"Ruka, apakah kamu baik-baik saja?"
"Oh, iya" kata ku dengan tatapan kosong.
"Ah, maaf sudah merepotkan mu. Aku akan membereskan nya" sambung ku.
"Biar aku aja. Kamu..."
"Aw!" teriak ku.
"Maaf" sambil menaruh kumpulan pecahan piring ke atas meja makan.
"Sudah, aku akan membuang nya" kata nya.
Aku mengangguk.
Aku bergegas ke kamar untuk mengobati jari ku tadi,sambil merenung bingung harus bagaimana.
Aku di kamar menangisi diri ku yang bodoh.
Mengapa hal menyakitkan tadi terus saja bermunculan setiap hari?
Aku bingung dengan kondisi ku sekarang.
Aku harus bagaimana?Rasanya semuanya hampa.
Setress, depresi kembali menyelimuti diri ku dengan hal menyakitkan.
Aku ingin bebas dari itu semua namun rasanya sulit sekali.
Bahkan sudah setahun pun aku masih tidak bisa melepaskan nya.
Yah, beban. Beban hidup.***
"Tok.. tok.. tok"
"Tok.. tok.. tok""Ruka?" tanya Baron.
"Kenapa?"
"Ada hal yang ingin ku bicara kan dengan mu"
Aku mempersilakan ia masuk.
"Aku tahu kamu tadi sudah berusaha keras. Aku juga sudah berbicara dengan kepala sekolah agar kamu sekolah juga. Tapi..."
"Untuk apa aku sekolah?"
"Ok, akan aku jelaskan dari awal. Jadi, Sekolah disini mengajarkan siswa untuk mengembangkan kemampuan imajinasi dan memori untuk menjadikan sebuah warna. Warna itu berguna untuk mengendalikan imajinasi kita sendiri dalam kondisi sadar seperti mimpi. Itu tahap dasar yang harus di tes terlebih dahulu sebelum masuk sekolah. Di sekolah kita akan belajar dari warna itu untuk menciptakan sihir. Sihir juga ada warna nya masing-masing yang memiliki makna dibalik nya. Sihir yang ku tunjuk kan tadi sewaktu pertemuan pertama kita adalah sihir yang ku buat untuk menghidupi batu itu" jelas nya panjang.
"Lalu warna ungu yang kamu ciptakan itu makna nya apa?"
"Bermakna rasa aman. Aku membuat warna ungu agar batu itu menyadari bahwa ia akan selalu aman, tidak merasa sendiri dan selalu terlindungi karena batu itu melihat orang asing yang belum pernah ia temui ,yaitu dirimu. Setiap warna memiliki banyak artinya tersendiri dan memiliki banyak makna dibaliknya"
"Oh, kalau tes pertama ku tadi tidak lulus bagaimana?"
"Yah, kamu harus banyak belajar lagi"
Aku mengangguk.
"Lalu bagaimana hasil tes ku tadi?"
Baron terdiam.
Seperti ada hal sulit yang harus ia katakan."Kamu berhasil. Besok siap-siap lah untuk sekolah" katanya.
"Warna apa yang ku ciptakan tadi?"
Ia kembali terdiam.
"Ah, belum ada warna sama sekali. Tapi, kamu sudah berhasil kok" kata nya.
"Akhirnya" sambil mengangkat kedua tangan. Melupakan hal tadi ku tangisi.
"Baiklah, siap-siap lah untuk besok sekolah. Hari sudah sore"
"Hah? Sore?!" teriak ku.
"Iya, kamu tadi aku ketuk pintu berkali-kali tidak terbuka. Pintu juga terkunci jadi aku kira kamu tidur jadi ku biar kan" jelas nya.
"Oh, baiklah" dengan ekspresi bingung.
"Ah, ya sama satu lagi. Besok ke sekolah jangan lupa bawa buku yang kamu pelajari tadi ya"
Aku mengangguk.
"Baik lah aku akan siap kan makan malam dahulu"
Aku kembali mengangguk.
***
Baron's Pov:
Sebenarnya ia belum bisa menciptakan warna.
Ia hanya bisa menciptakan warna di saat tertentu saja seperti tadi.
Namun, warna nya sangat lah suram.
Aku bingung harus bagaimana.
Aku hanya bisa berharap.
Semoga besok ia bisa menciptakan warna selain warna suram itu."Masak kan mu selalu enak" kata nya sambil tersenyum.
"Iya dong, kan aku..."
Terlihat lagi warna suram namun sedikit.
Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada nya.
Tapi, aku terlalu takut untuk menanyakan hal pribadi pada nya.
Kali ini warna nya lebih baik, hanya warna abu-abu kecil di atas kepala nya."Kenapa? Apakah ada makanan menempel di muka ku?" tanya nya tiba-tiba memecah lamunan ku.
"Oh, ada tuh di hidung. Kamu makan seperti anak bayi ya" sambil membersihkan hidung nya yang memang ada saus tomat.
"Dasar, kamu sendiri juga ada tuh di pipi"
"Oh, masa? Mana? Ga ada tuh"
"Ada nih, nih, nih" sambil tertawa mencolek pipi ku kasar.
"Apaan sih, orang ga ada. Bohong!" ejek ku sambil tertawa.
Ia hanya tertawa.
Senang bisa melihat ia tertawa lepas seperti ini.
Beban di hidup nya serasa tak ada.
Warna nya pun kembali muda terpancar di mata nya.
Warna krem muda mengalir dari mata nya ke kepala nya."Klitik, klitik" kata nya.
"Ya ampun, candaan nya masih seperti anak kecil" ejek ku yang memang sama sekali tidak geli.
"Oh, kamu tidak geli disini ya. Bagaimana kalau..." sambil menggelitik ku ke arah tengkuk.
"Hahaha dasar! Sini kamu!"
"Hahaha!"
Aku berakhir hanya bisa berharap agar besok sekolah nya dapat berjalan lancar meskipun hasil tes nya tidak maksimal.
Yah, aku berbohong pada kepala sekolah dan diri nya.
Namun, ini demi kebaikan nya.
Aku tidak ingin melihat ia kesusahan seperti tadi.
Berbohong demi kebaikan memang menyebalkan.
Resiko yang harus ditanggung berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanabi✔️
Romansa"Ia bagai kembang api yang meluncur bebas di angkasa. Ia bagai berlian berwarna hijau yang selalu tumbuh di ingatan ku. Warna hijau yang berarti kedamaian bersama dirinya. Warna kuning yang berarti kegembiraan bersama dirinya" ©Necorineko 2020