9.

183 37 0
                                    

tidak ada yang lebih mendebarkan dari apa yang fara rasakan terus bermain dengan jarinya untuk meredakan rasa gugup. di kepalanya berputar pertanyaan bagaimana dan apa yang harus dia lakukan.

kenapa bukan aku aja, harusnya aku. racau hatinya.

sedangkan ditto juga tidak kalah panik, dia berlari sekencang mungkin. kehilangan adalah hal yang paling dihindari oleh ditto.

sesampainya di tujuan, emosi yang sudah dipendam tidak bisa dibendung lagi, habis lah fara.

tubuh fara yang semula duduk tibatiba berdiri dengan agak limbung ke depan. ditto lah yang menarik tubuhnya kencang.

satu.

"ini kan yang mau kamu, far?"

dua.

"kamu mau memiliki rumah tangga yang normal, bahagia, hah?!"

tiga.

"tapi sayangnya aku ga bisa wujudin kemauan kamu, dan semua salah kamu udah terima perjodohan ini, kamu yang ngebolehin aku tetap berhubungan dengan sissy. aku tersiksa, fara!"

"kalo sampe terjadi apa-apa aku tun-"

tiga tembakan kalimat menyakitkan itu berhasil menembus hati fara, terakhir hampir tangan ditto yang melayang menghamiri pipi putih nan mulusnya kalau saja tidak ada al yang menahannya.

dalam hati al merasa beruntung bisa datang tepat waktu, dia sampai meninggalkan suatu rapat penting di kantor tadi setelah mendengar suara bergetar fara dari telepon.

"lu boleh marah tapi ga perlu main tangan" suasana di koridor rumah sakit semakin memcekam. jujur baru pertama kali fara mendengar nada bicara al sedingin ini.

ditto tersenyum miring, "gua suaminya, gua berhak ngelakuin apa aja ke fara"

"lu ngakuin dia istri lu kalo lu mau sakitin aja? gua juga berhak ngebela perempuan yang diperlakukan ga adil sama laki-laki ga becus kayak lu"

sebelumnya menargetkan ke fara, sekarang pindah ke al dengan tinjuannya namun tertahan.

"kenapa? pukul dong. lu bahkan ga nanya kondisi fara juga kondisi ba-"

"mas ditto. iya aku yang salah, aku.. terserah mas mau ngelakuin apa ke aku. tapi tolong mas ini rumah sakit, al udah ya boleh anterin aku pulang?"

diusap wajah al kasar, dia tidak puas dengan fara yang malah mengalah lagi.

"ayok far" ucap al kemudian menarik fara pergi dari koridor rumah sakit tersebut.

mata ditto tidak lepas dari dua orang yang sudah jalan menjauh sambil saling rangkul. entah kenapa emosinya justru semakin naik.

"permisi, maaf yang mana keluarga dari sissy anastasya?"

ditto langsung mengalihkan perhatiannya ke dokter yang baru keluar dari ruang ugd.

"saya dok, bagaimana keadaan sissy?"

"maaf dengan suaminya?" tanya dokter tersebut yang dijawab anggukan oleh ditto.

"ibu sissy baik-baik saja, hanya tinggal menunggu dia bangun dari pingsan. luka terparah di bahu ada memar dalam"

leganya setelah mendengar penjelasan dokter. rasa takutnya sangat besar akan kehilangan sissy.

setelah selesai mengurus segala keperluan administrasi, ditto berjalan ke ruang rawat bernomor 121 tersebut. ketika masuk, bau khas rumah sakit langsung menguar ke indera penciumannya. lalu dia duduk di kursi yang disediakan di sebelah ranjang pasien.

"kalo aja dulu aku tolak perjodohan itu dan perjuangin restu mama papa untuk nikah sama kamu.. kamu pasti ga akan kayak gini, ssy"

digenggam tangan sissy erat, mencoba merasakan kesakitan itu sama-sama.

"dit.." walaupun terkesan lirih dan pelan, ditto langsung mengangkat kepalanya dan melihat sissy yang sudah membuka matanya.

"syukurlah kamu udah sadar, aku panggil dokter dulu ya?"

sekuat tenaga sissy menggelengkan kepalanya, "fara mana?"

"pulang kayaknya" kenapa di kondisi seperti ini sissy masih menanyakan fara yang jelas-jelas menyelakai dirinya.

"kamu ga marah kan sama dia?"

"aku begini bukan salah fara kok. aku yang salah, jangan kamu marahin ya"

ditto membuang nafasnya berat, "udah ssy lebih baik kamu istirahat ya, aku mau ambil baju dulu di rumah nanti aku kesini lagi"

betapa berhati mulianya sissy masih meminta ditto untuk tidak memarahi fara yang jelas-jelas penyebab sissy terbaring dengan luka-luka tersebut.

di lain tempat al yang masih kesal juga berusaha membujuk perempuan di depannya ini, "far, kamu yakin?"

"iya al, aku yakin dan aku gapapa"

"tapi kamu lebih baik ikut aku. udah ga ada yang bisa diharapkan lagi dari ditto. dia cuma bisa nyakitin kamu, dia juga kasar sama kamu"

fara gelengin kepalanya, "ditto cuma takut kehilangan sissy, aku tau kok dia bukan orang yang kasar"

"lagi pula aku masih harus bertahan untuk dia-" tambah fara sambil menaruh tangannya di perut, "kalo akhirnya aku memang ga bisa bersama dengan ditto, at least ada anak ini yang menguatkan aku"

"fara, kamu kenapa sih please stop hurting your self" al mengacak rambutnya lalu bangun dari duduknya di sofa ruang tamu rumah fara.

"yaudah kalo ada apa-apa hubungin aku ya, dan itu susu ibu hamilnya udah aku taro di dapur" jelas al kemudian berjalan ke arah pintu keluar.

"makasih banyak ya al untuk semua bantuan dari kamu, kamu pun kalo ada sesuatu yang perlu aku bantu jangan sungkan untuk bilang ya"

al mengangguk. di dalam hati dia meminta, aku butuh bantuan kamu far, bantu aku lupain kamu.

setelah al pulang, fara coba untuk menenangkan dirinya dengan merendamkan tubuhnya di air hangat. pikirannya masih melayang pada ditto yang akan bereaksi apa ketika pulang ke rumah, atau tidak akan pulang lagi?

-to be continued-

it was you; kmgTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang