha bersenandung, "In the land of Gods and monsters, I was an angel-" Aku terkesiap, suara merdu Micha mengingatkanku pada masa lalu. Lagu yang ia senandungkan adalah lagu yang selalu ia nyanyikan untukku dulu.

Expectation of Fate (YAOI) - slow updateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang