Fear

175 35 0
                                    

[26 oktober 2019]


"Aku tidak menemukan alasan kenapa kalian masih bertahan disini." Hayeon menyeruput kopinya sembari mengernyit. "Ugh, Doyoung, kau memberikan aku ice americano?" Matanya kemudian beralih pada sang tunangan, kopi itu terlalu pahit untuknya sehingga membuat lidahnya terasa mati rasa.

Doyoung menaikkan kedua alisnya. Lelaki itu kemudian menjauhkan gelas minumannya sendiri lalu menatapnya dengan pandangan meliti, seperti baru menyadari bahwa ada yang ganjal dengan minumannya. "Oh, kau benar. Sepertinya kopi kita tertukar."

Setelah menukar kopi mereka, Hayeon kembali fokus kearah tiga orang lelaki yang sedang duduk dihadapannya. Perempuan itu menatap lama kearah ketiganya secara bergantian seperti sedang memikirkan sesuatu sebelum akhirnya menghela nafasnya.

"Pulanglah, kalian hanya membuang-buang waktu kalian disini." Hayeon kembali mengingatkan. Matanya kemudian beralih kearah Winwin. "Aku tahu kau akan pulang dalam dua hari, tapi bukankah kau sudah lama tidak kembali ke Korea? Kau seharusnya menggunakan sisa waktumu untuk berkeliling dan bukannya disini."

Winwin hanya menatap dingin kearah Hayeon. Ini adalah hidupnya, ini adalah pilihannya, memangnya Hayeon siapa sampai-sampai mengira bahwa Winwin akan mendengarkan perkataannya?

"Jangan ikut campur dengan urusanku."

Hayeon tahu tidak ada gunanya berbicara dengan Winwin, jadi dia lebih memilih mengalihkan pandangannya kearah dua pemuda yang berada di sisi kiri dan kanan Winwin. "Jaehyun, aku tahu betapa sulitnya seorang idol untuk mendapat waktu kosong. Kenapa kau tidak memanfaatkannya untuk sesuatu yang lebih penting? Dan Mingyu, kau tidak takut dipecat? Eunwoo saja akhirnya pulang."

"Aku tidak apa-apa, sungguh." Jawab Jaehyun. Hayeon balas menatapnya sedih. "Jaehyun, kau tidak rindu dengan keluargamu?"

Senyum Jaehyun luntur. "Ah, benar juga.."

"Dengar, aku bukannya benci atau apa dengan kehadiran kalian. Sungguh, aku sangat mengapresiasi rasa sayang kalian pada adikku. Tapi kalian tidak bisa terus seperti ini. Kalian punya pekerjaan, kalian punya keluarga, kalian punya masa depan. Aku yakin Haneul juga tidak akan menyukainya jika dia tahu teman-temannya yang berharga jadi seperti ini karena dia."

Mereka sudah berada ditempat ini tanpa alasan yang jelas selama hampir dua minggu, dan Hayeon rasa seseorang harus segera menghentikan mereka. "Memangnya apa yang kalian harapan dengan terus tinggal disini? Aku mengerti jika kalian tinggal selama beberapa saat untuk mengenang Haneul, tapi kalian semua tahu kan, walaupun kalian terus berada disini itu tidak akan membuat adikku kembali hidup?"

"Diam." Winwin mendesis. Lelaki itu tahu Haneul sudah tidak ada, jadi apa Hayeon harus mengingatkannya kembali? Dia benci itu.

Terkenal dengan temperamennya yang buruk—tidak seperti Haneul, Hayeon merasa amarahnya tiba-tiba memuncak setelah mendengar desisan sinis Winwin. Berani-beraninya lelaki itu bertingkah seperti yang paling tersakiti disini!

"Hey, Winwin, bisa kau berhenti bertingkah seperti itu? Bukan hanya kau yang merasa kehilangan disini! Dia adikku kalau kau lupa!"

Hayeon mungkin tidak tahu, tapi Winwin itu luar biasa keras kepala. "Tapi kau dengan mudahnya menyuruhku untuk melupakan dia."

Oh, oh, sepertinya Winwin baru saja salah bicara karena tak butuh waktu lama sebelum Hayeon akhirnya meledak. Doyoung bahkan langsung menaruh kopinya asal untuk menenangkan sang tunangan.

"Fuck you." Hayeon mulai mengumpat. Jaehyun dan Mingyu tampak terkejut saat mendengarnya namun Winwin tampak tenang-tenang saja. "Memangnya kau pikir apa yang akan berubah dengan berada disini? Haneul sudah mati dan kau harus belajar untuk menerimanya!"

"Hayeon!" Doyoung berteriak. Saat emosi, Hayeon memang biasanya akan mengatakan sesuatu secara spontan tanpa berpikir panjang, tapi perkataannya kali ini sudah keterlaluan. "Dinginkan kepalamu! Haneul itu adikmu!"

Hayeon tergagap. Amarahnya turun begitu saja, mengakibatkan rasa penyesalan itu muncul. Apa yang baru saja dia katakan? Hayeon tidak percaya amarahnya mengendalikan akal sehatnya.

"A-aku.. Aku minta maaf.." Hayeon kemudian pamit dari sana menuju kearah pintu keluar, meninggalkan yang lainnya. Wajahnya tampak linglung, sepertinya dia masih terkejut.

Doyoung menghela nafasnya. Lelaki itu kemudian menunduk untuk mengambil kopi keduanya sebelum kembali menatap kearah depan. Wajahnya serius.

"Aku minta maaf soal Hayeon." Dia membuka pembicaraan. "Tapi dia benar, kalian tidak bisa terus berada disini tanpa alasan. Jaehyun, aku harap kau segera pulang untuk mengunjungi orang tuamu." Jaehyun mengangguk dalam diam.

Pndangan Doyoung kemudian beralih kearah Winwin dan Mingyu. "Untuk kalian berdua, aku harap kalian lebih memikirkan kembali prioritas kalian. Kalian sudah dewasa jadi aku percaya kalian lebih tahu apa yang harus kalian lakukan."

Doyoung tidak mengatakannya secara langsung, tapi pesan itu jelas. Dia ingin keduanya pulang.

Merasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, lelaki berambut hitam legam itu pamit pergi. Lagi-lagi ketiganya hanya membisu sembari mengikuti pergerakan yang lebih tua menuju pintu keluar.

Setelah beberapa saat, Jaehyun akhirnya buka suara. Wajahnya terlihat tidak nyaman. "Aku rasa kita semua mengerti apa pesan tersirat yang dia katakan, kan? Aku akan kembali ke Seoul malam ini. Kalian mau ikut? Winwin?" Lelaki itu coba menawarkan. Winwin tidak membawa kendaraan kemari jadi jika ia juga mau ke Seoul, Jaehyun akan dengan senang hati menawarkan tumpangan. Dan mungkin dia akan mengajak Winwin tinggal di rumah orang tuanya juga nanti.

Winwin menggeleng. Jaehyun berusaha mempelajari apa yang sedang temannya itu pikirkan, namun nihil, wajah Winwin tak terbaca.

"Mingyu?" Jaehyun menoleh kearah temannya yang satu lagi. Berharap agar lelaki itu mau mengatakan bahwa dia juga akan pulang hari ini sehingga Winwin mungkin akan merubah pikirannya.

Tapi Mingyu menggeleng, senyumnya terlihat aneh. "Aku akan menunggu Winwin. Dia akan pulang bersamaku nanti."

Senyum Jaehyun luntur. "Ah, begitu?" Dia kemudian maju dan memeluk kedua temannya secara bergantian. "Aku mungkin terlambat mengatakannya, tapi senang bertemu dengan kalian lagi, Winwin, Mingyu. Semoga kita bisa bertemu lagi kelak."

Mingyu balas memeluk Jaehyun, namun pikirannya kosong. Otaknya mulai memikirkan sesuatu yang seharusnya tidak ia pikirkan.

"Apa yang kau takutkan, Mingyu?"

"Aku takut sendirian."

Haneul tersenyum lembut dan membawa lelaki itu kedalam pelukannya. Pelukan hangat yang selalu berhasil membuat semua rasa cemas Mingyu menghilang.

"Jangan tidak akan pernah sendirian, Mingyu. Aku akan selalu ada didekatmu."

Jadi kenapa kau pergi, Haneul?






•••
F.E.A.R
has two meanings

either
Forget Everything And Run
or
Face Everything And Rise

The choice is yours.
•••

That Autumn - Winwin ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang