◾25◾

88 7 0
                                    

Nara sedari tadi melamun. Dia memikirkan ucapan Ricky yang katanya akan menghancurkan hubungannya dengan Arka. Nara benar-benar memikirkan hal itu, bagaimana jika hubungannya benar-benar hancur. Cilla juga sama, sedari tadi dia tidak fokus. Cilla takut Ricky akan melakukan hal yang tidak-tidak padanya dan Nara. Cilla merasa bersalah karenanya Nara menjadi terbawa-bawa masalahnya.

"Woy! Cewek cantik pada ngelamun nggak baik tau!" Seru Willy mengejutkan Nara dan Cilla. Tentu saja mereka berdua terperanjat kaget.

Arka yang melihat wajah Nara sedikit pucat, dia khawatir. Perasaan tadi Nara baik-baik saja. Wajahnya juga ceria, tidak seperti sekarang. Wajahnya lesu dan memang seperti ada masalah.

"Nar, lo kenapa?"

"Gue? G-gue gapapa kok."

Arka tahu Nara berbohong. Terpampang jelas wajahnya pucat. "Nar, lo sakit? Kalo lo sakit bilang sama gue, biar gue yang antar." Ucap Arka sambil mengelus-elus kepala Nara.

"Gue gapapa kok. Gue baik-baik aja. Cuma lagi mikirin ulangan dadakan aja tadi. Iya kan, Cilla?"

Cilla yang sedang menunduk juga langsung mendongak. Sebenarnya tidak ada ulangan, itu hanya alibi Nara. "I-iya, ulangannya susah banget."

"Vier, tenangin Cilla gih. Kasian tuh gebetan lo lagi murung gara-gara ulangan." Cilla dan Xavier menoleh ke arah Willy. Cilla hanya diam, dia berharap Xavier akan melakukan apa yang disuruh Willy. Nyatanya tidak, Xavier hanya cuek.

"Kenapa jadi gue? Tenangin aja sama lo sendiri." Ketusnya lalu pergi ke arah minuman.

Nara masih melamun. Dia hanya mengaduk aduk makanan didepannya. Nara benar-benar takut dengan Ricky sekarang. Arka yang menyadari perubahan sikap Nara langsung bertanya lagi. "Sayang, kenapa sih? Kok kayak badmood gitu. Kenapa hm?"

Nara kembali tersadar. "G-gue gapapa kok, Ar. Cuma sedikit pusing aja sama ulangan tadi."

"Lo emangnya nggak belajar?" Nara mengangguk. "Udah dong jangan dipikirin lagi. Gue yakin nilai lo pasti seratus kok. Seratus dari belakang maksudnya. Lagian kenapa sih nggak belajar?"

"Yang telpon gue sampe malem-malem siapa coba?"

Arka cengengesan, memang kemarin dia menelpon Nara berjam-jam. "Hehehe, maaf. Gue kan nggak tau lo bakal ulangan. Udah ah jangan dipikirin lagi. Ayo kita ke rooftop." Nara menganggukkan kepalanya. Dia juga butuh ketenangan.

Tersisa lah Cilla dan Willy di meja kantin dengan Cilla yang masih melamun karena Jonathan mengikuti Xavier membeli minum. "Neng Cilla mah sama Aa Willy aja ya."

Cilla tersadar. "Nggak mau anjir!" Setelahnya Cilla pergi dari kantin. Mood nya sudah bener-bener hancur. Melihat Ricky yang sepertinya dendam dan juga Xavier yang cuek-cuek aja.

Sekarang Nara dan Arka tengah menikmati hembusan angin di rooftop. Entahlah kenapa mereka berdua sangat menyukai rooftop. Mata Arka sedari tadi tidak lepas untuk menatap Nara yang sepertinya sedang menyembunyikan sesuatu. Sedangkan Nara dia hanya menatap lurus ke depan. Nara yang merasa seperti diperhatikan langsung menoleh. "Kenapa lihatin gue? Ada yang salah?"

Arka mengangguk-angguk. "Iya, lo pasti lagi sembunyiin sesuatu kan dari gue?" Nara terdiam. Dia bingung, apa dia harus jujur dengan Arka atau tidak.

"Nara, gue itu kenal sama lo udah lama. Jadi gue tahu tentang lo, sampai raut wajah aja gue hafal. Sekarang pasti lo lagi ada masalah kan? Cerita aja sama gue."

Nara akhirnya menceritakan kejadian tadi pagi saat dirinya beradu argumen dengan Ricky sampai membuatnya kepikiran seperti ini. Arka hanya diam menyimak cerita Nara. Dalam hatinya dia terus mengumpat untuk Ricky. "Gitu deh, Ar. Gue takut Ricky bener-bener hancurin hubungan kita."

Arka menarik Nara kedalam pelukannya. "Tsuttt, lo nggak boleh percaya sama Ricky. Emang dia itu siapa? Tuhan? Bukan kan. Jadi jangan percaya sama dia. Gue nyuruh lo buat tetep sama gue bukan berarti gue bakal pergi dari hidup lo. Gue juga bakal tetep disamping lo apapun masalahnya."

"Ekhem!" Arka dan Nara langsung melepas pelukannya lalu menoleh ke sumber suara. Ternyata ada Dimas di ambang pintu. "Sorry, gue kira bukan kalian."

"Gapapa kok, Dim. Lo juga pasti mau ngadem kan disini? Sini aja." Ajak Nara dengan ramah. Sedangkan Arka hanya menatap Dimas dengan datar.

"Ar, boleh nih gue gabung sama kalian?" Arka mengangguk terpaksa. "Iya boleh."

Arka, Nara, dan Dimas sudah terduduk di kursi panjang dengan Arka yang duduk ditengah. Nara dan Dimas mengerti. Dimas juga tidak mau mencari masalah dengan Arka. Keadaannya hening, tidak ada yang memulai obrolan. Ketiganya sama-sama asyik dengan pikirannya masing-masing. Sampai suara Dimas yang mencairkan suasana membuat Arka dan Nara mengingat sesuatu.

"Lo udah cari pelaku hadiah misterius itu? Siapa pelakunya? Gue penasaran."

"Ah iya masalah itu! Ya ampun kenapa gue sampe bisa lupa sih? Padahal gue bakal cabik-cabik tuh pelaku!" Ujar Nara dengan memasang ancang-ancang akan meninju. Dimas tertawa dalam hati. Rasanya dia ingin mencubit pipi Nara, namun tidak mungkin. Dimas sadar diri.

"Kenapa lo tiba-tiba tanyain masalah ini? Gue aja udah lupa." Ucap Arka sambil menatap Dimas.

"Gue cuma pengen tahu pelakunya. Ya bagus dong gue ngingetin lo. Lo nggak boleh lepasin pelaku gitu aja. Gue mau kasih tau, pasti pelakunya itu adalah orang yang nggak suka hubungan lo sama Nara."

"Makasih, karena lo udah ingetin gue. Tapi nggak ada imbalannya kan? Siapa tahu lo minta imbalannya Nara?"

Dimas tertawa kecil. "Meskipun iya, lo tetep nggak bakal lepasin Nara."

"Sebelum gue jawab lo udah tahu jawabannya!" Arka pergi dari rooftop disusuli dengan Nara dibelakangnya.

"Nggak akan semudah itu cari pelaku nya, Arka! Hahaha!"

***

To be continued.
Kira-kira siapa sih pelakunya? 🙈 Tega bener kasih Arka ulat bulu.

ARKANARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang