Duapuluh Tiga

813 78 3
                                    

"Tak tahu seberapa sakitnya fisik ini, yang aku tahu kehilanganmu jauh lebih sakit." —Arka Putra Giovano

****

Bintang berkelap-kelip dimalam yang disinari cahaya bulan. Sepasang mata milik Rachel memandang langit malam yang terus memancarkan keindahannya.

"Lucu ya kalau gue patah hati gini," gumam Rachel seraya terkekeh geli. Tatapan matanya yang sendu sangat mendeskripsikan perasaan hatinya. Rambut yang biasanya ditata rapi terlihat acak-acakan, matanya yang sembab, dan bibirnya yang pucat.

"Kenapa disaat gue mulai bahagia Arbani malah datang? Kenapa?!" jerit Rachel yang terdengar sangat memilukan.

Saat ini Rachel sedang berada di taman. Penampilannya sangat acak-acakan, Rachel belum pulang ke rumahnya, gadis itu masih memakai seragam putih abu-abu. Ditengah dinginnya malam, Rachel mengucapkan segala keluh kesahnya.

"Arka bisa gak sih lo jangan putusin gue?! Gue janji gak akan berurusan lagi sama Bani," ujarnya yang sarat dengan keputusasaan.

"Arka gue sayang sama lo, ngerti gak sih lo?" katanya lirih.

Pandangan Rachel kosong, suaranya yang sarat akan keputusasaan sangat membuat hati Arbani meringis sakit.

Sejak tadi Arbani terus memperhatikan Rachel yang terlihat menyedihkan. Hatinya meringis sakit saat melihat gadis pujaan hatinya menangis. Dada Arbani merasakan sesak yang sangat menyiksa.

****

Sedangkan dikediaman Rachel, orang tuanya sedang dilanda khawatir terhadap putri semata wayangnya yang belum pulang padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.

"Bim, gimana ini Rachel belum pulang?" tanya Rena—ibu Rachel khawatir.

"Aku juga gak tau, Ren. Apa mungkin Rachel sama Arka?" ujar Bima—ayah Rachel.

"Bisa jadi, kamu punya nomor teleponnya gak?"

"Aku punya, pernah minta soalnya sama Rachel," ujar Bima sambil memencet kontak Arka.

***

~HAREUDANG... HAREUDANG... HAREUDANG...~
~PANAS... PANAS... PANAS....~

Arka membuka kelopak matanya kala mendengar ponselnya berbunyi. Arka mengernyitkan dahinya ketika melihat nomor tak dikenal menelponnya, tak pikir panjang Arka segera menggeser tombol hijau di benda sejuta umat itu.

"Halo!"

"Arka, ini Om Bima, papahnya Rachel," ujar Bima cepat. Arka semakin penasaran kenapa papahnya Rachel menelponnya.

"Iya Om, ada apa, ya?" tanya Arka penasaran.

"Rachel ada sama kamu?" Pertanyaan itu semakin membuat Arka bingung.

"Enggak, Om. Emangnya kenapa?" Terdengar helaan napas di seberang sana.

"Rachel belum pulang, Om pikir dia sama kamu." Arka mengerutkan keningnya, bukannya Rachel udah pulang, ya?

"Om serius Rachel belum pulang?" tanya Arka khawatir.

"Iya, kamu emangnya lagi dimana?"

"Saya dirumah sakit, Om. Soalnya saya lagi sakit," jawab Arka cepat.

"Ya sudah, kalau kamu gak tau. Tapi, kalau Rachel ada kabar tolong hubungi Om secepatnya!" titah Papah Rachel pada Arka.

Tut.

Arka mengeratkan genggaman pada ponselnya. Pikirannya berputar pada waktu dirinya memutuskan Rachel. Masih terbayang wajah sendu gadis itu yang menatapnya penuh harap. Arka mengusap wajahnya gusar, Arka khawatir dengan keadaan Rachel saat ini.

TAKDIR [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang