Gue nyerah. Wkwkwk
***
Sebastian menyerahkan gaun yang pernah Alexa lihat di kamarnya. Menggantung indah walau lusuh. Pertanyaan yang paling pasti muncul saat ini hanya soal siapa pemiliknya. Hanya itu. Sisanya, Alexa sudah tahu maksud keberadaan gaun itu. Sayang, sang iblis juga tidak mengenal identitas mantan pengguna pakaian perempuan tersebut, entah memang sengaja enggan memberitahu. Yah ... sekarang sudah tidak diperlukan lagi walau Sebastian mengenalnya pun.
Alexa sudah tidak peduli. Nyatanya sekarang ia sudah tahu keseluruhan cerita yang terjadi. Ya... kecuali satu hal soal kelahirannya yang masih menjadi misteri baginya.
Kebetulan Tuannya sudah kembali dan malam ini makan malam mewah dan lezat sudah dirinya siapkan. Malam ini bahkan seakan mendukung untuk melakukan hal spesial, bulan purnama hadir menerangi gulita yang biasanya melingkupi bumi ketika malam. Semuanya tenang dan damai.
"Kak, aku duluan. Ada tugas yang harus kukerjakan." Rei beranjak dari kursinya bersama Alexa menuju kamar setelah sang kakak merespons. Sebelum mencapai pintu kamar, Rei berbalik, berkata kepada meminta sesuatu yang berhubungan dengan kudapan untuk menemaninya belajar.
Sungguh kebetulan. Alexa juga mesti berbicara sebentar dengan Ciel yang masih berada di meja makan sendirian tanpa Sebastian. Pelayannya itu tengah menjalankan tugas lain yang tentu berhubungan dengan perdana menteri yang harus ia bujuk, entah bagaimana caranya.
"Tuan Ciel, ada yang harus saya bicarakan dengan Anda setelah ini. Apakah bisa?"
Alexa bertanya setelah dirinya membantu Rei menuju kamar, menunggu Alexa membuatkan minuman hangat malam ini untuk dua tuannya serta beberapa biskuit. Meskipun Ciel tidak meminta. Ini atas dasar inisiatif saja sebagai seorang pelayan.
"Tentu. Aku akan menunggu di ruangan." Ciel lebih dulu meninggalkan Alexa yang masih bersiap mengantarkan sesuatu yang Rei inginkan.
Lagi-lagi Alexa harus menangani dua tuannya sendirian. Untung saja hari ini sudah menjelang waktu tidur. Tidak banyak kegiatan yang dilakukan Rei dan Ciel selain mungkin belajar dan bekerja sedikit membunuh waktu sampai jam lelap mereka datang sehingga Alexa juga tidak akan kelelahan seperti sebelum-sebelumnya.
"Permisi Tuan. Ini susu hangat yang Anda minta, berikut beberapa biskuit." Alexa mengangsurkan dua benda itu ke meja Rei, sementara pemiliknya masih tampak sibuk dengan beberapa kertas di tangan.
"Ya, terima kasih," katanya tanpa menoleh. Tadinya Rei akan kembali sibuk dengan pekerjaan rumahnya yang tidak sempat ia bereskan di sekolah, tapi elusan di bahunya membuat Rei terhenti. Kepalanya menengok pada satu lagi makhluk yang ada di ruangan ini.
"Kenapa?" tanyanya penasaran akan wajah kalut sang pelayan.
Alexa tidak pernah seperti ini.
"Tidak apa." Alexa menunduk mempertemukan matanya dengan milik sang tuan. Tersenyum kecil melihat replika Ciel ini tampak manis melebihi kakaknya. "Izinkan saya bertanya," katanya kemudian Alexa menuju ke samping sang Tuan. Sedikit berlutut sehingga tingginya sama dengan Rei yang masih duduk.
"Silakan saja." Rei dengan antusias mengarahkan tubuhnya menghadap Alexa.
Tingkah Rei sedang direkam baik-baik oleh mata Alexa yang langsung dicatat di otak gadis itu secara akurat. "Apa pendapat Tuan jika pelaku sudah ditemukan serta mendapatkan hukumannya dan tuan Ciel sudah menyelesaikan kontraknya lebih dulu daripada Anda?"
Sejujurnya bukan hanya Rei yang akan kesulitan menjawab, bagi Alexa yang bertanya pun in cukup membuatnya dapat merasakan apa yang seandainya dapat ia lakukan jika kontrak mereka selesai sebagai Rei. Keluarga satu-satunya yang ia miliki akan mati, tentu Angelina bukannya Rei tidak anggap sebagai keluarga, tapi yang sekandung sangatlah diperhitungkan eksistensinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/101414474-288-k789989.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil: Hatred (Kuroshitsuji FF) ✔️ END
FanficSUDAH LENGKAP "Sesama pelayan, tidak harus saling mengintimidasi, bukan?" Alexa setuju dengan pernyataan tersebut, tapi pernyataan kedua ia tolak mentah - mentah. "Termasuk saling mencumbu." Pemikiran cabul hanya dimiliki oleh senior iblisnya, Sebas...