HAPPY READING!
Setelah selesai makan malam dan berbincang sebentar dengan teman-temannya Remima segera mengantarkan Tommy ke kamarnya.
Ceklek
Remima membuka pintu dan mempersilakan Tommy lebih dulu masuk diikuti Remima di belakangnya. Remima tidak menutup pintunya rapat takut pada mikir seribu macam. Harum parfum Tommy menusuk lubang hidung Remima.
Remima duduk di sebelah tempat tidur Tommy, sedangkan Tommy sudah merebahkan tubuhnya dengan selimut sampai perutnya.
"Bang Rama ga nyariin lo?" tanya Tommy.
"Nanti gue telfon. Sekarang lo istirahat."
"Gue ga ngantuk."
Remima mengangguk kepalanya mengerti. "Yaudah gausah tidur."
Ting
Handphone Remima berbunyi petanda ada pesan masuk. Remima menyambar handphonenya yang sempat diletakkan di nakas dekat tempat tidur Tommy. Setelah melihat siapa pengirimnya Remima kembali menaruh ke tempat semula tanpa ada niat membalas dan kembali fokus pada Tommy.
"Siapa?"
"Operator ga jelas," jawab Remima seadanya.
Hening.
"Lo kangen Ratih ga?" tanya Remima tiba-tiba. Remima sudah tahu jawabannya tapi mendenger dari mulut Tommy dihadapannya lebih baik.
Tommy mengerutkan dahinya. "Kenapa nanya gitu?"
"Pengen aja."
"Gatau. Gue udah berusaha lupain Ratih demi lo."
"Apa lo juga bakal lupain gue demi oranglain kalo gue pergi?" tanya Remima dengan menatap Tommy dalam.
"Lo mau pergi? Kalo misalnya gue yang pergi?"
Remima meraih tangan kiri Tommy dan mengusap lembut. "Lo ga boleh pergi, Tom! Dalam kondisi apapun. Mungkin gue terlihat egois, tapi gue bakal lepasin lo kalo emang udah waktunya," ucap Remima dengan suara melembut dan senyum tipis yang tidak hilang.
"Lo kenapa Rem?" tanya Tommy bingung.
"Gapapa. Cuma mau ngasih wasiat," ucap Remima pecanda.
Tommy menghela nafas. "Gue kira serius."
"Lo mau beneran gue mati?" tanya Remima galak.
"Ga gitu."
"Terus apa?"
"Ucapan lo tadi dalem banget."
Remima terkekeh. "Nanti kalo di Razarda ada lomba puisi masukin nama gue kalo gitu," ucap Remima. "Yaudah sekarang tidur," suruh Remima.
Tommy mengangguk dan memejamkan matanya.
Remima segera beranjak dan menyambar handphonenya segera keluar dari kamar Tommy. Berjalan ke dapur karena terlihat sepi. Mungkin yang lainnya sudah tidur karena cape.
Remima langsung menghubungi seseorang yang sejak tadi hinggal di kepalanya.
"Mau lo apa?!" tanya Remima to the point saat telfonnya di terima.
"Lo tau mau gue, Rem."
"Tapi gue ga nyangka lo bakal nekat, Lex."
"Gue ga pernah main-main."
"Gue mau kita ketemu sekarang di depan minimarket deket komplek rumah Tommy."
"Rem."
Remima membalikan tubuhnya yang menegang. Segera memutuskan telfonnya sepihak. "Lo belum tidur?"
Alvian menuangkan air ke dalam gelas. "Aus Rem." Setelah meminumnya Alvian kembali menatap Remima serius. "Lo masih berhubungan sama Alex?"
"Ga terlalu."
"Mending lo jauhin dia daripada lo kenapa-napa lagi," saran Alvian.
Remima hanya tersenyum tipis.
Alvian menepuk bahu Remima. "Gue mau lanjut tidur."
Remima mengangguk dan menatap punggung Alvian yang semakin menjauh dan menghilang saat memasuki kamar.
****
Minuman kaleng bersoda itu tidak lepas dari tatapan tajam. Terus menggoyangkan isi minuman yang tinggal sedikit.
Krek.
Kursi dihadapan Remima ditarik oleh tangan kekar milik seseorang. Menatap sosok tegap dihadapannya yang memakai topi hitam dan masker dengan warna yang sama.
Remima segera meneguk minumannya.
"Apa lo udah berubah pikiran?"
Remima memijat pelipisnya yang tiba-tiba nyeri. "Shh..., " ringis Remima.
"Lo ga minum alkohol, 'kan?" tanya Alex khawatir.
"Ga." Remima memejamkan matanya berusaha menghilangkan rasa sakit kepalanya. "Kenapa lo lakuin ini, Lex?" lirih Remima. "Lo mau gue ngerasain apa yang lo dan Tommy rasain? Lo cuma terobsesi sama Ratih, lo ga pernah cinta!"
Alex yang tadinya santai kini mulai geram. "Gue benci karena Tommy selalu ngambil posisi gue—"
"Tepat," ucap Remima memotong ucapan Alex. Matanya yang awal terpejam kini terbuka dan menatap Alex rendah. "Lo itu terobsesi sama Ratih dan iri sama Tommy!"
Tangan Alex terkepal kuat. "Sialan!" maki Alex.
"Lo pengen gue karena gue mirip Ratih? Gimana kalo gue mati dengan cara yang sama kaya Ratih?"
Jantung Alex langsung berdegup cepat. Alex langsung beranjak dari duduknya dan bersipuh tepat di kaki Remima. "Plis lo jangan lakuin itu. Gue–gue ga mau kehilangan seseorang yang gue sayang untuk kedua kalinya. Gue tau cara gue salah, tapi yang ada dipikiran gue cuma itu."
Remima terenyuh saat tiba-tiba Alex menangis tepat dihadapannya. Tak ada lagi sifat yang selama ini Alex perlihatkan kini Alex dihadapannya berbeda. "Berdiri Lex," suruh Remima.
Alex berdiri dan tanpa aba-aba meneluk tubuh Remima erat seperti tidak ingin kehilangan. "Gue tau lo bukan Ratih, Rem. Gue sayang sama lo sebagai sosok Remima bukan Ratih. Gue nyesel udah nyakitin lo maka dari itu gue mau milikin lo sepenuhnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Remima [END]
Teen FictionRemima Fiyeena memang terkenal dengan sosok badgirl di SMA Razarda. Semuanya mengenal Remima dengan tingkah jahil dan topik paling utama jika para guru sedang bergibah. Remima, sosok gadis yang terjerat cinta masalalu harus dipertemukan dengan keto...