18

599 89 3
                                    


Satu minggu penuh aku merawat Jun, dan sekarang keadaan kembali normal. Meskipun luka Jun belum pulih sepenuhnya, tapi kurasa ia sudah dapat kembali bekerja asal tidak terlalu berat. Chan juga sudah kembali ke apartemen miliknya.

"Noona, kenapa tidak buka kembali saja butik-butikmu?" Tanya Seungkwan tiba-tiba mengalihkan perhatianku dari setumpuk pekerjaanku yang belum kuselesaikan. Yang ia maksud adalah butik-butik lamaku yang aku tinggalkan karena tertekan akibat kepergian mama saat itu.

"Kurasa ini sudah cukup. Lagipula pesanan-pesanan yang aku terima bukan dari sembarang orang, tapi dari perusahaan-perusahaan hiburan untuk dikenakan oleh penyanyi ataupun aktris dan aktor mereka pada acara-acara besar. Itu bayarannya sudah lebih dari cukup." Jelasku.

"Iya sih, tapi sayang saja usahamu dari awal ditinggalkan begitu saja, mana cabangnya sudah banyak di Korea. Butik-butikmu itu kan yang membuat namamu terdengar sampai luar negeri." Balasnya. Aku menghela napasku.

"Sekarang aku sudah punya suami, bahkan sembilan bulan lagi aku akan menjadi seorang ibu. Mengurus butik tidaklah mudah. Aku lebih baik seperti ini saja." Ucapku sambil mengelus-elus perutku dengan kandungan yang masih berusia dua minggu itu. Seungkwan mengangguk mengerti. Aku pun kembali menyelesaikan pekerjaanku yang menumpuk.

***

Hari pun mulai gelap. Aku rasa kerjaku sudah cukup untuk hari ini dan sudah saatnya aku memasak makan malam. Aku melihat-lihat bahan masakan yang kupunya dan akhirnya memutuskan untuk memasak semur kesukaan Jun.

Sambil merebus air dan memotong bahan-bahan yang nantibya akan dimasukkan ke dalam semur, aku menyetel lagu yang dari dulu hingga sekarang selalu menjadi lagu favoritku. Apa lagi kalau bukan lagu ciptaan suamiku sendiri, 'can you sit by my side?' yang saat itu didedikasikan untukku.

"Sedang masak apa sih?"

Sepasang lengan kekar tiba-tiba saja memelukku dari belakang.

"Eh, Jun hehehe. Sedang masak makan malam dong." Balasku.

"Semur kesukaanku ya?" Tanyanya lagi. Aku mengangguk sebagai balasan. Ia pun melepaskan pelukannya dan berlalu. Aku sedikit kecewa karena aku sedang benar-benar merindukannya.
Namun kemudian lagu yang kuputar sejak tadi mati seketika.

"Hey!" Ucapku pada Jun saat mengetahui bahwa itu dia yang mematikannya. Ia tidak membalasku dan malah kembali memelukku dari belakang kemudian meletakkan dagunya di bahuku.

"Lanjutkan saja masaknya, biar aku nyanyikan langsung untukmu." Ujarnya. Itu membuat jantungku berdetak sedikit lebih cepat dari sebelumnya. Jun yang masih memelukku pun mulai menyanyikan lagunya itu.

"Your hair is as quite as the dark night
(Rambutmu setenang malam yang gelap)

Making me think of you from night till dawn
(Membuatku memikirkanmu dari malam hingga subuh)

My longing is hard to unravel
(Kerinduanku sulit untuk diuraikan)

A riddle that can't be solved
(Sebuah teka-teki yang tidak bisa diselesaikan)

You're just like a ray of sunshine in the spring rain
(Kau seperti sinar mentari di hujan musim semi)

That shines into my heart
(Yang menyinari hatiku)

Letting that flower bloom quetly
(Membiarkan bunga itu mekar dengan tenang)

If i walk closer to you little by little
(Jika aku berjalan mendekatimu sedikit demi sedikit)

Please don't run away, let me sing softly like this
(Tolong jangan lari, biarkan aku bernyanyi dengan lembut seperti ini)

If you listen to this song word by word, line by line
(Jika kau mendengarkan lagu ini kata demi kata, baris demi baris)

Can you sit by my side?
(Bisakah kau duduk disisiku?)"

Tak kurasa air mataku lolos begitu saja. Aku meletakkan sendok kayu yang sedaritadi kugunakan untuk mengaduk semur dan berbalik untuk memeluk Jun.

