◾12◾

104 14 2
                                    

Sudah seminggu belakangan ini Arka tidak melakukan kontak mata dengan Nara. Lelaki itu sengaja menghindar dari Nara. Nara sebenarnya mau menghampiri Arka dan membahas perihal hadiah ulat itu, namun Arka dengan cepat menghindari Nara. Bahkan pernah waktu itu Nara mendengar kalau Arka dan teman-temannya membolos.

Nara juga melihat hubungan Vanya dan Arka lumayan dekat. Vanya sering menghampiri Arka. Nara tidak tahu apa yang mereka obrolkan, karena Nara hanya melihat mereka dari jauh. Nara cemburu, ingin rasanya memaki-maki Arka. Tapi keadaannya tidak mungkin.

Sekarang Nara sedang berada di rooftop, tadinya mau kerjain tugas sambil melihat jalanan yang amat ramai, tapi mood belajarnya hilang ketika melihat Arka dan Vanya sedang berjalan bersama di lorong. Hati Nara sakit saat melihatnya. Kenapa Arka selalu menghindarinya? Tapi dengan Vanya tidak. Tidak sadar, Nara menitikkan air matanya, dia merindukan Arka.

"Nara!" Panggil Dimas.

"D-dimas?!" Dengan cepat Nara menghapus jejak air matanya.

"Lo nangis, Nar?"

"G-gapapa kok. Tadi gue cuma kelilipan doang." Bohong Nara.

"Nar, gue tau lo bohong. Gue akan bantu lo supaya lo baikan lagi sama Arka. Jadi sekarang ceritain masalah lo sama Arka."

Nara heran kenapa Dimas bisa tahu kalau dia sedang tidak baik dengan Arka? "Dim, lo tau kalo gue sama Arka lagi marahan? Lo tau dari siapa?"

"Aelah, semua murid disini juga tau kali lo lagi marahan sama Arka. Lo nggak lihat grup gosip nya Kevin?"

Huh Nara sudah menduga. Tenyata si biang gosip itu sudah menyebarkan beritanya. "Dasar Kevin!"

Dimas terkekeh melihat tingkah Nara. "Ayo ceritakan, gue bakal denger semuanya."

Nara menghela nafasnya, tidak salah kan dia cerita pada Dimas. "Arka itu marah sama gue gara-gara masalah hadiah ulang tahun yang entah dari siapa, tapi Arka bilang dari gue. Arka punya phobia sama ulat bulu dan isi hadiah itu ulat bulu. Gue nggak tahu apa-apa, hadiah dari gue masih di pegang sama gue. Entah dari siapa orang yang kasihin itu sama Arka." Lagi-lagi Nara menitikkan air matanya.

"Artinya ada yang fitnah lo?"

"Iya, Dim. Gue nggak habis pikir, tuh orang nekat banget fitnah gue. Dia nggak tau segalak apa gue?!" Ucap Nara kesal. Dimas jadi semakin gemas dengan Nara. Wajah galaknya itu seperti bayi yang sedang merengek.

"Bahaya ya kalo Nara udah galak? Duh bahaya! Lo nggak usah khawatir okey, gue bantuin lo kok. Lo tenang aja." Dimas tertawa. Nara juga ikut tertawa, rasanya mood nya membaik berkat dukungan dari Dimas.

Disisi lain Arka tengah mengamati mereka berdua. Sejak tadi Arka mengikuti jejak Nara. Dalam hatinya dia sangat merindukan Nara. Dia ingin memeluk Nara seharian setelah seminggu ini tidak melakukan tegur sapa. Arka mendengarkan semua penjelasan Nara pada Dimas. Ada rasa sesak mendengarnya, apalagi saat Nara menitikkan air mata berharganya. Sebenarnya Arka ingin membahas hadiah ini agar bisa berduaan lagi dengan Nara. Tapi hatinya seolah-olah malu untuk bertemu Nara. Arka akan mengumpulkan niat terlebih dahulu untuk menemui Nara.

Soal Vanya, Nara juga pasti salah paham. Mungkin Nara mengira Arka dengan Vanya semakin dekat, itu salah. Jelas, Arka menolak mentah-mentah kehadiran Vanya yang katanya akan membantunya. Justru dengan adanya Vanya malah memperburuk suasana.

***

"Masih marahan ya sama Arka?" Tanya Cilla. Cilla juga ikut merasa sedih karena melihat sahabatnya yang selalu murung. Tidak seperti Nara biasanya yang akan ceria, ikut bergosip, aktif, dan masih banyak lagi. Cilla tidak menemukan Nara yang seperti itu belakangan ini. "Nar, sabar ya. Lo sama Arka pasti baikan lagi."

"Cil, gue harus gimana? Ini udah seminggu loh. Biasanya Arka kalau marah cuma dua hari." Ucap Nara lesu. Dia benar-benar merindukan Arka.

"Nara, gue tau Arka itu cinta mati sama lo. Mana bisa dia langsung lupain lo gitu aja. Lo tenang aja, gue sama Dimas bakal bantuin lo. Iya kan, Dim?" Sedari tadi Dimas mengikuti dua gadis yang menuju parkiran itu. Nara berniat untuk ikut Cilla pulang alias nebeng.

"Iya, Nar. Gue sama Cilla bakal bantu bicara sama Arka." Ada rasa bahagia dalam diri Dimas saat mendengar Nara marahan dengan Arka. Bukankah Dimas bisa mencuri kesempatan untuk mendekati Nara? Iya betul sekali. Tapi Dimas tidak egois, dia akan merelakan Nara jika memang Nara bukan untuk nya. Dia cukup melihat Nara bahagia bersama Arka itu sudah lebih dari cukup. Jika Arka menyakiti Nara seperti sekarang, Dimas akan menjadi orang pertama yang menjaga Nara.

Dari jauh Arka sudah melihat Nara, Cilla, dan Dimas berjalan beriringan. Hati Arka panas saat melihat ada Dimas juga disitu. Dia tidak memperdulikan Vanya yang sedari tadi merengek minta pulang bareng. Vanya bodoh, sudah pasti jawaban Arka tidak mau meskipun dia memaksa juga. Sekarang Arka berniat untuk meluruskan masalahnya dengan Nara. Dia tidak mau harus terus-menerus berjauhan dengan Nara.

"Nara!"

Nara mematung saat ada orang yang memanggilnya. Apa dia tidak salah dengar? Suara yang paling dia rindukan selama ini. Nara menoleh dan mendapati Arka sedang berjalan ke arahnya. Bibir Nara terangkat membentuk senyuman. Nara tidak tau apa maksud Arka memanggilnya. Yang jelas dia bahagia karena Arka memanggil namanya.

"Nar, ayo pulang sama gue." Ini adalah hari Jumat. Jadwalnya Arka latihan basket. Nara tidak menjawab, Nara masih asyik dengan pikirannya. Dia menatap manik mata Arka yang indah. Dia rindu melihat wajah Arka lama-lama dan juga merindukan aroma tubuh maskulin dari Arka.

"Nara?" Nara masih diam tidak menjawab pertanyaan Arka. "Sayang!" Nara tersadar saat Arka memanggilnya dengan panggilan 'sayang' jangan lupakan ada tiga orang yang menonton. Seperti drama romantis saja. Orang itu Dimas, Cilla, dan Vanya.

"A-apa?"

"Ayo kita pulang sekarang."

"T-tapi kan lo sekarang latihan basket." Jawab Nara masih gugup.

"Gue bisa bolos kok."

"E-enak aja lo bolos!"

"Nara please... Hari ini gue males latihan. Gapapa ya?"

"K-kenapa tanya gue? J-jelas gue nggak bakal izinin lo buat bolos."

"Banyak ngomong! Gue cium nih lama-lama." Ucap Arka sambil menggenggam tangan Nara pergi ke arah motornya. Tangan Nara digenggam begitu erat seakan-akan tidak mau kehilangan. Nara bisa merasakan itu, hatinya menghangat melihat sikap Arka yang sepertinya akan mengibarkan bendera perdamaian.

***

To be continued.
Ada yang sama kayak Dimas? Mencintai dalam diam.

ARKANARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang