Pertanyaan retorisnya tidak dijawab. Tentu saja. Tanpa perlu dilihat bermenit-menit juga banyak yang dapat melihat keelokkan rupa Sebastian ini.
"Laba-laba, kuharap ingat batasanmu dalam mencari tahu. Bukankah slogan kita untuk mengingatkan para mangsa supaya tidak terlalu dalam ketika menggali. Tidak lucu jika yang digali justru memiliki lubang di dalamnya. Kau akan terperosok." Sebastian tersenyum culas untuk Claude. Ia tengah mengingatkan seseorang supaya tidak terlalu penasaran terhadap miliknya.
Alexa terlalu menawan bahkan untuk iblis lain. Sayangnya yang sedang diperhatikan hanya peduli tentang mata buramnya. Ia sedang menyesuaikan diri sebagai iblis yang sempat menjadi manusia, kebiasaan matanya menjadi susah untuk digunakan ketika saat sisi manusia memberontak mulai lagi.
Padahal Alexa sudah dengar dari lelaki yang tadi menemaninya tidur bahwa dirinya sudah seutuhnya iblis.
Walau tidak jelas, ia melirik Claude. "Siapa dia?"
Tidak dijawab Sebastian yang masih membelakanginya. Alexa berjalan semakin mendekati butler Phantomhive itu, bergantian melihat Sebastian dan Claude. Mereka berteman?
"Kau tahu, peringatanku kadang tidak main-main, Laba-laba." Sekali lagi ia berucap, kali ini tubuhnya berbalik, sudah berhadapan dengan Alexa yang kelihatan lucu di matanya. Lucu hingga ingin tertawa terbahak atas ulahnya tadi di kamar. Sepertinya Sebastian menggerayanginya terlalu kasar, beberapa pita baju Alexa hingga lepas.
"Mari kita tidur lagi. Biar saya sembuhkan mata Nona," ajaknya.
Sebastian menggiringnya untuk keluar dari ruangan Ciel, meninggalkan Claude di sana dengan banyak pertanyaan berseliweran dalam otaknya. Ia memang memikirkan soal perkataan Sebastian yang sesuai dengan dirinya saat ini. Tidak hanya itu, Claude lebih heran lagi ketika ada dua eksistensi sekaligus yang ia rasakan dalam satu makhluk itu.
Gadis itu seperti Hannah. Dalam versi berbeda tentunya.
"Jadi, Phantomhive punya keturunan iblis?"
Instingnya jelas tidak salah. Aura khas manusia Phantomhive dan padanan aura iblis ada di tubuh gadis yang menurutnya mungil itu.
Dia kah yang dimaksud Vincent dalam surat yang ia baca tadi?
***
"Aku mendengar keributan semalam, ada apa?" tanya Ciel yang baru bangun dari tidur lelapnya. Cahaya matahari pagi ini sungguh menusuk netranya yang berbeda satu sama lain. Indah ketika dijatuhi cahaya. Terlebih pada sy\imbol pentagram di sana.
Wajah Sebastian masih sama, senyuman cerah yang pelayannya berikan setiap hari membuat Ciel kadang ingin menyiramnya dengan cairan teh panas yang dibawa sang pelayan. Muak sekali karena seakan Sebastian tidak mengetahui situasi untuk menampilkan ekspresi itu.
"Hanya ada hama yang masuk. Saya berniat mengusirnya, tapi tidak sengaja hewan itu menempelkan jaringnya di sini mulai kemarin." Semua yang diucapkan Sebastian pasti selalu bermakna sesuatu walau kelihatannya omong kosong.
"Ia hewan yang menempel di dinding memangnya?" herannya. Ciel meraih cangkir dan menyesap teh hangatnya pagi ini. Cukup menyegarkan ketika ada yang melewati tenggorokannya.
"Ah, ia laba-laba, Tuan."
"Lalu kau biarkan hewan itu menyusup?" Ciel tidak akan marah meskipun jawaban Sebastian sekali lagi membuatnya ingin membabat habis makhluk ini.
Kadang risiko yang terjadi dari tingkah menyebalkannya membuat Ciel kerepotan. Soal menyelesaikan sih, Sebastian jagonya. Setidaknya sebanding dengan rahasia yang terkuak.
"Tidak saya biarkan, Tuan." Ciel hampir bernapas lega mendengarnya. Tapi itu sebelum sang pelayan berbicara lagi.
"Hanya saja tidak sengaja nona Alexa terlihat olehnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil: Hatred (Kuroshitsuji FF) ✔️ END
Hayran KurguSUDAH LENGKAP "Sesama pelayan, tidak harus saling mengintimidasi, bukan?" Alexa setuju dengan pernyataan tersebut, tapi pernyataan kedua ia tolak mentah - mentah. "Termasuk saling mencumbu." Pemikiran cabul hanya dimiliki oleh senior iblisnya, Sebas...