43

560 71 8
                                    

Author's POV

Satu minggu lagi telah berlalu, dan Jun masih menghabiskan hari-harinya di dalam mobil. Meskipun Seungkwan sudah terus menerus mengiriminya pesan ke nomor istrinya setelah kejadian 'Yina' Itu dan menyuruh Jun untuk pulang, ia tetap saja tidak ingin kembali. Ia masih membutuhkan waktu untuk menyendiri. Sampai kapan itu? Ia sendiri pun tidak tau. Mungkin selamanya.

***

Kini Jun tengah berdiri di tepi jembatan Sungai Han. Ia merasa hilang, tersesat, tidak dapat menemukan jalannya kembali. Ia merasa seperti telah kehilangan separuh dirinya.

Jun tidak pernah menyadari bahwa selama ini dirinya telah di anugerahi seorang malaikat tanpa sayap di hidupnya. Namun apa? Dia malah memilih untuk memuaskan hasratnya bersama wanita lain yang bahkan tidak dicintainya, Park Yina. Bahkan Park Yina lah yang ternyata membuat wanita yang benar-benar dicintainya harus kehilangan nyawanya. Dan sekarang setelah malaikat itu pergi dari hidupnya, barulah Jun sadar betapa beruntungnya dia pernah memiliki malaikat itu sebagai pendampingnya. Ia baru menyadari betapa bodohnya dia selama ini. Namun benar kata orang, bahwa penyesalan selalu datang terlambat.

Jun membuka liontin yang pernah ia berikan pada istrinya. Liontin itu selalu ada di dalam sakunya beberapa hari terakhir. Dilihatnya gambar dua insan yang terlihat bahagia, di hari yang tak akan pernah dilupakannya itu. Hari pernikahannya.

"Aku benar-benar tidak bisa hidup tanpamu." Lirihnya. Ia pun menutup liontin itu dan mengepalnya erat.
Jun dengan kakinya yang gemetar mulai melangkah menaiki besi jembatan.

"Untuk apa aku hidup kalau harus tanpa kehadiranmu..." Ucap Jun yang kini sudah berdiri pada bagian luar jembatan.

"Biarkan aku menyusulmu." Sambungnya. Namun saat ia sudah akan melepaskan pegangannya, sebuah tangisan anak kecil menghentikan aksinya. Ia pun menoleh ke sumber suara dan mendapatkan sesosok anak perempuan yang tengah menangis karena jatuh dari sepeda roda tiganya.

"Appaaa!" Rengeknya memanggil sang ayah sebelum akhirnya seorang pria berlari menghampirinya dengan wajah cemas.

"Appa disini, Yeoreum-ah. Kau baik-baik saja?" Ucap pria yang ternyata adalah ayahnya. Pria itu kemudian membawa gadis kecil itu ke dalam pelukannya kemudian mengusap-usap luka pada lutut buah hatinya itu.

"Aniya, appa. Ini sakit sekali." Balas gadis itu.

"Baiklah, ayo kita pulang dan obati lukanya." Pria itu pun langsung menggendong anaknya dengan satu tangan, sedangkan tangan lainnya digunakan untuk membawa sepedanya.

"Tapi pasti akan perih saat diobati." Ujar gadis kecil tersebut pada ayahnya.

"Appa akan membelikanmu es krim setelah diobati. Mau?" Ucap pria itu. Gadis itu pun mengangguk girang. Mereka pun akhirnya berlalu.

Junhui's POV

Menyaksikan hal tersebut, aku mematung disana. Hatiku tersentuh karenanya, menyadarkanku pada sesuatu. Bagaimana bisa aku melupakan buah hatiku yang baru saja datang ke dunia ini beberapa waktu lalu.

"A-apa yang kau lakukan, Wen Junhui.." Lirihku. Aku pun kembali memanjat besi jembatan, kemudian langsung berlari menuju mobilku.

'Aku telah gagal menjadi seorang suami, maka aku tidak akan gagal menjadi seorang ayah.' Gumamku dalam hati. Aku pun langsung menginjakkan gas dan meninggalkan tempat itu.

***

Mobilku berhenti saat sudah sampai di depan gedung apartemen Chan. Aku pun segera turun dan memasuki gedung tersebut. Tanpa berlama-lama lagi, aku langsung menuju lantai 16, dimana apartemen Chan berada.

Ting tong

Aku memencet bel apartemen Chan, dan akhirnya ia pun membukakan pintunya.

"Oh, hyung!" Ujarnya terkejut saat melihatku.

"Hai, Chan. Aku akan menjemput anakku, dimana dia?" Tanyaku cepat.

"Ohh, dia baru saja tidur siang. Ayo."  Balas Chan. Aku pun memasuki apartemennya dan mengikuti kemana adikku itu pergi. Setelah sampai di depan sebuah kamar, Chan pun membuka pintunya dan membiarkanku masuk.

Disitulah untuk pertama kalinya, aku melihat anak perempuanku, tengah tertidur dengan tenang. Bahkan di usianya yang baru dua minggu itu, aku sudah dapat melihat kemiripan dengan ibunya pada wajahnya.

Aku yang sudah tidak dapat menahan air mataku pun akhirnya membiarkannya mengalir membasahi pipiku. Dengan perlahan dan hati-hati, aku membawa bayi kecilku ke dalam pelukanku.

"Maafkan appa, sayang. Maafkan appa atas segalanya. Appa telah gagal menlindungi eomma. Tapi appa berjanji akan berusaha menjadi appa yang terbaik untukmu, cantik." Isakku. Aku kemudian mendaratkan sebuah kecupan di pipinya yang masih sangat halus dan lembut itu. Chan yang sedaritadi memperhatikanku pun tersenyum ke arahku.

"Sudah punya nama untuknya? Selama ini aku hanya memanggilnya dengan sebutan 'Bayi kecil'" Ucapnya. Aku pun tertawa kecil mendengar ucapannya itu. Kemudian aku kembali menatap si kecil yang ada di dalam pangkuanku itu. Setelah beberapa saat berpikir, aku pun akhirnya mendapatkan nama yang cocok untuknya.

"Namanya Wen Bomi." Ujarku pada Chan sambil tersenyum.

"Cantik." Balas Chan sambil mendekatiku.

"Tentu saja. Nama yang cantik untuk seorang bayi yang cantik." Ujarku.

"Chan, terimakasih banyak sudah merawatnya dengan baik. Sekarang aku akan membawanya pulang." Ujarku lagi.

"Kau sudah baikan, hyung?" Tanyanya. Aku pun terdiam kemudian menghela napas panjang.

"Mungkin belum. Tapi anakku membutuhkanku. Aku harus menjaga malaikat kecilku yang satu ini, Itu sudah menjadi kewajibanku. Aku tidak ingin gagal lagi, Chan." Balasku. Chan pun mengangguk sebagai balasan.

"Hyung masih akan tinggal di rumahmu itu, atau pindah?" Tanyanya lagi.

"Aku tidak akan pernah meninggalkan rumah itu. Terlalu banyak kenangan di dalamnya. Seungkwan juga masih tinggal disana." Balasku.

"Wah, Seungkwan hyung tidak pulang ke kampung halamannya? Aku mungkin akan sering berkunjung, hahaha."

"Kalau mau tinggal bersama kami juga tidak masalah, Chan. Supaya tidak terlalu sepi." Ucapku.

"Lihat saja nanti." Balasnya. Aku pun mengangguk.

"Baiklah, terimakasih lagi, Chan. Aku akan pulang sekarang." Ujarku.

"Hmm, paman akan merindukanmu." Balas Chan sambil mencolek hidung kecil milik Bomi. Aku pun tertawa geli melihatnya.

"Byee, Chan!"

"Bye, Hyung! Hati-hati."

***

Setelah kejadian itu, aku pun kembali ke rumah milik aku dan istriku. Seungkwan begitu senang karena hal tersebut, ditambah aku tidak kembali sendirian, melainkan bersama malaikat kecilku, Wen Bomi.

Andai saja istriku masih ada di sisiku saat ini, mungkin aku tidak akan kesulitan merancang kamar tidur untuk Bomi. Meskipun ada Seungkwan, tapi sejujurnya dia tidak begitu membantu karena dia selalu saja berbicara dan ujungnya malah membuang-buang waktu. Walau begitu, aku bersyukur setidaknya ia masih mau menganggapku sebagai keluarganya dan memaafkan kesalahan besarku beberapa waktu lalu.

***

Sayang, andai saja kau dapat melihat putri kita yang satu ini. Ia begitu mirip denganmu, sangat cantik. Mengapa kau harus pergi begitu cepat?

Tapi tenang saja, aku akan membesarkannya menjadi seorang gadis yang hebat sepertimu. Aku akan melindunginya dan selalu ada untuknya apapun yang terjadi.

tbc

Spring 2.0 • Junhui ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang