"Lo masak?" tanya Rendi dan dia duduk di kursi meja makan lalu meminum air putih.
Dewa tidak menjawab pertanyaan Rendi, apa Rendi tidak lihat Dewa yang sedang memegang pisau dapur? Itukan sudah jelas-jelas Dewa sedang masak bukan sedang bermain tenis meja.
"Gue lupa julukan lo si es batu waktu SMP" ujar Rendi dan Dewa masih tidak menggubris ucapan Rendi.
"Lo nanti jagain rumah, Dewi ma gue kan sekolah, oh iya jangan ngambil atau nyentuh barang yang ada disini, gue inget sama tata letak barang disini, bahkan gue tau semua barang disini, jadi kalau ilang gue akan langsung nyari lo" ujar Rendi panjang lebar.
Dewa masih tidak menjawab ucapan Rendi tapi dia mendengar semua yang diucapkan oleh Rendi sampai-sampai rasanya telinga Dewa mau lepas dari tempatnya.
Dewi keluar dari kamar dengan seragam sekolahnya.
"Abang berisik sekali dari tadi, kepala Dewi sampai pusing mendengar apa yang diucapkan Abang" ujar Dewi sambil duduk di seberang kursi yang Rendi duduki.
Dewa tersenyum mendengar apa yang di ucapkan Dewi, sepertinya Dewi dan Dewa mempunyai pikiran yang sama.
"Enak aja, gue gak berisik" ujar Rendi tak terima.
"Iya, iya terserah abang saja" jawab Dewi mengalah.
Dewa menyimpan dua porsi nasi goreng diatas meja makan.
"Wahhh, nasi goreng buatan kak Dewa pasti enakkkk, Dewi tidak sabar untuk mencobanya" ujar Dewi antusias.
Dewi merasa senang karena Dewa membuatkan sarapan pagi untuk Dewi, semua ini terasa seperti mimpi.
"Lebay Lo!" ujar Rendi sambil memakan nasi goreng yang dimasak Dewa.
Dewi menatap Rendi kesal, pagi-pagi seperti ini moodnya sudah di rusak oleh Rendi si biang kerok.
"Makan" ujar Dewa yang sedang duduk di samping Dewi.
Dewi terkejut karena Dewa tiba-tiba ada di sampingnya, itu semua membuat Dewi percaya bahwa yang dialaminya ini adalah kenyataan.
"Iya kak, kakak juga makan" ujar Dewi senang dan dia memakan nasi goreng buatan Dewa.
"Wahhhhhh, ini nasi goreng buatan kak Dewa enakkkk sekaliii" ujar Dewi sambil mengangkat kedua ibu jari keaeah Dewa.
"Banyak omong lo makan aja!" titah Rendi.
Dewi menurunkan ibu jarinya dan menatap Rendi yang sedang makan dengan tatapan tajam.
Abang memang menyebalkan batin Dewi kesal.
"Udah udah, makan wi" ujar Dewa dengan lembut.
Dewi menatap Dewa dengan tatapan tak percaya, sekarang Dewa sedang berbicara lembut kepadanya? Tak bisa di percaya ini.
"I---iya kak" jawab Dewi gugup.
Dewi kembali memakan nasi goreng dengan perasaan senang.
"Berasa jadi nyamuk gue" gerutu Rendi kesal.
"Abanggg tidak mirip dengan nyamuk, abang mirip kerbau, hahahaha" ujar Dewi sambil tertawa.
"Lucu lo!" ujar Rendi kesal.
"Terimakasih abang, Dewi memang lucu" ujar Dewi percaya diri.
"Udah ah, gue mo mandi, panas gue!" ujar Rendi sambil bangkit dari kursi.
"Abangggg piringnya di cuci terlebih dahulu!" ujar Dewi.
"Kan ada si Dewa" ujar Rendi sambil menunjuk Dewa yang sibuk memakan-makanannya.
"Abang tidak boleh seperti itu, kak Dewa bukan pembantu, Dewi aduin mamah lo" ujar Dewi membela Dewa.
"Dih aduan lo!" ujar Rendi kesal.
Dewi menjulurkan lidah untuk meledek Rendi yang kesal karena ulahnya.
Rendi pasrah dan langsung mencuci piring bekas dia makan tadi.
"Nih udah gue cuci ya!" ujar Rendi kesal.
Dan Rendi pergi ke kamarnya untuk mandi.
"Dewi sudah selesai makan" ujar Dewi sambil bangkit dari kursi.
"Simpen piringnya, biar gue yang cuci" ujar Dewa.
"Tidak mau kak, Dewi tidak mau membuat kak Dewa mencuci piring bekas makan Dewi" tolak Dewi.
"Udah simpen aja!" ujar Dewa.
"Ya sudah, Dewi ke kamar dulu kak" ujar Dewi pasrah.
Dewi pun pergi ke kamarnya.
Dewa bangkit dari kursi sambil membawa dua piring kosong.
Baru saja Dewa akan mencuci piring bekasnya dan Dewi, tiba-tiba handphonenya berdering menandakan ada telepon masuk.
Dewa mengambil handphone di saku telepon dan menjawab panggilan tersebut dengan ragu-ragu.
"Apa lagi yah?" tanya Dewa datar.
"Pulang sekarang!, Tiket pesawat kamu ke New York sudah ayah siapkan bersama Rachel, kalau kamu tidak pulang, ayah tidak akan menganggap kamu anak lagi!" ujar ayah Dewa.
"Dewa gamau kesana" tolak Dewa.
"Ini semua demi kesembuhan Rachel Dewa, dia tidak mau kesana jika tidak bersama kamu, disana kamu juga bisa melanjutkan pendidikan yang lebih bagus" ayah Dewa bersikeras.
Dewa tidak mempunyai pilihan selain mematuhi ucapan ayahnya, tapi disatu sisi dia tidak ingin meninggalkan Dewi.
"Jam berapa?" tanya Dewa akhirnya.
"Penerbangan kamu jam 10" ujar ayah Dewa merasa senang.
"Nanti Dewa pulang" ujar Dewi.
"Kamu harus datang ke airport langsung, barang-barang kamu dan tiket akan langsung di bawa ke airport" ujar ayah Dewa.
"Iya, Dewa tutup" ujar Dewa dan Dewa menutup panggilan teleponannya.
Dewa menyimpan kembali handphone ke dalam saku celananya.
"Kak Dewa sudah selesai mencuci?" tanya Dewi tiba-tiba datang entah dari mana.
Dewa kembali mencuci piring tersebut, dia tidak ingin Dewi melihat wajah sedihnya ini.
"Dewi berangkat sekarang?" tanya Rendi yang sudah siap dengan seragam sekolahnya.
Jam sekarang telah menunjukkan pukul 7 pagi.
"Iya ayo abang" ujar Dewi semangat.
Dewa telah menyelesaikan mencuci semua piringnya.
"Gue pulang hari ini" ujar Dewa.
Dewi cukup terkejut mendengar ucapan Dewa, khayalan Dewi pupus sudah, padahal dia sudah berkhayal pulang sekolah di buatkan makan siang oleh Dewa.
"Bagus lah" ujar Rendi.
"Ayo kak, kita antar kakak pulang" ujar Dewi.
"Ga ga ga, apa-apaan, beda arah Dewi, lagian kita naek motor, masa mau tuti" tolak Rendi (tuti: tumpuk tiga)
"Abang memang pelit" ujar Dewi kesal.
"Gue bisa pulang sendiri" ujar Dewa.
"Oh yasudah" ujar Dewi kecewa.
Mereka bertiga keluar dari rumah bersama-sama, saat sudah di luar rumah Dewa berjalan pergi terlebih dahulu dan menaiki taxi.
"Abang, kenapa kak Dewa tiba-tiba pulang?" tanya Dewi heran.
"Ya disuruh balik kali" jawab Rendi sambil memanaskan motornya.
"Iya, tapi dari raut wajah kak Dewa sepertinya dia tidak ingin pulang ke rumah" tebak Dewi.
"Lo kek dukun tau, bisa nebak orang lewat mukanya" ujar Rendi sambil tertawa.
Update hari iniii, yey akhirnya aku ada waktuuu untuk update ini ceritaaaaa.
Stay reading guys 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewi & Dewa (COMPLETED)
Teen FictionHidup seorang Dewa yang selalu dingin, sunyi, sendiri, kesepian, kini berubah saat dia bertemu dengan Dewi, perempuan periang, ceria, yang selalu mengatakan apa yang memang ingin dia katakan. Hidup Dewa kini berwarna, dengan kehadiran Dewi yang sela...