IV - 1

206 7 0
                                    

Sementara para dokter mengoperasi, di rumah biru terjadi keributan antar anggota dewan pertahanan dan komandan besar militer serta ketua rumah sakit Haesung dan professor besar bedah umum. Mereka meributkan tanggung jawab dan kemungkinan keberhasilan operasi karena pasien ini bukan orang sembarangan dan keberhasilannya akan berdampak pada masalah diplomatik.

Hampir dua jam berlalu dan pasien pun selamat. Kini hanya tinggal menjahit sayatannya. Mereka semua keluar meninggalkan dokter Julie dan suster Jaae menyelesaikan tugas terakhir ini.

“Sepertinya dokter arab itu tiba.” Kata suster Jaae sambil menggedikkan kepalanya ke pintu.

“Benarkah? Kuharap kau cepat sembuh tuan presiden…” bagaimanapun operasi ini akan berhasil jika si pasien sadar kembali.

Setelah semua keadaaan ini membuat suster Jaae dan dokter Julie lapar. Sama seperti yang lain, mereka duduk di sebuah bangku panjang di depan medicube dengan memegang ramen cup. Mereka masih merasa tak nyaman karena beberapa pengawal arab berdiri di belakang memperhatikan. Sungguh menyebalkan.

Sementara di dalam ruang ICU, dokter arab itu memeriksa presiden Mubarat dengan ditemani dokter kang, dokter Song dan dokter Lee.

Dokter arab itu menutup tirai yang mengelilingi ranjang rawat presiden Mubarat yang masih belum sadar pasca operasi. “Seems like all the surgical operations went well.”

“It’ll leave a scar. It could have been better if I had the right chart.” Kata dokter Kang menatap tajam dokter arab.

“Well, the patient still needs to wake up to call the surgery a success.” Ejeknya. “I’d still be worried if I were you.”

“If I’d just sat around and worried and did nothing you’d have a dead body now.”

“He could still die.” Katanya sarkas lalu pergi meninggalkan ruangan.

“Aku juga tahu itu.” Keluh dokter kang. Dia membuang nafas berat lalu merosot ke lantai sambil melenguh panjang.

“Apa kau baik-baik saja?” dokter Song memperhatikan dokter Kang yang duduk bersila di lantai dan ikut duduk bersamanya. “Aku yang akan menjaga di sini, pergilah beristirahat.”

“Taka pa-apa. Aku hanya lapar saja.” Dia memegangi perutnya dengan wajah yang sudah kusut. “Pergilah makan dengan Jaae, Minji dan Julie. Kita akan berganti shift nanti.” Perintahnya pada dokter Lee.

Tidak segera pergi, dokter Lee menatap kosong kedepan. “Tapi bagaimana jika dia meninggal?”

“Kita akan mendapatkan laporan kasus aneurisma arteri hepatica.” Dia menarik nafas panjang dengan wata yang sedikit melotot. “Dan sejarah dunia mungkin akan sedikit berubah.”


Ruang Perdana Menteri. Rumah Biru


Empat orang petinggi yang terlibat sedang berkumpul mengadakan rapat di ruang komandan militer. Disana ada komandan Yoon, Perdana Menteri, serta ketua Han dan professor dari RS Haesung.

“Apa aka nada masalah dalam proses penyembuhannya?” ketua Han bertanya pada professor di sampingnya.

Professor pun mulai mejelaskan. “Operasi hemoperitoneum-nya memang berjalan lancar. Tapi, tetap ada kemungkinan terjadi pendarahan atau-” dan penjelasannya langsung dipotong perdana menteri.

“Kau tak perlu menjelaskannya. Kita hanya memerlukan hasilnya saja.” Katanya dengan wajah yang angkuh itu. “Konflik bersenjata bisa kita hindari, tapi kami masih perlu memikirkan tanggapan diplomatic. Kita tetap harus menghukum orang-orang yang tidak bertanggung jawab.” Katanya menekankan pada komandan Yoon.

Komandan Yoon menatap sekilas perdana mentri dengan tidak suka, mendengus sebentar lalu mengambil telepon di nakas di sebelahnya. Dia menekan satu tombol yang menghubungkannya pada radio komunikasi tentara. “Aku Komandan Pasukan Khusus. Sersan Mayor Seo Daeyeong. Kau bisa mendengarku? Aku komandan.”

Di tempat yang lain. Di medicube. Pasukan khusus korea ini masih berhadapan dengan pengawal presiden mubarat.

“Siap. Sersan Seo Daeyeong.” Kata sersan Seo lantang mulai menjawab melalui radio komunikasi yang terpasang di telinganya.

“Kapten Yoo Sijin…” dia mulai memberi perintah. “Akan diberhentikan dari tugasnya karena telah melanggar perintah. Dia akan ditahan.”

Seketika para tentara yang mendengar melalui radio itu berubah air mukanya dan menatap iba kapten Yoo. Tak ada yang mengeluarkan satu kata pun dan hanya tatapan itu yang terlihat. Curiga dan seolah mengerti, kapten Yoo bersikap seperti biasa dan diam ditempatnya membiatkan rekan-rekannya menatapnya.

Komandan masih belum selesai dengan ucapannya dan masih diperhatikan tiga orang lain di dalam ruang kantornya. “Ya, kalian memang telah melaksanakan tugas sebagai prajurit. Aku menghargai itu. Tapi perintah tetaplah perintah. Laksanakan perintah.”

Kapten Yoo yang tidak bisa mendengar perintah itu karena sebelumya dia melepas dan mematikan sambungan radio dari telinganya, seolah dia mengerti. Dia melihat rekan-rekannya yang menunduk dalam tak mampu menatap dirinya lagi. Dan dengan berat hati sersan Seo mau tidak mau harus menyampaikan perintah ini, tapi belum sempat bicara, baru menoleh menatap kapten, kapten menyerahkan senjatanya pada sersan Seo. Dia mengeluarkan peluru dari senjatanya dan menyerahkannya pada sersan Seo, melepas rompinya.

“Kapten Yoo Sijin.” Sersan Seo pun mulai menyampaikan. “Kau diberhentikan dari tugasmu karena melanggar perintah dan ditahan di barak.”

Tidak protes dia hanya tersenyum separo. Dia menoleh pada pengawal botak yang sebelumnya saling tuding senjata dengannya. “I’m not running off. I’ve been sumont.” Lalu dia kembali pada sersan Seo. “Tolong lanjutkan operasi dan gantikan tempatku.”

Selang beberapa menit sersan Seo menuntun kapten Yoo masuk ke ruang persediaan di barak. “Menurut perintah, kau akan ditahan di ruangan ini.”

“Aey…aku berharap aku bisa ditahan di gudang penyimpanan makanan.” Kata kapten Yoo sambil melihat seisi ruangan.

Lalu pintu kayu tua itu terbuka dan bersuara nyaring saat di dorong. Muncul seorang lelaki yang membuat sersan Seo dan kapten Yoo menegakkan tubuh menghadapnya dan melakukan hormat seketika .

“Daeyeong keluarlah.” Perintahnya dengan suara yang masih tenang.

Sersan Seo mendekat lalu melakukan hormat sebelum meninggalkan ruangan. Meninggalkan kepten Yoo berdiri berhadapan dengan lelaki itu—Kolonel.

Colonel melempar helm nya ke atas tumpukan kotak lalu menendang tulang kering kapten Yoo dengan kencang. Tapi kapten tidak mengaduh bahkan bersuara sedikitpun tidak. “Hey bocah gila. Lihatlah sekarang, kau ditahan dan pasukanmu menjadi kacau.”

“Maaf.”

“Kenapa kau harus melakukan tindakan yang melanggar perintah?” nadanya meninggi. “Kau tahu berapa banyak orang yang hampir diberhentikan?”


“Aku tidak akan melawan.” Dia memasrahkan dirinya sekarang.

“Ya, memang tidak harus melawan!” dia menahan amarahnya sampai suaranya bergetar. “Kau hampir saja mendapakan promosi jika saja kau tidak ceroboh begini. Kau menghancurkan karirmu sendiri.”

“Aku tidka menyesal.” Kapten Yoo menatap mata Kolonel yang sejajar dengannya. “Akulah yang membuat perintah dalam tim. Aku yang akan bertanggung jawab penuh.”

“Ya, kau memang harus bertanggung jawab atas kesalahanmu.” Dia menatap dengan tatapan menelanjangi.

Sementara sersan Seo berdiri di luar ruang penyimpanan, dokter Kang datang dengan berlari menghadap sersan Seo. “Dimana kapten Yoo?”

“Dia ditahan. Kau tak bisa menemuinya.”

“Aku mohon, hanya 5 menit saja.”

Lalu langkah berat dan suara pintu itu terdengar lagi. Sersan Seo tahu colonel sudah selesai dan berjalan keluar dari ruangan, dia pun berdiri tegap menghadap colonel dan berusaha menyembunyikan dokter Kang di belakang tubuh tinggi besarnya.

“Seo Daeyeong. Dimana dokter gila yang bernama Kang Moyeon itu?” katanya setengah membentak. “Aku ingin menemuinya.”

“Saat VIP sadar nanti-“ usaha sersan Seo untuk menyembunyikan dokter Kang gagal ketika perempuan itu langsung muncul menhadap colonel.

“Aku…Kang Moyeon.”

Colonel pun membawanya ke sisi medicube dan berbicara empat mata. “Apa VIP belum sadar?” katanya mencoba menahan diri untuk tidak meledak di depan dokter Kang.

“Kami juga sedang menunggu sekarang.” Katanya santai.

“Aku juga bisa bilang begitu. Bagaimana jika dia tak perah sadar?”

Dokter Kang menjadi sedikit tertekan. “Operasi dilakukan berdasarkan diagnosis dan juga atas dasar rasionalitas.”

“Kau percaya diri sekali.” Dia tersenyum sarkas. “Bahkan jika kau dipecat, kau masih bisa membuka klinik ‘kan? Karena kau dokter yang terkenal.” Dia tak berhenti menatap tajam dokter Kang sampai membuat dokter Kang menunduk take rani menatap. “Tapi kau telah menghancurkan karir Sijin.”

Dokter Kang langsung membelalak, menatap tak percaya.

“Karir 10+ militernya hilang, dan tak akan pernah naik jabatan. Jika VIP tidak sadar, dia harus membusuk di penjara. Itu semua karena keputusan rasionalmu itu.” Semua kata yang keluar dari mulut colonel dipenuhi penekanan. Melihat dokter Kang yang terlihat sedih dan merasa bersalah, colonel pun melanjutkan. “Dia harus sadar kembali. Agar karir kita bisa terus berlanjut.” Menatap sebentar. “Ku mohon padamu.” Dan colonel pun pergi meninggalkan dokter Kang sendirian.

Bahkan sebelum pulang colonel masih merutuk pada sersan Seo dan sersan Choi—snoopy yang mengiringi kepergiannya. Dia terus membentak dan memerintahkan sersan Seo untuk segera melaksanakan perintah transfernya karena sudah muak menghadapi tim alpha dengan segala kelakuannya. Dan colonel pergi setelah memerintah Snoopy untuk memimpin pasukan selama masa tahanan kapten Yoo dan kepulangan sersan Seo ke korea.

Sersan Seo kemudian masuk ke ruang penyimpanan menemui kapten Yoo. Mereka bertatapan sebentar.

“Kau sudah mau pergi?” kapten Yoo ingat ini adalah hari sersan Seo akan kembali.

“Jadwal pemberangkatannya jam 9 malam.”

“Apa kau tak mau tinggal di sini?” katanya sambil bersandar malas pada tumpukan kotak. “Kenapa kau tak melawan?”

“Aku pergi bukan karena aku mau tapi ini adalah perintah.” Sersan Seo tersenyum. “Maaf karena aku harus meninggalkanmu begini. Aku akan melakukan laporan transfer.” Katanya menjelaskan tujuannya datang ke ruangan ini, mengeluarkan baretnya.

Kapten Yoo menahannya. “Tidak usah. Aku dipecat, aku bukan atasanmu lagi.” Katanya sambil terus menatap lantai dan memainkan kakinya. Terlihat jelas kesedihan dari kapten, dari bagaimana cara dia menatap lantai, suaranya yang bergetar. “Tak usah melapor.”

Melihat itu membuat sersan Seo tak tega. Dia sudah mengenal kapten Yoo bertahun-tahun. Dia mengerti perasaan kapten Yoo yang sebenarnya saat ini. “Hari ini…semua perintah dari atasanku adalah benar.”

Kapten Yoo yang matanya sudah merah menatap sersan Seo.

“Dan hari ini, semua perintah dari atasanku adalah perintah yang terhormat. Sampai jumpa di korea, kapten.”

Kapten Yoo terlihat lebih tenang dan menatap dengan tatapan yang tidak dapat dijabarkan. “Aku akan mantrktir minum nanti. Selama 72 jam.” kapten Yoo tertawa singkat saat sersan Seo mengangguk dengan wajahnya yang selalu datar lalu tersenyum mendengar kata ‘traktir’.

Sersan seo pun memakai baretnya dan mereka berdiri tegak berhadapan. “Lapor. Pada 24 Mei 2015, Sersan Mayor Seo Daeyeong diperintahkan untuk kembali ke Korea. Aku akan mengikuti perintah. Hormat.”

Setelah kapten menerima hormatnya, dia segera pergi maninggalkan kapten Yoo yang dikurung di ruang penyimpanan. Dengan segera dia menghampiri dokter Kang.

“Pada pukul 20:50, kau memiliki waktu 10 menit untuk mengunjungi kapten Yoo.” Katanya memberitahu dokter Kang yang sedang menunggu VIP di medicube.

Dan saat berjalan keluar, sersan Seo ditahan oleh dokter Julie yang meninggalkan ramennya di meja. “Apa aku bisa menemui kapten Yoo?”

Sersan Seo menatap dokter Julie sebentar. “Sepertinya waktumu tidak akan lama. Kalau kau mau, jam 9 nanti saat dokter Kang selesai berkunjung.” Dokter Julie mengangguk. “Tapi ingat, kembalilah sebelum petugas yang menjaga kapten Yoo datang.”

“Baiklah.”

Descendant of the Sun : Another StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang