WARNING!
MENGANDUNG BAWANG
***
Setelah menunggu berjam-jam tanpa istirahat dan makan, akhirnya seorang dokter pun keluar dari ruangan tersebut dengan ekspresi yang tidak dapat dijelaskan. Jun, Seungkwan, dan juga Chan pun langsung berdiri secara bersamaan, siap mendengarkan penjelasan dari dokter.
"Dokter! Bagaimana dok??" Tanya Jun yang langsung menghampiri sang dokter.
"Anak anda selamat, dia seorang perempuan. Kami akan membersihkannya terlebih dahulu." Ucap dokter sambil tersenyum. Jun pun menutup mulutnya yang terbuka dengan tangannya. Matanya berkaca-kaca, ia sangat lega dan bersyukur mendengar hal tersebut. Chan dan Seungkwan pun juga ikut tersenyum dan berhambur memeluk Jun untuk memberikan selamat.
"Tapi.." Ucap dokter yang senyumannya seketika luntur dari wajahnya. Jun yang memperhatikan hal tersebut pun ikut membuat ekspresi yang sama.
"Tapi apa dok??" Tanya Jun cepat. Namun dokter itu hanya terdiam. Perasaannya pun mulai tidak enak.
"Dok! Dokter, jawab saya!" Ucap Jun dengan suara yang semakin tinggi sambil mengguncang-guncang tubuh dokter yang ada di hadapannya itu. Namun alih-alih menjawab, dokter tersebut hanya menggelengkan kepalanya kemudian menunduk.
"D-dok, jangan bilang.."
"Maaf. Kami sudah berusaha sebaik mungkin." Ucap sang dokter. Jun mebelalakkan matanya tidak percaya.
"Tidak! Tidak mungkin! Kau pasti bercanda!" Jun pun langsung berlari memasuki ruang gawat darurat untuk melihat keadaan istrinya.
Disitulah ia melihat wanita tercintanya terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dengan berbagai alat bantu menempel pada tubuhnya. Wajahnya pucat, kedua matanya tertutup rapat.
"Sayang! Sayang, kumohon bangun! Aku mohon maafkan aku. Bangunlah!Aku berjanji akan melindungimu kali ini, aku berjanji akan menjadi pria yang lebih baik lagi, aku berjanji! BANGUN SAYANG!" Jun terus mengguncang-guncang kuat tubuh istrinya sambil menangis. Namun ia sudah terlambat, bagaimanapun wanita itu tidak akan pernah terbangun lagi. Seungkwan dan Chan yang menyaksikan hal tersebut hanya bisa mematung seolah tidak percaya bahwa kakak perempuannya yang selama ini telah merawat mereka dengan sepenuh hati, akhirnya pergi meninggalkan mereka untuk selamanya.
"Dokter, kumohon dokter. Ini pasti salah. Aku yakin dokter." Isak Jun pada sang dokter yang tengah berjalan menghampirinya.
"Maafkan kami, tuan. Kami benar-benar sudah berusaha semampu kami. Kami turut bersedih atas kepergiannya." Balas dokter.
Jun perlahan menyentuh tangan istrinya yang sudah terasa dingin. Hatinya benar-benar hancur melihat wanita yang begitu dicintainya tak lagi bernyawa.
"T-tidak tidak tidak. Tidak mungkin. TIDAK!" Jun kembali menangis hebat. Kali ini jauh lebih histeris dari sebelumnya.
Sang dokter pun kemudian mendekati Jun yang tengah menangis di sisi ranjang istrinya. Ia kemudian menepuk bahu milik Jun.
"Saya tidak pernah mengenal istri anda, tapi saya yakin dia adalah wanita dan seorang ibu yang hebat. Jarang sekali seorang bayi yang masih berada di dalam kandungan selamat dalam kecelakaan besar seperti itu. Tapi sepertinya istri anda telah berhasil melindungi anaknya saat kecelakaan itu terjadi, tidak peduli apa yang harus dikorbankannya. Tak terkecuali nyawa." Ucapan sang dokter semakin membuat tangisan Jun menjadi-jadi. Dadanya benar-benar sakit. Hatinya sangat enggan untuk menerima kenyatan bahwa istrinya telah pergi meninggalkannya untuk selamanya.
"Kami akan menempatkan anakmu di ruangan sebelah. Suster akan mengurusnya untuk sementara, hingga anda merasa lebih baik." Lanjut dokter.
Sang dokter pun akhirnya pamit dan meninggalkan ruangan itu. Jun berkali-kali mencium tangan istrinya yang masih terus digenggamnya dengan erat.
"Maafkan aku, sayang. Maafkan aku." Isak Jun sambil mengusap kepala wanita itu kemudian mencium keningnya. Ia begitu menyesali segala perbuatan buruk yang pernah dilakukannya pada istrinya. Bahkan kesan terakhir istrinya padanya pun samasekali tidak baik. Ia merasa telah gagal. Ia merasa seperti manusia paling buruk yang pernah ada.
"AAAH!" Jun berteriak sangat keras kemudian langsung bangkit dari duduknya. Suara tangisnya semakin besar mengisi ruangan itu. Ia mengacak-acak rambutnya kemudian memukul dinding rumah sakit berkali-kali.
Jun pun kembali berlari menghampiri istrinya dan memeluknya erat.
"Jangan tinggalkan aku! Aku mohon jangan tinggalkan aku! Aku tidak bisa hidup tanpamu, sayang. Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Aku mohon kembalilah." Isak Jun. Ia kemudian melepaskan pelukannya dan menempatkan bibirnya di dahi istrinya.
"I love you very much." Lirihnya yang masih menempelkan bibirnya di kening wanitanya itu. Air matanya pun mengalir deras membasahi pipinya. Setelah cukup lama, ia pun akhirnya melepaskan bibirnya.
"Noona.. noona bilang noona akan memasak banyak makanan untukku, noona bilang akan membuatkanku susu cokelat kesukaanku, tapi kenapa noona malah pergi meninggalkan kita semua?" Isak Chan yang sedaritadi belum bersuara.
"Walau begitu, aku tau noona akan segera mengunjungi tempat yang jauh lebih indah setelah ini." Sambungnya. Mendengar hal tersebut, Jun langsung menoleh ke arah Chan sambil tersenyum tipis dengan mata yang sudah sangat sembap akibat menangis. Sedangkan Seungkwan masih tidak dapat berbicara dan hanya mengusap-usap pundak milik noona-nya itu.
"Chan, boleh kutitip anakku dulu untuk beberapa lama? Kurasa emosiku akan sulit terkontrol beberapa hari kedepan dan aku takut akan menyakitinya tanpa sengaja." Ujar Jun pada Chan. Chan pun mengangguk. Ia mengerti kalau kakaknya itu pasti akan semakin kacau nantinya.
***
BRAK
Suara pintu yang terbuka dengan keras itu membuat ketiga pria yang sedang bersedih itu menoleh ke arah sumber suara dengan cepat. Tanpa ragu, orang itu langsung menarik baju yang dikenakan oleh Jun.
"APA YANG TELAH KAU LAKUKAN, WEN JUNHUI!?" Bentaknya sambil mencengkram kerah milik Jun.
BUGHH
Satu pukulan keras didaratkannya pada wajah Jun dan membuatnya tersungkur ke lantai. Pria itu pun berlutut di hadapan Jun yang tengah meringkuk kesakitan dan mengangkat dagu milik Jun dengan telunjuknya.
"Kau tau seberapa besar aku mencintai wanita itu, Wen Junhui!?? HAH!?" Ucapnya penuh amarah kemudian kembali memukul wajah Jun.
"Aku merelakannya bersamamu karena kupikir kaulah yang dapat membuatnya bahagia, tapi apa? Kau telah menyia-nyiakan wanita itu untuk wanita lain yang bahkan tidak sebanding dengannya. Dan sekarang... sekarang ia sudah tiada..." Ujar pria bernama Lee Seokmin itu. Ia kemudian mulai menangis.
"KAU GILA!??" Seokmin kemudian menjambak rambut Jun dan menghempaskannya kembali ke lantai.
"Harusnya aku tidak pernah membiarkanmu memilikinya, brengsek!!" Kini Seokmin pun berdiri dan mulai menendang perut Jun bertubi-tubi. Namun Jun tidak ingin mengatakan apapun atau bahkan melawannya. Ia membiarkan pria tersebut menyakitinya walaupun cairan merah sudah keluar dari mulutnya. Jun merasa dirinya pantas mendapatkannya.
"BERHENTI!" Bentak Chan yang langsung menarik Seokmin dan menahannya.
Junhui's POV
Kini aku terbaring di lantai rumah sakit, merasakan perih di wajahku dan juga nyeri di perutku. Rasa darah yang khas seperti besi mulai terasa di dalam mulutku.
'Aku pantas mendapatkannya. Aku pun benci pada diriku sendiri, aku pantas mendapatkannya.' Gumamku dalam hati.
Tak kusangka hari ulangtahunku kali ini berubah menjadi hari terburukku, namun juga hari terbaikku, entah aku harus bersedih atau bersenang. Karena hari ini aku baru saja kehilangan wanita yang begitu kucintai untuk selamanya, namun hari ini aku juga kedatangan seorang malaikat kecil dalam hidupku.
Lama-kelamaan, pandanganku menjadi buram, dan akhirnya yang aku lihat hanyalah hitam.
tbc
***
Maaf banget, semuaa 😌
ini belum tamat ya guys masi ada lanjutannya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Spring 2.0 • Junhui ✔
Fiksi Penggemar"Namanya Wen Bomi" (kelanjutan dari cerita Spring , disarankan untuk membaca cerita pertama terlebih dahulu)