Tujuhbelas

988 73 2
                                    

"Jangan sepelekan cinta. Karena cinta bisa datang kapan saja menghampiri hatimu. Tetap hati-hati dengan hati salah pilih risiko patah hati." –Queen Galau.

Saat ini Risa sudah berada di depan rumah Arbani. Gadis berperawakan tinggi itu penasaran dengan apa yang direncanakan Arbani. Tiba-tiba ponsel Risa berbunyi. Tertera nama Arbani di layar ponselnya, buru-buru Risa mengangkat telpon itu.

Halo!

Gue mau minta bantuan lo.

Bantuan apa?

Lo harus pura-pura jadi pacar gue di depan nyokap gue!
Risa kaget dengan apa yang diucapkan Arbani barusan. Pacar pura-pura? Untuk apa?

Buat apa?

Nanti aja jelasinnya, yang penting sekarang lo turutin dulu keinginan gue.

Tut. Telpon dimatikan oleh Arbani. Risa masih berusaha mencerna kata-kata yang diucapkan Arbani. Gadis itu kemudian melangkah menuju kediaman Bramansyah. Risa memencet bel rumah Arbani dan tak lama pintu rumah itu terbuka menampakkan seorang wanita paruh baya. Risa tersenyum ramah pada wanita paruh baya itu, kemudian Risa menyalaminya.

"Selamat siang Tante!" sapa Risa hangat.

"Siang juga, cari siapa ya?" tanya wanita paruh baya itu.

"Aku nyari Arbani Tan, Arbani nya ada?" Risa bertanya balik pada wanita paruh baya itu.

"Kalau yang ini baru cocok buat Bani," gumam wanita paruh baya itu, tapi Risa masih bisa mendengarnya. Diam-diam Risa tersenyum puas dengan aktingnya.

"Arbani nya ada, ayok masuk!" ajak wanita paruh baya itu pada Risa. Kemudian Risa mengikuti wanita paruh baya itu. Risa terkesima melihat rumah Arbani yang bernuansa gold itu. Banyak lukisan-lukisan terpampang memenuhi tembok, guci yang terpajang rapi, dan yang menarik perhatian Risa adalah dua lemari kaca yang berisi piala. Gadis itu penasaran dengan piala yang terpajang di rumah itu, apakah semua piala itu milik Arbani?

"Bani!" panggil wanita paruh baya itu yang notabenenya adalah ibu dari Arbani.

Terlihat Arbani menuruni tangga dengan rambut yang masih basah. Lelaki itu baru saja selesai mandi. Lelaki itu hanya menggunakan kaos oblong dan juga celana pendek selutut. Mata Risa tak berkedip untuk beberapa detik. Gadis itu terpesona dengan apa yang dilihatnya barusan. Perlahan Arbani mendekati Risa dan memeluknya. Risa membulatkan matanya. Kenapa jantungnya berdetak kencang?

"Kenalin mah ini Risa, pacar Bani," ujar Arbani pada mamahnya.

"Sekolah dimana?" tanya mamah Arbani to the point.

"SMA Brawijaya, Tan." Kali ini Risa yang menjawab. Gadis itu tersenyum ke arah ibunya Arbani.

"Kenal sama yang namanya Rachel?" tanya ibunya Arbani pada Risa. Dari nada omongannya Risa bisa menyimpulkan bahwa ibunya Arbani tidak menyukai Rachel.

"Kenal, Tan," jawab Risa. Wanita paruh baya itu kemudian berkata lagi, "Jangan deket-deket dia, dia itu cewek gak baik." Arbani menatap jengah ke arah ibunya. Ibunya itu selalu saja begitu, setiap ada orang yang kenal Rachel pasti disuruh jauh-jauh dari Rachel.

"Mah!" tegur Arbani pada ibunya. Ibunya tak menggubris teguran Arbani, wanita paruh baya itu malah sibuk mengajak Risa ngobrol.

"Kamu beneran pacarnya Bani?" tanya ibu Arbani memastikan. Risa menelan salivanya susah payah, kenapa dia jadi gugup?

"Iya Tan, aku pacarnya Bani," jawab Risa seraya tersenyum kikuk.

"Udah berapa lama pacaran?" Lama-lama Risa merasa menjadi seorang tersangka yang sedang diintrogasi polisi. Arbani yang melihat Risa tak nyaman pun akhirnya membuka suara. "Kita udah pacaran selama 3 bulan, mah," ujar Arbani pada ibunya.

TAKDIR [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang