Siang ini, kafe sangat penuh dengan berbagai manusia. Kebanyakan muda mudi, saling berpasangan. Juga ada yang sedang nongkrong. Vellice bahkan tak sempat membetulkan kucirannya, walaupun beberapa anak rambut sudah keluar dari ikatan itu.
Bibirnya, lama kelamaan mulai terbiasa tersenyum ramah. Ia kini, bahkan merasa dirinya seperti sebuah robot pekerja. Selalu mengatakan berbagai hal yang sama berulang ulang.
“Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?”
“Apakah ada tambahan lain lagi?”
“Kalau begitu silahkan ditunggu sebentar”
“Siahkan menikmati hidangannya”
“Ahh, ada! Akan saya ambilkan sebentar”
Entah sudah berapa kali ia mengatakan kalimat kalimat itu. Bahkan hingga siang datang mereka tak berhenti bergilir. Jika ada yang keluar akan ada yang masuk. Tempat ini begitu penuh di hari minggu. Tangan dan tubuhnya terus bergerak ke sana kemari. Hal itu juga terjadi kepada semua rekan kerjanya.
Ilham pun, tangannya tak berhenti membuat kopi. Rafa juga seperti dirinya, sangat sibuk. Namun, sering kali Rafa mengendap di dapur membantu Ilham membuat pesanan dan hal itu yang membuat Vellice semakin kewalalahan. Bila sendiri juga sangat sibuk menghiung bill. Disaat ramai seperti ini, pelanggan datang membaya sendiri ke kasir.
Sedangkan yang mengeprint billnya di awal adalah Vellice. Perempuan itu mencatat pesanan langsung menggunakan mesin printer menu kecil yang ia bawa kemana mana dan kertas itulah yang digunakan pelanggan untuk membayar pesanan mereka ke kasir.
Ketika ia selesai memberikan sebuah pesanan ke salah satu meja pelanggan ada yang memanggilnya. Vellice langsung sedikit berlari mendekat. Begitu sampai ia langsung ditarik paksa hingga terduduk. Vellice melotot terkejut. Ternyata Lucas dan temanctemannya yang memanggilnya. Lihatlah, karena terlalu fokus dengan pekerjaannya. Ia bahkan tidak menyadari kalau yang memanggilnya tadi adalah Lucas.
Lucas langsung mengelap keringat Vellice dengn tisu yang ada di meja itu.
“Kerjanya jangan keras keras. Nanti capek, sakit, percuma” ucap Lucas.
Vellice hanya merengut menjawab itu. Lucas langsungmemberikan minumannya kepada Vellice. Membiarkan perempuan itu meminumnya hingga habis. Hal itu membuat Lucas langsung tertawa. Padahal dirinya saja baru meminum seteguk. Nah ini, langsung dihabiskan perempuan itu.
“Vel, masih rame” bisik Rafa yang berjalan melewatinya. Reflek Vellice langsung berdiri.
“Habis ini, gue suruh anak anak kesini. Biar ga ada pelanggan dateng lagi” ucap Lucas. Vellice mengabaikan itu dan segera melaksanakan tugasnya.
Benar saja kisaran 15 menit setelah itu ada banyak sekali remaja yang memenuhi tempat itu. Mereka bahkan berdiri di depan kasir, menunggu meja kosong. Jika seperti itu, mau tak mau para manusia yang sedang asyik duduk sambil mengobrol harus segera pergi dari sana. Hanya butuh beberapa menit para pelanggan keluar hingga terganti dengan semua teman Lucas.
Vellice pun sudah selesai mencatat pesanan mereka. Perempuan itu langsung terduduk di lantai begitu memasuki ruang dapur.
“Nih” ucap Vellice memberikan 6 lembar print pesanan menu sekaligus.
“Astaga, jangan duduk di bawah! Kotor!” seru Ilham.
“Bodo, capek” ucap Vellice. Perempuan itu langsung bersandar pada dinding. Kakinya ia luruskan.
“Hahaha, capek banget ya? Maklum sih, orang kaya kayak kamu iba tiba kerja jadi pelayan” ucap Ilham.
“Kaya dari mana coba” ucap Vellice merengut.
“Mau ngaku miskin? Tinggal di perumahan elit gitu. Muka kamu juga wajah- wajah orang kaya. Apalagi kulit kamu. Mau dilihat darimanapun ga ada miskin miskinnya” sahut Ilham. Ia juga sedikit santai, ketika mengetahui Vellice sudah santai. Itu berarti pekerjaanna sedikit longgar.
“Lo aja yang ga tahu kalo gue pernah sebar brosur di pinggiran jalan” ucap Vellice. Iya, dikehidupan sebelumnya ia pernah melakukan itu. Menyebar brosur di pinggir jalan hanya demi beberapa lembar uang. Saat itu ia sangat sangat berusaha untuk membantu orang tua membayar uang sekolahnya.
“Beneran?” tanya Ilham.
“Hmm, sampe ngambil brosur yang udah di buang orang. Terus dibagiin lagi. Gitu terus. Dan akhirnya gue kapok. Ga bakal mau nyebar brosur lagi” ucap Vellice sambil meringis di akhir.
Ilham membalas ucapan Vellice dengan tawanya.
“Apa apaan ini! Apa yang kalian lakukan! Santai kok nggak ngajak ngajak” seru Rafa sambil nyengir di akhir. Laki laki itu membereskan meja bekas para pelanggan yang sudah keluar.
Rafa ikut duduk di depan Vellice.
“Hahh... tiap minggu selalu gini” ucap Rafa.
“Yahh... namanya weekend” sahut Ilham.
“Udah selesai nih, satu meja” ucap Ilham.
“Gantian lo” ucap Rafa tanpa perasaan. Vellice merengut, memang tidak ada perbedaan gender dalam hal pekerjaan.
Vellice dengan malas bediri dan mengambil nampan berisi enam gelas kopi itu.
“Ditungguin juga!” seru salah seorng teman Lucas begitu ia keluar dari sana.
Vellice tersenyum ramah membalasnya. Ia memberikan minuman itu di meja teman Lucas.
“Selera lo berubah Cas?” tanya salah seorang perempuan yang baru saja Vellice berikan minuman. Mereka secara terang terangan menatap Vellice.
Bukannya menjawab, Lucas malah berdiri mendekai Vellice. Menarik perempuan itu agar duduk di sampingnya.
“Kaki lo udah sembuh?” tanya Lucas.
“Udah lah” sahut Vellice malas.
“Capek? Yang mana?” tanya Lucas.
Bukan jaim, atau sok mengelak. Vellice secara langsung mengabgkat kedua tangannya di depan Lucas. Laki laki itu tertawa dan langsung memiijit lengan Vellice.
“Bukan kaki lo yang capek?” tanya Lucas.
“Semua” sahut Vellice malas. Lagi lagi perempuan itu langsung meminum kopi milik Lucas.
“Gue barusan pesen” sahut Lucas.
“Terus?” tanya Vellice santai.
“Ya gue pesen dua kali lo habisin semua” sahut Lucas, sebenarnya laki laki itu hanya berbasa basi saja.
“Masi inget sama kita?” tanya Aldi.
“Hmm? Nggak? Kita pernah ketemu?” tanya Vellice setelah melihat seisi teman Lucas.
“Pantesan lo ga inget alamat rumah sendiri. Muka orang aja cepet lupa” gerutu Johan.
Vellice mengendikkan bahu acuh. “Otak gue udah penuh sama masalah. Ga perlu kan buat nginget hal ga penting lagi?” ucapnya. Lucas terkekeh mendengar jawaban Vellice. Hal itu juga menyambut tawa dan sahutan beberapa orang.
“Nah! Sukurin lo! Udah tahu, Lucas dari dulu selalu milih cewek judes” ucap salah seorang dari meja seberang.
“Iya, gue juga baru nyadar kalo tipe lo selalu cewek jutek Cas” ucap seorang perempuan dari meja ujung.
Lucas hanya berdecih mendengar hal itu.
“By the way Vel, Lo kok mau sih di pegang pegang cowok?” tanya Seno.
Vellice tertawa mendengarnya. Dengan santai perempuan itu menjawab
“ Dari dulu gue pingin banget punya abang cowok”
Jawaban tesebut langsung mengundang tawa yang lain. Baru saja mereka membahas tipe ideal seorang Lucas sangat mirip dengan Vellice. Tapi, perempuan itu langsung mematahkan semua kalimat itu hanya dengan mengatakan kalau ia menganggap Lucas sebagai kakak laki lakinya.
Tolong jangan ada yg spoiler yaa nanti2 wkwkwk
Di GWP, udah ada part selanjutnya yang bakal bikin jejeritan :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonist Girl (TAMAT)
FantasyArlan, laki-laki itu memenuhi ruangan di apartemennya dengan foto-foto seorang perempuan. Ia bukan terobsesi, hanya saja ia takut akan melupakan perempuan itu barang sejenak saja. Vellice, dia manusia dari dunia lain yang menikmati perannya sebaga...