Entah bagaimana bisa, tapi hubungan yang selama ini dijalaninnya terasa begitu sia-sia jika salah satu diantara mereka tak ada yang mau percaya.
.
.
.
.Happy reading^^
Ninik bangun dari tidurnya, melihat kecil berkarakter sapi diatas nakas yang ada disamping kanan tempat tidurnya.
Jam 5.00, masih subu rupanya.
Bangun dari posisi tidurnya, dan melihat kearah sekeliling kamarnya.
Benar, ini kamarnya.
Ninik menghembuskan nafasnya, menggaruk lehernya yang terasa gatal. Kemarin Ninik tak ingat kejadian apa-apa, hanya saja setelah terabangun Ninik sudah berada dikamarnya.
Seingat Ninik kemarin dia pingsan disekolah, entah bagaimana bisa dia ada dikamarnya ketika sudah bangun, dan siapa yang membawanya kemari?
Semalam juga Ninik memikirkannya, tetapi tak menemukan titik terangnya dan malah membuat kepala Ninik berdenyut pusing kembali dan berakhir Bundanya menyuruh dia istirahat kembali setelah makan juga meminum obatnya.
Ia berjalan pelan ketika kepalanya kembali berdenyut, membuatnya berhenti sejenak memegangi kepalanya. Berjalan pelan menuju kamar mandi untuk bersiap kesekolah, yang pastinya akan ditentang oleh Bunda nanti.
Tapi, Ninik tak mau izin tidak berangkat sekolah. Ia mau tetap berangkat walau badannya masih sedikit hangat.
Kini ia sudah rapih dan lengkap dengan seragam putih abunya yang melekat pada tubuhnya. Berjalan pelan menuruni tangga, melihat ada sosok Ayahnya yang sedang duduk dimeja makan sedang membaca koran, ia tak tahu Ayahnya sudah pulang dari luar kota.
"Ayah!" Seru Ninik senang membuat pria paruh baya itu menengok kearah Ninik yang kini berjalan kearahnya.
Ia tersenyum hangat menyapa putrinya itu. "Kamu sudah bangun?"
Ninik tersenyum seraya mendudukkan diri dihadapan pria paruh baya itu. "Udah dong yah. Kan Ninik udah disini."
Ayahnya terkekeh pelan mendengar ucapan Ninik, lalu memegang kening anak keduanya itu. Hangat .
"Badan kamu masih hangat, yakin mau sekolah?" Tanya Ayahnya tak meyakinkan.
"Ninik ngga mau bolos sekolah walau satu hari. Kan bentar lagi ujian kenaikan kelas, nanti Ninik ketinggalan pelajaran gimana?"
Ayahnya menghela nafas lelah menghadapi sikap keras kepala anak keduanya ini, memang mirip seperti dirinya, sama-sama keras kepala.
"Loh. Kamu udah bangun sayang? Masih jam 6.00 loh, terus kamu udah pake seragam aja. Mau sekolah?" Seru Bundanya menatap anak keduanya sudah duduk manis berbincang dengan Ayahnya.
Ninik berdecak mendengar omelan sang Bunda. "Ninik mau sekolah, ngga enak kalo dirumah bosen."
"Tapi kan kamu masih sakit. Liat aja kemarin Ayah kamu liat anaknya dibawa pulang dengan keadaan pingsan gitu, masih aja mau sekolah." Omel Bunda seraya menata masakan yang dimasak Bi Ina yang kini sudah balik dari kampungnya.
"Emang yang bawa aku pulang siapa Bun?" Tanya Ninik penasaran.
"Ada, ngga tau siapa namanya Bunda lupa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlanjur Sakit [ E N D ]
Teen FictionSeberapa sakitnya kau menyakitiku, seberapa sakitnya kau mengkhianatiku, seberapa sakitnya aku yang masih tetap bertahan di sampingmu. Sakit bukan, sangat sakit. Aku sudah terlanjur sakit untuk memberimu kesempatan kedua.- . . . E N D