Bekas Bangunan Runtuh. Barak. Urk
Sore ini mereka berkumpul di sebuah tempat terbuka di bekas bangunan runtuh barak. Mereka berkumpul sam bil bbq an untuk merayaka ulang tahun sersan Choi—Piccolo. Tak banyak yang hadir dari para tentara yang mungkin masih sibuk bertugas.
“Sunbae, ikutlah makan dengan kami. Dagingnya sangat enak!” teriak dokte Lee pada dokter Kang yang terlihat berjalan cepat dengan wajah tertunduk.
“Sisakan saja untukku.” Jawab dokter Kang dengan suara parau. Jelas sekali dia menangis.
Dokter Kang melewati sersan Seo dengan keadaan yang masih sama tanpa memperhatikan sersan Seo yang menatapnya khawatir. Sersan Seo hanya memperhatikan dokter Kang sampai dokter itu mencuci tangannya di pompa manual tak jauh dari tempat mereka berkumpul, kemudian perempuan itu menyeka matanya dan mebasuh wajahnya.
Sersan Seo penasaran dan bertanya pada kapten Yoo yang baru saja datang . “Apa terjadi sesuatu?”
Kapten menggaruk telinganya yang tak gatal. “Aku membuatnya menangis.”
“Menangis?”
“Aku juga kaget.” Katanya ikut memperhatikan dokter Kang yang membasuh wajah. Kapten Yoo segera menyusul dokter Kang dan meraih sebelah tangannya ketika dokter itu mulai berjalan meninggalkan tempatnya tadi. “Tunggu.”
Dokter Kang tidak berhenti berjalan membuat kapten Yoo berjalan mundur agar bisa tetap berhadapan dengan perempuan itu.
“Maaf.” Tapi dia diabaikan. Dokter Kang memperlebar langkahnya dan berjalan semakin cepat membuat kapten Yoo berjalan mundur sambil mengimbangi. “Candanku memang sering keterlaluan.” Dia menghentikan langkah membuat dokter Kang ikut berhenti. “Maafkan aku.”
“Iya baiklah.” Hanya itu yang keluar dari bibir dokter Kang dan dia melenggang lagi.
Namun seketika kapten Yoo melakukan hormat bendera ketika suara lantunan lagu kebangsaan korea terdengar dan bendera dikibarkan di puncak katedral kuno di tengah barak. Gerakan tiba-tiba itu membuat dokter Kang berhenti dan memperhatikan kapten Yoo.
Semua orang pun melakukan hormat bendera. Mereka menghentikan seluruh kegiatan mereka. Berdiri dari duduk mereka. Dan saat itu juga kapten Yoo membalikkan tubuh dokter Kang dengan kedua tangannya agar menghadap pada bendera korea yang sedang dikibarkan.
“Senang bisa bertemu denganmu lagi.” Ucap kapten Yoo pelan, namun cukup untuk bisa di dengar dokter Kang.
Perempuan itu tak menjawab.
Adegan ini menjadi sangat romantic di antara mereka. Ketika sinar matahari sore jatuh menimpa mereka dengan pancaran jingganya. Mereka berjajar melakukan hormat bendera dengan tatapan peuh kerinduan tanpa saling menatap satu sama lain. Mereka hanya diam di tempat mereka sekarang dan melepaskan rasa rindu yang sudah delapan bulan ini menggerogoti hati mereka. Dengan hanya diam berdiri seperti ini dan saling merasakan kehadiran masih-masing sudah cukup untuk mereka melepas kerinduan itu.
Lain cerita dari dokter Kang, doter Julie justru melakukan hal yang cukup memalukan ketika sersan Gong—Snoopymembalik tubuhnya menghadap bendera yang berkibar. Dokter Julie saat itu sedang menghabiskan potongan daging di piringnya dan menghampiri Snoopy yang sedang memanggang. Dia menunggu cukup lama sampai ada daging yang matang. Dan ketika daging itu matag, Snoopy membalikkan tubuh untuk melakukannhormat bendera, sementara dokter Julie tidak tahu itu, dia justru mengambil capitan daging yang ditaruh Snoopy dan hendak mengambil daging. Cara Snoopy membalik tubuh dokter Julie tidak jauh berbeda dengan kapten Yoo yang membalik tubuh dokter Kang, namun tidak ada keromantisan disana. Dan ketika dia sadar apa yang semua orang lakukan—hormat bendera, dia malu bukan main dan meletakkan piringnya dan hormat kemudian.
Di luar Tenda Relawan Perempuan. Urk. 07:15 URK
“Whoa, kita bisa melihat pemandangan ini tiap pagi?” ucap suster Minji takjub melihat satu pasukan tentara bertelanjang dada yang berlari mengisi latihan pagi hari mereka. Dia terpesona tanpa mengedipkan matanya barang satu kedipan saja.
“if they do this everyday, I’ll never leave. Kalau ini bisa ku nikmati setiap malam juga, aku mungkin akan memberitahu ketua untuk memperpanjang masa relawanku,” dokter Julie pun tak bisa melepaskan pandangan dari para tentara seksi itu.
“Kalu kalian mau pindah kesini akan aku beritahu pemilik asrama nanti.” Timpal suster Jaae.
“Apa suara mereka membangunkanmu?” lelaki bernama Sijin—kapten Yoo ini meatap dokter Kang. Dia menghampiri dan menghalangi pandangan para perempuan ini, membuat suster Minji langsung berfokus padanya.
“Can you move a little to the side?” kata dokter Julie yang masih menyandarkan kepala ke pagar tanpa menoleh barang sedikitpun.
“Apa rencanamu hari ini?”
Dokter Kang pun tidak melepaskan pandangan dari merpati-merpati Urk itu. “Pagi atau sore?”
Kapten Yoo membuang napas berat dan membalik posisinya. “Jalan di tempat!” perintahnya pada pasukan yang merupakan peserta wajib militer itu. “Berhenti!”
Semua lelaki seksi tanpa pakaian atas berhenti di hadapan mereka seketika. Terlihat bagaimana tubuh-tubuh terlatih itu sedikit naik turun dan ngos-ngosan serta keringat yang menambah kesan jantan meluncur diaantara bisep mereka.
“Latihan pagi ini cukup. Kembali ke asrama!” perintah kapten Yoo.
“Ya, pak!” mereka pun berlari dan menghilang.
Dokter Kang dan dokter Julie mendengus kesal bersamaan. Sarapan mata mereka pergi begitu saja, mambuat mata para wanita ini terasa berat kembali.
“Pagi dan sore. Apa rencanamu?”
Dokter kang meliriknya tajam. Meluapkan seluruh amarah dan kecewa lewat sorot matanya. Dan kapten tampan itu hanya tersenyum gemas.
Tiga jam kemudian
Para relawan yang terbagi dalam shift memasuki medicube yang dokter Lee tunjukkan kemarin dan mulai menjalankan tugas pertama semenjak kedatangan mereka kemarin. Tugas itu, memberi faksin dan menyuntikkan vitamin dan melakukan pemeriksaan kesehatan standar untuk para tentara yang bertugas.
“Kita mulai…” kata dokter Song dengan senyuman.
Para suster mendampingi para dokter mereka semua terbagi menjadi beberapa tim yang terdiri dari dua orang di setiap timnya. Mereka mengerjakan pemeriksaan ini dengan berpasang-pasangan.
Terlihat tiga orang sudah berbaris di depan meja dokter Julie dan tentara pertama nenyerahkan lembaran catatan medisnya. Dengan segera mereka melayaninya. Melihat catatannya dan memberikan pemeriksaan dan suntikkan sesuai kebutuhannya.
Tapi tiba-tiba dua orang yang berbaris tadi menghilang menyerbu satu tempat bersama tentara-tentara lainnya. Meja dokter Kang. Dia yang paling—seharusnya paling popular diantara mereka. Setidaknya dia dipilih bukan karena mengajukan diri maupun tanpa uang dan koneksi, dia kemari karena dibuang ketua rumah sakit karena menentang kehendak ketua yang ramai dibicarakan para staf dan posisinya yang sedang menjadi idola.
Para tentara berebut dan sempat saling dorong untuk segera ditangani oleh idola korea saat ini.
“Hei.”
“Aish.”
“Astaga.”
“Ugh.”
Setidaknya itu yang mereka katakana kala saling sikut dan saling dorong untuk mendapatkan suntikan dari dokter Kang sambil berebut menyerahkan catatan medis mereka.
“Kenapa kalian semua disini? Suntikanku menyakitkan loh,” goda dokter Kang.
“Aku suka yang sakit-sakit kok, dokter.” Seorang tentara dengan tampang konyol menyahuti.
Mereka semua tersenyum dan beberapa perawat tertawa mengejek.
“Antrian apa ini?” suara baritone itu terdengar memenuhi ruangan membuat suasana tiba-tiba hening.
“Hormat!” para tentara itu langsung membuka jalan untuk kapten Yoo yang baru saja memasuki medicube.
Melihat apa yang menjadi sumber permasalahan, kapten Yoo hanya membuang napas dan berbalik. Terlihat jelas kemana matanya tertuju—kursi kosong di depan dokter Julie.
“Tunggu!” dokter Kang memanggilnya membuat kapten Yoo yang merasa dipanggil menoleh. “Kau komandannya kan?”
“Kau harus maju duluan,” dokter Kang melanjutkan.
Akhirnya kapten Yoo pergi ke meja itu dan duduk di kursi kosong di hadapan dokter Kang. Tangannya digeletakkan di atas meja siap untuk menerima suntikan. Dengan sambil berusaha memasang wajah datar dia memilih untuk menatap kea rah lain, ke arah manapun asal tidak bertatapan dengan dokter Kang.
“Suntikannya akan sedikit menyengat.” Dokter Kang mengingatkan dengan suara dibuat seramah mungkin dan mulai menempelkan jarum ke lengan kapten.
Saat jarum yang dingin itu menyentuh kulitnya dia sedikir menjerit karena kaget.
Para tentara yang mengerumuni mereka memperhatikan dengan amat serius dan sempat ikut bersorak ketika kapten berteriak.
“Aneh.” Ejek dokter Kang. “Urat darahnya dimana ya?”
Kapten Yoo malu dan mulai menatap dokter Kang dengan wajah dibuat serius. “kau harus tahu, tentara itu selalu membawa senjatanya. Senjata besar.” Ancamnya.
“Kenapa?” dokter Kang menantang dengan balas menatap kapten Yoo. “Kau mau menembakku?” dia kembali menempelkan jarum itu ke lengan kapten Yoo. “Apa disini?”
Kapten berteriak lagi membuat para tentara lain bergidik ngeri.
“Aku bahkan belum menyuntikkannya.” Hina dokter Kang dan membuat para tentara dan suster Minji yang mendampinginya mentertawakan.
Kapten mendekatkan wajahnya pada dokter Kang an berbicara sangat pelan, “Jika kau masih dendam dengan candaanku yang kemarin…”
“Aye…aku tak akan dendam hanya masalah spele itu.” godanya. Dia kembali menempelkan ujung jarumnya sambil terus mempermainkan kapten Yoo. “Apa disini, ya?”
“Ada disini.” Kata kapten Yoo dengan santai dan mendorong tangan dokter Kang membuat jarum itu masuk menancap kedalam kulit kapten Yoo, sukses mengagetkan dokter Kang sejadi-jadinya dan semua orang yang melihat.
Dokter kang hanya diam sampai kapten Yoo berdiri dari duduknya.
“Selamat pagi…” seorang pria paruh baya masuk ke dalam ruangan.
Beberapa dari mereka tersenyum menyambutnya sama seperti kapten Yoo. Kapten Yoo yang sudah selesai menghampiri pria tadi sambil masih menutupi bekas suntikannya dengan tangan yang bebas.
“Apa kau sudah menerima paketmu?” tanya kapten.
“Ia, aku datang untuk mengucapkan terimakasih untuk itu. Kami berutang padamu. Kalian pasti kesulitan membawanya.”
“Tidak apa-apa.” Mereka tertawa ringan bersama. “Oh, ya. Kami akan pesta BBQ akhir pekan ini.”
Belum sempat pria itu menjawab, sebuah suara keras datang dari luar. Suara seperti benturan alat berat. Tampaknya suara itu datang dari jauh namun cukup jelas terdengar dari dalam medicube.
Semua orang disini terlonjak kaget dan mendadak menoleh ke beberapa jendela kecil di sekitar. Kapten Yoo mengeluarkan HT—handy talkie nya dan berbicara. “Ini kapten. Penjaga gerbang, apa yang terjadi?”
“Gerbang aman.” Balas seseorang. “Tapi sepertinya telah terjadi kecelakaan di kaki gunung.”
Pria paruh baya itu mendekati kapten. “Kaki gunung? Apa truk kami kecelakaan?”