Part 28

6 0 0
                                    

HAPPY READING!

pagi harinya rumah Tommy sudah receh dengan lawakan receh dan sifat malu-malu dari pasangan baru. Hubungan Emely dan Alvian sudah terang kalo mereka pacaran.

"Sini makan dulu," teriak tante Renata.

Semuanya yang berada di ruang keluarga dengan semangat berlari ke arah meja makan.

Remima dan Emely yang berada paling belakang hanya tertawa.

"Semalem lo kemana, Rem?" tanya Emely pasalnya Remima dan Emely seharusnya tidur sekamar.

"Ga kemana-mana."

"Lo tidur di mana?"

"Di ruang tamu. Ketiduran semalem," jawab Remima.

"Oh," ucap Emely mengangguk kepala meski ada yang aneh.

Semuanya telah duduk di masing-masing tempat.

"Intinya ga ada sesi suap-suapan!" ucap Andy memperingati.

Remima tertawa. "Iya, gue kasian sama lo. Jomblonya sampe ke bawa tidur," ucap Remima.

"Maksudnya gimana Rem?" tanya Emely bingung.

"Tanya aja sama orangnya."

"Gausah buka aib lo!"

"Sans kali," sewot Remima. "Makan Tom," ucap Remima saat Tommy hanya menatap makanan dihadapannya dengan malas.

"Ga napsu gue," jawab Tommy. Tommy langsung memusat perhatiannya ke Remima. "Rem, masakin gue apa gitu. Gue mau makan kalo lo yang masak."

Remima cengo mendengar permintaan Tommy. Apa Tommy sedang mengerjainya?

"Tom, gausah ngeledek gitu lah," ucap Remima malas.

"Remima mana bisa masak," ledek Andy.

Remima menatap Andy malas. "Gausah ngeledek lo!"

"Emang nyata, 'kan? Emely aja bisa masak masa lo ga?"

Remima menjatuhkan sedok dan garpunya. Rasa laparnya menghilang seketika. Kalo Andy berniat balas dendam tentang aibnya yang hampir terbuka tetapi ini keterlaluan.

"Andy," tegur Emely.

Drrrtt

Bang Rama is calling.

"Halo bang."

"Pulang sekarang!"

Tut

Remima menatap layar handphonenya. Tidak biasanya Rama berbicara dingin kepada Remima. Pasti ada sesuatu. Remima segera beranjak dari duduknya.

"Gue harus balik," ucap Remima.

"Lo marah gara-gara ucapan gue, Rem?" tanya Andy.

"Gak."

"Biar gue anter," ucap Tommy.

"Ga perlu, lo masih harus istirahat."

"Tapi, sama Alvian aja."

Alvian sudah berdiri untuk mengambil kunci mobil.

"Ga perlu! Bilang ke tante Renata gue pamit," ucap Remima dan segera langsung berlari keluar.

****

Remima berlari keluar taxi setelah membayarnya. Sikap Rama yang tiba-tiba berubah membuat Remima tidak tenang.

Brak

Remima membuka pintu dengan tergesa-gesa dan berlari kembali menuju ruang tamu. Sudah dipastikan kakaknya di sana.

"Bang," panggil Remima ketika melihat sosok tegap berdiri di hadapannya.

Rama tidak menyauti panggilan Remima dan lebih memilih duduk.

Tatapan Remima bertemu dengan tatapan tegas yang memancarkan amarah. Devan–papihnya yang sering kali menghilang sejak dulu kini berdiri tegap tidak begitu jauh dari hadapan Remima.

Devan berjalan mendekati anak gadisnya yang selama ini tidak pernah dia lihat.

Plak

Rasa perih menjalar di pipinya. Untuk yang kedua kali Papihnya menghancurkan diri Remima. Jika hati Remima sudah hancur karena kecewa pada papih beberapa tahun lalu, apakah kini dirinya yang harus hancur? Matanya memanas merasakan bulir-bulir air yang siap meluncur jika Remima berkedip.

"Dasar anak sialan!" Devan mencekal kedua bahu Remima kencang sambil mengguncang beberapa kali.

Remima diam. Menatap Mamihnya yang tengah menatap ke padanya dengan tatapan kecewa. Rama yang diam tidak bertindak sedikit pun.

"Seharusnya kamu saya biarkan mati waktu bayi! Nyesel saya ngehamburin uang demi nyelamati anak kayak kamu! Kamu ga pernah buat saya bangga, yang ada kamu terus nyusahin!"

Tak ada air mata yang menetes sedikit pun. Remima ingin menangis tapi dia tahan sebisa mungkin. "Bunuh Rem sekarang!" ucap Remima sambil mendongak menatap Papihnya.

Mamih dan Rama berdiri dan menatap Remima tak percaya.

"Sejak kapan kamu pakai ini, Rem?" tanya Rama dengan menunjukkan bungkus obat.

"Mamih kecewa sama kamu, Rem."

Remima menghentakkan lengan Papihnya. Menatap seluruh keluarganya yang menatap Remima penuh kecewa.

Remima tertawa pongah. "Kalian kecewa ? Remima juga. Remima kecewa sama diri Remima yang selalu nyusahin orang lain. Dan buat obat itu, obat itu yang selalu tenangin Remima saat ingat masa-masa kelam."

Remima menarik napasnya. "Papih nyesel punya anak kaya aku? Boleh aku bilang, aku juga nyesel punya orangtua kayak Papih. Papih orang pertama yang dari dulu ngancurin impian aku tentang artinya keluarga. Papih yang buat aku selalu ngerasa sendiri! PAPIH GA PERNAH NGERTI AKU! BAHKAN BANG RAMA DAN MAMI!" teriak Remima diakhir kalimat.

remima segera menyambar kunci mobil milik Rama yang tergeletak di meja. Berlari keluar menghiraukan teriakan orang rumah.

Ini kisah Remima Fiyeena sebenarnya. Kisah sosok gadis yang pernah meminta tuhan untuk memberikan kehidupan di dunia.

Remima memacu mobil Rama tak tentu arah. Pikirannya kosong memikirkan semuanya.

Remima [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang