Dilain tempat di hari yang sama, Arkan tengah berusaha kabur dari rumahnya. Ia sudah tak mampu lagi mengurung rasa rindu dalam dirinya. Ia nekat kabur dari rumah hanya demi bertemu dengan Hani padahal ia tahu akan ada resiko berat setelah ini, tapi ia memilih untuk memikirkannya nanti.
Arkan memesan taxi online karena ia tak mungkin membawa motor atau mobilnya. Ia pergi ke rumah Hani namun saat ia sampai, mobil Hani tak terlihat disana. Ia yakin satu hal, ia pergi bersama Arini. Arkan kemudian menghubungi Arini melalui chat via Whatsapp.
Anda:
Shareloc sekarang, 500K! Gak usah bilang Hani.Arini Predator duid!
Siap bos😽 langsung tf lo, awas aja!!Anda:
Cepet! Telat 1 menit kurangin 100K!Beberapa menit kemudian Arini mengirim lokasinya, tempatnya tak jauh dan Arkan tau tempat itu. Arkan pergi ke lokasi itu dengan ojek online-nya, ia benar-benar rindu dengan Hani sampai ia tergesa-gesa seperti sekarang.
Arkan berdiri di ambang pintu, menatap Hani dengan tatapan sendu. Hani terlihat jelas sedang berbincang dengan barista itu, barista yang jelas Arkan ketahui dia siapa. Ya, Arkan tahu Langit, belakangan ini ia sering mencari dan men-stalk beberapa akun media sosialnya mulai dari Instagram, Facebook, Twitter dan lainnya. Sampai sekarang ia hafal betul dengan Langit.
Tidak semua rindu obatnya temu, gumam Arkan dalam hati. Ia pun bingung dan tak tahu mengapa kata-kata itu muncul dalam pikirannya, semenjak ia menyukai Hani ia merasa seperti sedang diperbudak cinta, namun ia tak pernah keberatan menjalani semuanya.
Arkan memilih untuk putar balik, pulang. Ia bukan pengecut yang memilih pergi ketika bertemu musuh, ia hanya berpikir bahwa saat ini yang paling penting adalah kebahagiaan Hani, ia takut, kedatangannya hanya akan menimbulkan masalah baru untuk Hani. Dengan berat, ia kembali ke rumah, mengurung kembali rindunya dan mengumburnya dalam-dalam.
Sesampainya dirumah Arkan menatap kedepan, bersiap menghadapi masalah baru.
"Dari mana?" Ucap Fathur dengan garang di depan pintu.
"Ar... Arkan dari--"
"Ar, Ar. Udah gede masih aja suka bohong," ucap Fathur sambil mengacak puncak kepala Arkan.
Arkan mendongkak, ia tak percaya ayahnya tak marah padanya, padahal ia sudah lancang pergi tanpa sepengetahuan ayahnya.
"Ay... Ayah gak marah?" Ucap Arkan ragu.
Fathur masuk kedalam rumah, Arkan membuntutinya dari belakang.
"Sini duduk," titah Fathur di kursi ruang tengah.
Arkan menurut, kemudian duduk di sebelah ayahnya.
"Ayah pernah muda juga, ayah pasti tahu apa yang sedang kamu rasakan.""Ma... maksud ayah?" Tanyanya heran.
"Selama ini kamu gak pernah se-nekat ini apalagi sampai pergi dari rumah tanpa sepengetahuan Ayah sama Bunda," ucap Fathur sambil menatap Arkan dengan jahil.
"Ayah..." ucapnya malu.
"Kalau udah jatuh cinta emang ribet Ar, apalagi cinta yang bertepuk sebelah tangan," ledek Fathur.
"Arkan gak pernah bertepuk sebelah tangan, tangan Arkan masih lengkap, masih bisa bertepuk pake dua tangan."
"Ah, ilmu cinta kamu masih cetek!" Ucap Fathur dengan santai.
"Dih, orangtua yang satu ini gayanya gede ya!"
"Ayah emang tua, tapi jiwa percintaan dalam diri Ayah masih muda, bahkan lebih muda dari kamu."
"Dih, pede banget. Apa buktinya?" Selidik Arkan.
"Bunda kamu masih sama Ayah."
"Arkan kehabisan cara, Yah," ucap Arkan sambil menunduk.
"Kenapa lagi? Anak Om Toni?" Tanya Ayahnya. Arkan mengangguk.
"Ternyata gak semua cewek gampang didapetin. Padahal selama ini cewek yang Arkan suka sekali tunjuk langsung nunduk," ucap Arkan percaya diri.
"Sombong ya?"
"Enggak gitu, Yah. Ini serius, ternhata gak semua cewek sama. Hani beda dari cewek yang lainnya Yah," lirih Arkan.
"Yang beda itu yang sebenarnya harus kamu perjuangin Ar. Selama ini kamu cuma bisa milikin yang sama, kamu selalu dikasih gampang. Nah, kali ini emang akan sulit tapi kamu harus tunjukin bahwa kamu juga bisa dapetin yang beda. Semangat!"
"Ah, ayah ini. Rasanya Hani mustahil buat Arkan dapetin," lirihnya pelan.
"Heh, itu bukan kalimat seorang pejuang cinta!" Tegas Fathur.
"Tapi Yah--"
"Teruskan apa yang udah kamu mulai Ar," ucap Ayahnya seraya mengacak puncak kepala Arkan, kemudian pergi.
***
Hani, Arini dan Yori masih berada di Kafe itu. Mereka benar-benar menghabiskan waktu disana, Yori dan Arini sangat sibuk mengobrol, sedangkan Hani hanya duduk melamun tak bergeming, beberapa kali Yori dan Arini bertanya kenapa, namun Hani selalu menjawab bahwa ia tak apa-apa atu ia hanya kelelahan.
Ddrtt drrtt suara ponsel menyadarkan lamunannya. Tertera nama Kakak laki-lakinya, Fajar.
"Hallo? Ada apa Bang?" Tanyanya.
"Lo dimana? Kok belum balik?"
"Hani lagi di Kafe Bang sama Arini dan Yori."
"Duh, pulang kapan?"
"Belum tau, kayaknya sih agak maleman. Emg ada apa sih Bang?"
"Eh, lo lupa? Lo kan punya janji sama gue!" Ucap Fajar terdengar sedikit emosi.
"Janji? Apa sih Bang Hani gak--"
Tuttt tutt belum saja Hani menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba Fajar memutus panggilannya.
Hani berdecak kesal, ia benar-benar tak ingat ia memiliki janji apa dengan Fajar. Ia berpikir keras, tak lama ia mengingatnya. Hani beranjak dari kursinya lalu berpamitan kepada Arini dan Yori.
"Rin, Yor, gue balik duluan ya! Gue ada janji sama Abang gue," ucap Hani tergesa.
"Oh, gitu ya. Padahal abis ini kita mau ke Mal," ucap Yori.
"Yaudah Han gak apa-apa, lo hati-hati ya," ucap Arini seraya tersenyum.
"Tapi nanti kalian pulangnya gimana?" Tanya Hani.
"Gampang. Kita bisa pesen Taxi biar Yori yang bayar," ucap Arini dengan santai.
"Oke deh, gue duluan. Bye, see you!"
Hani kemudian melajukan mobilnya, meninggalkan Yori dan Arini disana.
"Gue rasa ada yang aneh sama Hani," ucap Yori.
"Iya, dia kelihatan banyak pikiran."
A/N:
ILY 30000000000
THANKYOU!
Jangan lupa tekan ☆ dibawah!!!CALANGHAEYYYY :))))
KAMU SEDANG MEMBACA
LETS BE MY GIRLFRIEND [ON-GOING]
Teen FictionJANGAN LUPA BUAT REKOMENDASIIN CERITA INI❤ Cover by: moodcewekk "Tamu adalah raja." "Gue gak pernah anggap lo tamu di rumah ini." "Terus apa? Pacar? Suami?" Goda Arkan. "Ish. Kenapa sih gue harus ketemu sama orang se nyebelin lo?" "Kenapa sih gue ha...