◾28◾

94 10 4
                                    

Seharian ini Nara tidak mood melakukan apapun. Cilla saja yang mengajak main PS, ditolak Nara mentah-mentah. Cilla menginap lagi, orang tua nya belum pulang, Ricky masih mengincar, ditambah lagi dengan keadaan Nara yang seperti ini. Cilla harus memenangkan Nara. Nara juga sudah bercerita tentang kejadian di kelas Arka tadi. Cilla menutup mulutnya tidak percaya saat mendengar cerita Nara yang ada sangkut pautnya dengan Vanya. Cilla juga benar-benar tak menyangka, gadis polos seperti Vanya ternyata berhati iblis.

"Nara, udah dong lo jangan melow gitu. Lo harus ngomong sama Arka." Sudah beberapa kali Cilla menenangkan Nara, tapi Nara tidak menganggapnya. Gadis itu hanya diam melamun menatap balkon kamar Arka.

"Lo ngomong seenak jidat ya. Mana mungkin gue ngobrol sama Arka disaat kayak gini. Yang ada kita itu sama-sama canggung!" Akhirnya Nara membuka suaranya. Menurutnya, bukan dia yang harus berbicara, tapi Arka. Masalah ini Arka yang mulai. Katakan Nara kekanak-kanakan. Sungguh, boro-boro mengobrol dengan Arka, menatapnya saja Nara sudah tidak mood.

"Lo bucin sampe gini banget. Kagak mau makan atau nggak minum dikit kek. Wajah lo udah kayak mayat!" Cilla berdecak sebal. Sahabatnya ini terlalu bucin.

"Mayat?"

"I—" Ucapan Cilla terpotong karena ada seseorang yang menggedor-gedor pintu kamar Nara.

"Nara! Nara Sayang! Buka pintunya, Nak!" Nara dan Cilla tahu siapa pemilik suara itu. Dia Leni. Nara dengan cepat beranjak dari duduknya untuk membuka pintu dan diikuti dengan Cilla dibelakangnya. Setelah pintu terbuka, Leni langsung memeluk Nara. Dikecupnya wajah Nara berkali-kali. Nara juga heran dengan sikap Leni. Wajahnya bertanya seolah-olah ada apa. Leni yang mengerti pun melepas pelukannya.

"Tante duduk dulu. Biar enak ngobrol nya." Ucap Cilla menunjuk sofa dikamar Nara. Disana bukan hanya ada Leni, tapi ada juga Vina yang khawatir dengan anaknya.

"Nara, tante minta maaf ya. Kamu jadi pucat begini gara-gara Arka ya? Arka pasti tadi macem-macem di sekolah sama Vanya? Iya?" Nara bingung, dia harus menjawab apa. Sebenarnya Leni tau dari siapa? Arka? Mungkin. Lelaki itu jarang bercerita tentang masalahnya pada orang tuanya. Apa mungkin Cilla ataukah ibunya, Vina?

"Tante tau dari siapa kalau Nara ada masalah sama Arka?"

"Itu nggak penting, Sayang. Yang penting tante tanya apa benar yang tante tanyain tadi?" Nara akhirnya mengangguk, mau tidak mau. Dia tidak bisa berbohong sekarang.

"Ya ampun Arka! Anak itu ya bener-bener! Berani-beraninya dia sakitin kamu. Itu lagi Vanya! Apa-apaan sih dia!" Ucap Leni emosi.

"Sabar, Len sabar. Anak kita pasti baikan lagi kok. Kamu tenang aja." Vina berusaha menenangkan Leni yang sedang misuh-misuh. Dia percaya anaknya nanti akan berbaikan lagi.

"Tante. Nara boleh tanya sesuatu nggak?" Nara sedari tadi ingin bertanya hal ini.

"Tanya apa?"

"Sebenarnya Arka sama Vanya itu ada hubungan apa? Mereka udah kenal lama?" Tanya Nara dengan wajah yang cemas.

"Tante nggak bisa jawab itu, Nara. Biar nanti Arka yang jelasin langsung sama kamu ya. Sekali lagi tante minta maaf atas nama Arka."

Nara tersenyum. "Gapapa kok, tante nggak usah minta maaf. Tante nggak salah."

"Kamu jangan galau lagi. Arka pasti bakal jelasin semuanya sama kamu. Kamu harus sabar, okey? Dan jangan nangis lagi. Nanti cantiknya hilang." Kenapa Leni bisa tahu semuanya? Sudah Nara duga pasti ini rencana Vina dan Cilla. Dua perempuan ember itu pasti curcol. "Tante pulang dulu ya, tante mau lanjut ceramahin Arka." Nara tertawa dalam hati. Semoga saja telinga Arka tidak copot mendengar ceramah Leni yang mungkin tidak akan habis sampai besok pagi.

ARKANARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang