Jeonghan mengetuk-ngetuk jemarinya dipermukaan meja disebuah cafe milik salah satu sahabatnya.
Matanya tak lelah untuk melirik arloji hitam ditangannya dan beralih pada pintu masuk cafe tersebut.
Ia bahkan langsung otomatis duduk tegak disetiap lonceng itu berbunyi.
Jeonghan masih menunggu.
Bahkan sang sahabat -Joshua- berkali-kali menghampiri dirinya, memastikan bahwa apakah sahabatnya baik-baik saja.
Joshua menoleh pada sang istri disampingnya, bertukar tatap seakan keduanya tengah berbicara melalui tatapan mereka.
Kemudian sang istri mengendikan dagunya, isyarat agar sang suami menghampiri sang sahabat.
"Jeonghan-ah~"panggilnya lembut. Memang seperti itu sifat Joshua terhadap orang terdekatnya. "Kau sudah disini selama hampir 5 jam, apa kau yakin dia akan datang?"
Jeonghan mengangguk yakin, meski tetap terselip keraguan didalam tatapannya. Tentu saja Joshua tau, mereka bahkan berteman sedari mereka masih kecil.
Joshua menghembuskan nafasnya pasrah, "baiklah, jangan terlalu banyak meminum kopi, tak baik untuk kesehatan mu!" tegas Joshua.
"Arraseo! Arraseo! Khawatirkan dirimu sendiri, kau akan segera menjadi ayah sebentar lagi! Sana, temani Raina!" Joshua kembali menghela nafasnya, namun tak urung lelaki tersebut menurut dan kembali ketempatnya semula. Dibelakang kasir bersama sang istri.
"Gadis itu belum datang juga?" Joshua menggeleng, menjawab pertanyaan sang istri sembari tersenyum simpul.
"Sebenarnya, sahabat mu itu bodoh atau bagaimana? Kenapa menunggu hal yang tak pasti?!" wanita hamil itu berdesis, ia kesal sendiri melihat sahabat suaminya itu sudah berada ditempat yang sama sejak hampir 4 bulan yang lalu. Pemuda itu hanya akan pulang ketika cafe sudah tutup.
Dan alasannya tetap sama, menunggu seorang gadis.
"Hei! Kau tak boleh berbicara kasar seperti itu, bagaiman jika baby mengikutinya nanti!" Joshua menegur lembut. Namun istrinya hanya memutar bola matanya malas.
Cring!
Pintu terbuka, muncul seorang gadis dengan balutan dress berwarna baby blue. Surai hitamnya yang panjang tergerai begitu saja.
Jeonghan menoleh, tubuhnya terpaku ketika maniknya bersitubruk dengan sepasang manik bulat tersebut.
Namun, tak ada senyuman disana. Hanya raut datar yang terlihat acuh.
Gadis itu melangkah menuju kasir, dimana Joshua pun ikut terpaku ketika melihat gadis yang tak lagi asing untuknya, terlebih untuk sahabat.
"1 coffee latte, tolong"
Dari suaranya pun ditelinga Jeonghan masih sama. Itu suara gadisnya, yang hampir 4 bulan ini tak pernah lagi ia temui.
Namun, kenapa tatapan gadisnya itu terasa asing?
Buru-buru Jeonghan berdiri dari tempatnya, ia berjalan cepat menghampiri gadia tersebut.
"Lisa-ya!" serunya bersamaan dengan ia yang mendekap erat tubuh gadis itu.
Jeonghan rindu, teramat rindu.
Brukh!
Dorongan keras itu membuat mata para pengunjung yang sejak seruan Jeonghan tadi sudah menjadikan mereka pusat perhatian, kini membelalak tak percaya.
"Hei! Ada apa denganmu tuan? Kenapa kau memeluk orang dengan seenaknya!" serunya.
Jeonghan berdiri dibantu Joshua, lelaki itu sama kagetnya dengan apa yang terjadi.
"L-lisa-ya~" lirihnya tak percaya.
"Ku pikir, kau salah orang tuan, namaku bukan Lisa. Tapi Alice!" ujarnya kemudian langsung berlalu setelah membayar pesanannya.
"Shua-ya... Apa dia sebegitu marah terhadap diriku?" Joshua menatap prihatin sang sahabat, telinganya masih bisa mendengar bisikan lirih dari sahabatnya.
"Jeonghan-ah"
"Aku harus pergi, aku harus menyusulnya!"
Jeonghan buru-buru berjalan keluar dari cafe, mengikuti langkah gadis yang ia anggap sebagai Lisanya. Gadisnya, calon istrinya yang tiba-tiba menghilang.
Jeonghan tak bisa menyerah begitu saja, setelah penantiannya selama ini. Ia tak boleh menyerah begitu saja.
****
Annyeong? Gabanyak, ini work hampir ga tersentuh kek work yang laen...
Aing bawa Jeonghan, kalau Joshua sudah berpawang. Aku pawangnya.
Yasudah bye!
- Lova 💕🤣