"That was beautiful" Ucapku di dalam pelukannya. Jun mengangkat daguku dan menatapku.

"Kau menangis??" Tanyanya. Aku pun kembali menyembunyikan wajahku di dadanya, namun ia juga kembali mengangkat kepalaku.

"Aku sangat mencintaimu." Ucap Jun sambil menyeka air mataku dengan ibu jarinya.

"Aku pun begitu, Jun"

Jun kemudian mencium keningku lembut.

"Yasudah, kau duduk dulu gih di ruang makan, nanti aku antar semurnya kalau sudah jadi." Ucapku.

"Tidak, aku disini saja." Balasnya dan langsung mengambil duduk di mini bar sebelah tempatku memasak. Aku pun terkekeh melihat tingkahnya dan lanjut memasak.

Entah mengapa, ditengah-tengah memasak aku merasa gugup karena sepasang bola mata milik Jun terus memperhatikanku.

"Kenapasih sudah menikah juga masih aja begini" Ujarku pelan hampir berbisik sambil memukul ringan dadaku karena jantungku terus berdegup kencang sedaritadi.

"Apa?" Sahut Jun yang sepertinya mendengar ucapanku tadi.

"Ah, Junnn" Rengekku.

"Berhentilah menatapku seperti itu aku tidak bisa fokus, nanti kalau semurnya tidak enak gimana"

"HAHAHA baiklah baiklah, aku tutup mata nih" Balasnya yang kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Aku pun melanjutkan kegiatan memasaknya.

***

"Selesai!" Ucapku setelah mematikan kompor. Aku menoleh ke arah Jun yang masih menutup wajahnya, namun ternyata jarinya tidak merapat sehingga ia masih bisa melihatku melalui sela-sela jarinya.

"Yak Junhui!" Aku memukulnya dengan celemek yang baru saja aku lepas. Ia malah tertawa menerima pukulan bertubi-tubi dariku.

"Hehehe maaf aku tidak tahan kau cantik sekali" Ujarnya. Aku pun berhenti memukulnya dan berbalik untuk menuangkan semurnya ke dalam mangkuk besar. Aku menyibakkan rambutku ke samping agar Jun tidak bisa melihat wajahku yang sedang menahan senyum akibat perkataannya.

"Ayo, ke meja makan." Ujarku pada Jun sambil mengangkat semangkuk semur buatanku.

"Sini biar aku yang bawa." Jun pun merebut semurnya dari tanganku.

"Hm? Kenapa itu?" Tanya Jun tiba-tiba.

"Apanya kenapa?" Tanyaku balik.

"Itu, kok merah?" Ucap Jun dan menunjuk ke arah pipiku. Aku pun langsung menangkup kedua pipiku dan berlari ke ruang makan meninggalkan Jun sendiri di dapur.

"HAHAHAHA GEMASNYA!" Suaranya begitu nyaring sampai-sampai terdengar ke ruang makan yang jaraknya tidak begitu dekat dari dapur.

Jun pun datang sambil membawa semur buatanku kemudian meletakkannya di atas meja makan.

"Hahaha, kau ini kenapa sih? Lucu sekali." Ujar Jun padaku. Aku tidak menjawab dan langsung menyodorkan piring berisi nasi padanya.

"WAH, ADA SEMUR!" Seru Seungkwan yang tiba-tiba datang memecahkan suasana manis sekaligus canggung untukku.

"Ah, merusak suasana saja." Ketus Jun yang langsung mengambil duduk di sebelahku.

"Nih, Seungkwan" Ujarku sambil menyodorkan piring berisi nasi pada Seungkwan.

"Makasih noona cantik!"

"Tuhkan aku bilang juga apa, memang cantik!" Sahut Jun.

"SELAMAT MAKAAN" Ujarku keras untuk mengalihkan pembicaraan Jun yang terus-terusan bersikap manis malam ini.

Aku tidak mengerti kenapa jantungku masih berdetak cepat ketika ia melakukan semua hal itu padaku. Rasanya masih sama seperti masa-masa pacaran saat dulu. Ya, walaupun memang sepertinya tidak ada orang yang dapat menahan rasa seperti itu jika terus-terusan diperlakukan manis oleh seseorang yang ketampanannya tidak manusiawi seperti dirinya.

Spring 2.0 • Junhui ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang