BAB 7

13 4 1
                                    

Happy Reading:)
.
.
.

"Kemana sih?!" Remima berdecak kesal sejak tadi. Saat pulang sekolah dia baru menyadari barang berharga sudah tidak ada ditempat. Sudah dicari sekeliling kamar bahkan kamar bercat abu-abu itu sudah tidak terbentuk.

Remima mengacak-acak rambutnya kesal. "Plis ... jangan ilang," ucap Remima lirih. Remima mengetuk dahinya dengan kepalan tangan. "Ayo inget!" paksa Remima. Remima membanting seluruh buku yang tertata di atas meja belajarnya.

Brak!

Remima membanting pintu kamarnya kecang.

"Berisik woi!" teriak Rama.

Remima meneguk air sambil berfikir di mana barangnya hilang. Itu berarti banget bagi Remima, kalo ilang bisa nangis 7 hari 7 malam.

Remima menendang kaki Rama yang asik bermain game di handphonenya. "Liat gelang gue ga?"

Rama berdecak. "Gatau."

Ting nong!

"Buka pintu, Bang!" perintah Remima.

"Lo aja sana," jawab Rama acuh.

Remima melempar bantal sofa tepat mengenai sasaran wajah Rama.

"Ga sopan," ucap Rama kesal.

Remima menaikan alisnya dengan dahi berkerut saat melihat siapa yang datang.

“ Re.. Re.. Remima? “

"Ngapain?" tanya Remima acuh dengan bersandar pada pintu dan melipat kedua tangannya di dada.

Tommy mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. "Cuma balikin ini."

Tanpa pikir panjang Remima langsung menyambar gelang itu. "Thanks."

"Go food bukan, De?!" teriak Rama sambil berjalan ke arah Remima. Rama menatap Tommy serius. "Siapa De?"

"Calon laki gue," jawab Remima ngelantur.

"Mana mungkin? Gue liat dia anak baik-baik," ucap Rama.

Remima memutar bola matanya malas. "Balik gih!" usir Remima pada Tommy.

"Ga sopan! Kasih minum dulu," protes  Rama.

"Kalian ngapain ngumpul di depan pintu?" tanya Mamih.

Remima dan Rama menatap Mamihnya yang baru turun dari kamar.

"Remi ga sopan nih, Mih. Masa ada tamu diusur," adu Rama. Sedangkan, Remima yang di adu hanya fokus menatap Tommy yang masih ada di luar walau Tommy terlihat risih.

"Mana tamunya?"

"Tuh." tunjuk Rama menggunakan dagu.

Mamihnya langsung mendorong Rama agar tidak menghalangi jalan. "Mani kasep pisan ey," ucap Mamih dengan logat sunda. Mamih langsung menarik tangan Tommy memasuki Rumah.

Remima berdecak kesal. "Kok dibawa masuk sih! Orang udah mau pulang," protes Remima.

"Kasih minum dulu sapa tau haus," ucap Mamih.

Remima hanya mengikuti langkah Mamih dari belakang.

"Pacar atau gebetan, Rim?" tanya Rama.

Remima mendelik. "Ga dua-duanya," jawab Remima.

"Tadi lo bilang calon laki," ucap Rama bingung.

"Candaan doang itu mah."

"Kamu tunggu di sini. Tante buatin minum dulu," ucap Mamih dan langsung meninggalkan Tommy di ruang keluarga woi bukan ruang tamu lagi.

Baru saja Remima dan Rama duduk di sofa yang bersebrangan dengan Tommy, lagi-lagi suara bel bunyi.

"Buka gih Bang!" suruh Remima.

"Lo aja lah. Nanggung nih gue nya," ucap Rama dengan tatapan fokus kembali ke handphone.

Remima menginjak kencang kaki Rama.

"Sakit tolol!"

"Bego!"

Remima menatap tamu yang tidak diudang dengan senyum lebar dihadapannya.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Remima galak.

"Mau ketemu calon mertua," jawab Denis dan langsung masuk tanpa diperintah.

"Ketos ngapain di sini?" tanya Denis kepo.

"Kepo amat," timpal Remima.

"Pacar lo yang mana sih, Rim?" celetuk Rama.

"Dua-duanya boleh. Iya ga Tom?" tanya Remima sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Tommy. Melihat Tommy yang salting Remima rasanya ingin ketawa sepuas-puasnya.

"Kamu ga bisa gitu dong sayang," protes Denis.

Remima melotot. "Kita belum resmi jadi gausah sayang-sayangan," ucap Remima.

"Sebanyak apapun gebetan atau pacar kalo belum move on ya percuma," celetuk Rama.

"Gausah buka kartu."

Sudah 15 menit Tommy bertamu yang hampir pusing melihat perubahan sifat dan sikap Remima saat di rumah dan di sekolah.

Tommy menatap Remima yang sejak tadi ribut dengan Denis, sedangkan Tommy sesekali ngobrol dengan Rama. Tommy menatap jam tangan yang terpasang pas di pergelangan tangannya. "Ehm ... Saya mau pamit tan," ucap Tommy sopan.

"Loh, cepet banget," ucap Mamih.

"Saya ada keperluan lain tan," alibi Tommy.

"Oh, yaudah hati-hati. "

Tommy menyalimi Mamih Remima. "Salam sama om, tan. "

"Carmuk," celetuk Denis.

"Ga boleh gitu Denis. Iya, nanti tante salamin," ucap Mamih dengan tersenyum ramah. "Remima anter Tommy."

"Bang, gue balik dulu," pamit Tommy.

"Kapan-kapan main lagi," ucap Rama.

"Gausah," sela Remima cepat.

***

"Lo tau rumah gue?" tanya Remima ketika sudah di halaman.

"Dari Alvian."

Remima melangkah maju mendekati Tommy. "Gue suka sama lo." Untuk yang kedua kalinya Remima mengatakan kalimat yang sama pada Tommy dengan hari yang sama.

Tommy memundurkan langkahnya. "Shh... aw" ringis Tommy saat Remima menekan lukanya.

Remima terkekeh. "Suruh siapa mundur?" Remima kembali menekan luka Tommy hingga meringis. "Kenapa? Mau gue obatin?" tawar Remima dengan khawatir.

"Udah gue obatin," jawab Tommy.

"Obatin macem apa?" Remima kembali menekan luka Tommy semakin kencang.

"Sakit Woi!" Tommy menyentakan tangan Remima.

"Pulang!" perintah Remima dengan dingin.

Tommy langsung menaiki motornya. "Gue ga suka liat lo pake seragam kaya gitu," ucap Tommy sambil melirik seragam yang masih merekat di tubuh Remima dan segera pergi.

Remima menatap kepergian Tommy. "Tapi gue suka," gumam Remima.

***

Jangan lupa vote dan komentarnya, ya!

Remima [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang