Kala itu di musim dingin. Di saat hari sudah mulai gelap, seraya angin bertiup dengan kencang menusuk permukaan kulit. Mantel tebal yang kini ku kenakan pun rasanya masih tidak cukup untuk menghangatkan tubuh ini. Di saat itu pula, baru kuinjakkan kakiku keluar dari tempat yang biasa disebut dengan 'sekolah'. Lega rasanya hukuman yang kuterima akibat terlambat pagi tadi sudah berakhir. Memang masa-masa orientasi siswa adalah waktu yang paling berat semasa SMA.Aku berjalan menuju halte bus seorang diri tanpa sahabatku, Yeonji yang sudah pulang terlebih dahulu. Namun langkahku terhenti ketika melihat beberapa pasang bola mata yang menatapku dengan tatapan marah, benci, hina, dan sejenisnya. Tidak kukenal betul siapa mereka, namun firasatku berkata bahwa mereka berbahaya, seolah memperingatkanku untuk berbalik.
Dengan perlahan, kuinjakkan kakiku satu langkah ke belakang, bersiap untuk lari kapanpun. Sedetik kemudian, salahsatu dari mereka mengucapkan kalimat "tangkap dia". Aku berbalik dan berlari sekuat tenaga melawan arus angin yang menerpa wajahku. Namun sepertinya keberuntungan tidak berpihak padaku hari itu, satu jambakkan kuat berhasil mengenai ubun-ubunku. Aku hanya pasrah dan membiarkan mereka menyeretku kemanapun.
Langkah mereka terhenti di tempat yang terlihat familiar bagiku. Ya, aku tahu tempat itu, beberapa hari lalu aku bersama Yeonji melakukan tur sekolah pribadi dan ini adalah kolam renang dalam ruangan milik sekolahku. Mereka melepaskanku hingga tubuhku tersungkur ke bawah. Ditariknya rambutku oleh salahsatu dari mereka.
"Seungcheol oppa. Dia milikku. Kenapa kau berani dekat-dekat dengannya?" Ucapnya.
'Oppa?' Pikirku. Aku mendelik ke arah mereka semua dan mendapatkan salahsatu dari mereka masih mengenakan tanda pengenal yang wajib untuk selalu dipakai semasa orientasi siswa.
"Cih" Decihku diiringi seringai. Aku mencengkram kuat tangan sang empunya yang sedaritadi digunakan untuk menarik rambutku.
"Kupikir kalian senior. Rupanya kita seangkatan. Jangan berlagak sok seperti penguasa. Dan Seungcheol oppa? Kenapa dia? Aku menolaknya. Ambil saja kalau kau mau. Tapi kupikir dia tidak akan mau dengan perempuan tak berahlak sepertimu. " Ucapku.
"Kurang ajar!"
plak
Satu tamparan keras didaratkannya di pipi kiri ku.
"Tadinya aku sudah akan memaafkanmu tapi rupanya kau lancang padaku. Semoga berhasil menyelamatkan dirimu sendiri, sayang." Ucapnya.
Sedetik kemudian Mereka semua melepaskan mantel yang kukenakan dan melemparku ke dalam kolam renang kemudian meninggalkanku sendirian. Aku merutuk diriku sendiri yang samasekali tidak mempunyai keahlian berenang. Aku mencoba terus menerus untuk menggerakkan kakiku namun air itu teramat sangat dingin. Kulitku rasanya seperti mengelupas karenanya. Tak lama, kurasakan kakiku mulai keram dan tidak dapat digerakkan. Opsi terakhir yang kupunya adalah untuk mencoba mendapatkan pertolongan. Sekalipun tidak ada siapapun disana, aku harus tetap mencoba.
"Tolong! Tolong!" Lontarku sebelum akhirnya aku tenggelam ke dasar kolam renang. Aku menahan nyeri yang begitu parah pada kakiku, berharap nafasku cukup hingga seseorang menyelamatkanku. Kutunggu sekian lama dengan oksigen yang kerap menipis. Namun nihil, tidak ada siapapun disana untuk menyelamatkanku. Penglihatanku mulai kabur. Rasanya sudah tidak mungkin lagi untuk menahan nafas lebih lama. Kepalaku mulai berat diiringi dengan rasa nyeri di sekujur tubuh seakan suhu semakin siap untuk membekukanku di dalam sini.
Kupikir hari itu adalah hari yang sial sekaligus hari terakhir dalam hidupku. Namun harapanku kembali tumbuh ketika melihat bayangan seseorang di atas sana yang terlihat samar. Ia merengkuh tubuhku dan menyelamatkanku dari sana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Spring 2.0 • Junhui ✔
Fanfic"Namanya Wen Bomi" (kelanjutan dari cerita Spring , disarankan untuk membaca cerita pertama terlebih dahulu)