Hari ini adalah hari ulangtahunnya, namun Wen Junhui tidak merasakan perasaan senang sedikitpun pada hari spesialnya itu. Ia tahu ia harusnya kembali hari ini, tapi saat ini saja ia masih mengumpulkan keberaniannya untuk bertemu lagi dengan istrinya. Sedangkan Chan sudah berangkat duluan beberapa menit yang lalu.
"Hhh, aku tidak bisa seperti ini terus." Ucap Jun kemudian mengusap wajahnya kasar. Ia pun berdiri dari sofa yang sedaritadi menjadi tempat duduknya. Dengan gugup, ia mengambil kunci mobilnya dan melangkah keluar dari apartemen milik adiknya itu, setelah sekian lama mengurung dirinya di dalam sana.
Setelah memasuki mobil, Jun tidak langsung menginjakkan gas. Ia masih merasa begitu gugup dan cemas mengenai apa yang harus dikatakannya nanti. Ia menggigiti kukunya. Kakinya pun terus bergerak naik turun merefleksikan apa yang dirasakannya saat ini.
"Oke, Wen Junhui. Kau bisa melakukannya." Ucapnya. Ia pun menaruh kedua tangannya di atas stir dan mulai menjalankan mobilnya.
Sepanjang perjalanan, ia terus menghela napasnya berkali-kali mencoba untuk menenangkan diri. Namun hal itu justru semakin membuatnya gugup. Ia pun memutuskan untuk menyalakan radio yang ia pikir dapat mengalihkan pikirannya untuk sementara.
***
Jun menginjakkan rem saat lampu lalu lintas memancarkan cahaya berwarna merah. Selama menunggu lampu itu berganti warna menjadi hijau, Jun terus mengetuk-ngetuk jarinya pada stir mobil, kemudian kembali menggigiti kukunya untuk yang kesekian kalinya. Pikirannya benar-benar tidak tenang saat ini. Dia merasa begitu gugup dan malu untuk kembali muncul di hadapan istrinya setelah melarikan diri darinya. Belum lagi pikiran soal perceraian yang mungkin akan dibicarakan oleh istrinya nanti terus menghantuinya dan membuatnya takut.
"Hhh, ayolah lama sekali." Ujarnya sambil menatap ke arah lampu lalu lintas yang belum kunjung berganti warna.
CIIITTT BRAKK
Seketika suara nyaring itu mengejutkannya. Matanya langsung beralih pada jalan besar yang berada di hadapannya, menampakkan sebuah mobil taksi yang bentuknya sudah tidak beraturan, terutama pada bagian belakangnya.
Hampir semua orang pun keluar dari mobilnya masing-masing, tidak terkecuali Jun. Namun mereka yang ternyata lebih cepat dari Jun pun sudah memenuhi sekeliling mobil tersebut, sehingga ia tidak dapat melihat secara jelas maupun membantu orang yang ada di dalam mobil itu.
Tak lama kemudian, dengan bantuan beberapa orang, seorang pria paruh baya pun berhasil dikeluarkan dari pintu kemudi dan segera dibawa ke sisi jalan. Ia masih sadarkan diri, hanya saja lengan dan bahunya terluka parah akibat terjepit.
Merasa sudah ada cukup orang yang membantu, Jun pun memutuskan untuk melangkah kembali menuju mobilnya.
"T-tolong. Tolong, masih ada penumpang di dalam sana. D-dia seorang wanita. Siapapun tolong! Dia sedang mengandung!" Ucapan seorang pengemudi yang baru saja diselamatkan itu membuat Jun menghentikan langkahnya. Seketika jantungnya berdegup sedikit lebih cepat dari biasanya.
Drrtt drrtt
Sebuah panggilan tengah masuk. Jun pun merogoh ponselnya dari saku dan melihat nama adiknya terpampang disana. Ia pun segera mengangkatnya.
"Hyung! H-hyung noona..." Isaknya dari seberang sana. Ia menggantungkan kalimatnya seperti tidak sanggup untuk melanjutkan perkataannya. Hal itu membuat Jun sangat takut.
"Chan?? Halo?? Ada apa, Chan?? Dia kenapa?? Aku sedang dalam perjalanan kesana, tapi aku tidak bisa lewat karena-"
"Noona sepertinya kecelakaan..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Spring 2.0 • Junhui ✔
Fiksi Penggemar"Namanya Wen Bomi" (kelanjutan dari cerita Spring , disarankan untuk membaca cerita pertama terlebih dahulu)