Baik Rei dan Ciel, keduanya tertidur dengan tenang. Saat ini sudah sangat larut malam bagi seseorang untuk tetap membuka mata. Hal itu berlaku juga bagi Alexa. Ia masih berkutat dengan banyak hal, termasuk dirinya sendiri. Mengobati luka yang timbul.
Meski dirinya adalah setengah iblis, pada dasarnya sisi manusia yang Alexa punya kadang membuatnya sulit seperti sekarang. Tak sengaja dirinya terjatuh dari tangga hingga ke hamper ke lantai dasar jika saja ia tak memiliki respon cepat untuk memegang pegangan tangga sehingga dirinya tertahan.
Apakah Alexa seceroboh ini? Tidak.
Gadis berambut hitam ini sama seperti Sebastian. Saat akan menuruni tangga, kedua matanya sejenak tidak dapat melihat apapun. Buram membuatnya salah menginjak anak tangga.
"Sepertinya, Anda sekarang harus memulai sesuatu dengan saya."
Tanpa menolehpun ia tahu siapa yang ada di daun pintu. Suara menyebalkan. Alexa memang membutuhkannya.
Sebastian sudah di sampingnya menatap cermin yang membiaskan wajah keduanya. Memperhatikan gadis yang memiliki lebam di beberapa titik wajahnya, dan yang paling menonjol adalah matanya.
"Apa kembali lagi?" Wajahnya di raih Sebastian, saling menatap sebentar meski setelah itu Alexa bahkan tidak dapat membuka mata karena perih yang tiba – tiba terasa.
"Tahan." Entah apa yang Sebastian lakukan pada matanya. Ia merasakan sesuatu membuka kelopak mata kirinya, tak lama menusuknya membuat Alexa terkejut dengan rasa sakit yang timbul sehingga mencoba memegang tangan Sebastian yang berada di wajahnya. Alexa yakin sesuatu yang saat ini mengalir hangat di wajahnya adalah air mata dan darah.
Ia kesal, rasa sakit tak kunjung hilang meski terasa bahwa sesuatu yang menusuk matanya telah hilang. Cengkraman Alexa pada tangan Sebastian semakin kuat.
"Sebentar lagi."
Beberapa detik kemudian, rasa sakitnya hilang berangsur – angsur. Alexa membuka matanya. Wajah Sebastian yang pertama ia lihat menatapnya balik dengan raut ramahnya. "Apa yang kau lakukan?"
Lelaki dengan wajah tersenyum itu mengusap kedua pipi Alexa. Memperlihatkan tangannya yang putih penuh dengan cairan merah. Benda yang menusuk matanya, Alexa yakin itu jari tangan Sebastian.
Tak menjawab, ia justru meraih kembali wajah Alexa. Matanya berubah sendu sebentar lalu kembali ke ekspresi tengil yang biasa ia tunjukkan. Alexa menangkap hal tersebut.
"Sudahlah. Tidur saja." Kedua kaki jenjang itu meninggalkan Alexa sendirian merenung mengenai bagaimana dirinya di lukai, namun tak urung ia mengakui apa yang baru saja Sebastian lakukan adalah mengobatinya. Pandangannya sejelas sebelumnya.
Ia yakin satu hal tentang ini. Apa artinya pengikatan dirinya semakin dekat?
****
Kembali pada pekerjaannya, Alexa membangunkan tuannya yang masih sekolah. Sebastian melakukan hal yang sama, membangunkan Ciel. Sarapan sudah disiapkan oleh Sebastian.
"Tuan, silakan bersiap. Saya akan mengantar Anda."
Rei menuruti pelayannya. Ia masih mengantuk, hampir saja terjadi hal yang sama seperti beberapa hari lalu. Dengan cepat Alexa menahan dahi Rei agar tak terbentur.
"Tuan, lain kali hati –hati." Rei hanya tersenyum dengan mata yang berusaha terbuka lalu masuk ke kamar mandi.
Gadis yang berpakaian ala sekolah itu yakin sang tuan belum melihatnya dengan jelas. Jika sudah sadar, pasti ia ditanyai berbagai pertanyaan soal matanya. Alexa hanya harus menyiapkan jawaban masuk akal saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Devil: Hatred (Kuroshitsuji FF) ✔️ END
FanfictionSUDAH LENGKAP "Sesama pelayan, tidak harus saling mengintimidasi, bukan?" Alexa setuju dengan pernyataan tersebut, tapi pernyataan kedua ia tolak mentah - mentah. "Termasuk saling mencumbu." Pemikiran cabul hanya dimiliki oleh senior iblisnya, Sebas...