"Noona! Kau gila?? Kau menempati trend teratas untuk fashion musim semi. Katanya rancangan mu menjadi topik panas yang mengundang banyak peminat." Ujar Seungkwan.
"Benarkah??" Tanyaku. Ia mengangguk girang.
"Hm, sepertinya ada yang akan kembali sibuk nih." Sahut seseorang dengan tiba-tiba dari belakangku.
"Hehehe, tapi tidak akan sesibuk kemarin-kemarin kok, Jun. Tenang saja." Balasku.
"It's okay, sweetie. Asal jangan terlalu kelelahan. Oiya, Selamat! Kau memang paling keren!"
"Thanks, Jun."
***
Ya, aku mungkin tidak menepati janjiku pada Jun bahwa setelah fashion show, itu semua akan kembali seperti biasa. Aku tidak mengira rancanganku akan memikat orang sebanyak itu, atau bahkan menjadi trending topic. Tapi setidaknya Jun sudah lebih biasa dan mengerti sekarang, ia sepertinya mulai mendukungku sepenuhnya jadi ia tidak akan banyak protes lagi apabila aku sibuk. Walau begitu, kewajibanku sebagai seorang istri tetaplah nomor satu. Aku tidak akan membiarkan suamiku begitu saja bukan?
***
Sudah sekitar 2 jam penuh kuhabiskan di ruangan kerjaku. Tenggorokanku mulai terasa kering dan membutuhkan cairan.
"Seungkwan-ah. Boleh tolong ambilkan air?" Pintaku pada Seungkwan yang sedang merapikan rak buku milikku.
"Okay." Balasnya kemudian berjalan menuju pintu.
"Eh! Sekalian susu cokelat dan semangkuk biskuit boleh? hehehe." Cegatku. Seungkwan memutar bola matanya malas.
"Banyak mau." Ucapnya yang langsung keluar dari ruanganku. Aku hanya tertawa kecil atas tingkahnya yang seperti itu. Kesal, tetapi ia tetap menurut. Aku pun kembali membacakan komentar orang-orang mengenai rancaganku. Ada beberapa komentar buruk, namun komentar baik jauh lebih banyak jumlahnya. Itulah yang membuatku semangat. Komentar buruk pun penting menurutku sebagai motivasi untuk meningkatkan kemampuanku untuk rancangan selanjutnya.
Tak lama kemudian, seseorang mengetuk pintuku.
"Masuk." Ucapku. Yina pun memasuki ruanganku dengan sebuah nampan di tangannya. Aku mengkerutkan alisku bingung.
"Tadi Seungkwan harus mengambil pos, jadi aku yang mengantarkan ke sini." Jelasnya yang sepertinya mengerti ekspresi wajahku sebelumnya.
"Ah, begitu." Balasku.
"Terimakasih, Yina." Ucapku setelah ia menaruh pesananku itu. Ia pun tersenyum ke arahku dan membungkukkan badannya kemudian pergi dengan nampan kosong di tangannya. Aku pun menghetikan aktivitasku untuk menikmati semangkuk biskuit dan juga segelas susu cokelat di hadapanku.
"Bagaimana? Enak? Itu bukan aku yang bikin loh." Ujar Seungkwan yang tiba-tiba saja masuk dengan seamplop surat di tangannya.
"Yina yang bikin?" Tanyaku. Ia mengangguk.
"Pantas saja sedikit berbeda." Ujarku lagi.
"Tapi enak kan?"
"Enak sih. Tapi buatanmu lebih cocok dengan seleraku." Balasku.
"Hm, bisa saja."
"Aku serius."
"Oh, ya. Ada surat nih, noona. Sepertinya undangan pernikahan." Ujar Seungkwan sambil menyodorkan suratnya kepadaku.
"Undangan pernikahan? Ah! Sejeong!" Ujarku setelah membaca sepasang nama yang terpampang di atas amplop tersebut.
"What?? Di Jepang? Ada apa sih sebenarnya hubungannya teman-teman kuliahku dengan orang Jepang? Kemarin kekasih Jeonghan orang jepang, sekarang Sejeong juga akan menikah dengan orang jepang." Ujarku.
"Ada apa, noona?" Tanya Seungkwan.
"Pernikahannya diadakannya di Jepang. Aku tidak tau bisa datang atau tidak, tapi dia sahabatku dan sudah lama juga tidak bertemu. Dia pasti akan senang kalau aku datang." Jelasku.
"Tanya saja dulu sama Bang Jun."
"Kau benar, tidak mungkin juga sih aku ke sana tanpa dia. Baiklah, nanti kutanya." Balasku. Aku pun melanjutkan melahap biskuitku yang masih tersisa banyak di dalam mangkuk.
"Noona, sebentar ya. Aku ambil minum dulu, haus." Ujar Seungkwan. Aku pun mengangguk sebagai balasan. Aku kemudian mengudahi memakan camilanku dan memutuskan untuk melanjutkan pekerjaanku.
Tanpa kusadari, jariku sedaritadi tak henti-hentinya memijat kepalaku yang tiba-tiba saja terasa pening. Keringat dingin pun mulai melembapkan sekujur tubuhku. Aku berusaha bangkit dari tempat dudukku untuk berbaring sejenak di sofa, namun itu begitu sulit. Kepalaku seolah ditekan dengan kuat, kakiku pun gemetar.
"Seungkwan-ah! Seungkwan.." Panggilku lemas pada Seungkwan yang belum kunjung kembali, berharap ia dapat mendengarku dari luar.
Tak lama kemudian penglihatanku mulai buram. Kakiku yang semakin lemas pun tidak kuat lagi untuk dijadikan tumpuan oleh tubuhku. Aku pun tersungkur ke lantai kayu ruanganku yang keras itu.
"Maaf, noona aku lama karena- ASTAGA, NOONA!"
Seungkwan yang baru saja masuk segera berlari menghampiriku. Itulah hal terakhir yang aku lihat maupun dengar sebelum akhirnya semua menjadi gelap.
tbc
![](https://img.wattpad.com/cover/203868485-288-k575149.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Spring 2.0 • Junhui ✔
Fanfiction"Namanya Wen Bomi" (kelanjutan dari cerita Spring , disarankan untuk membaca cerita pertama terlebih dahulu)