Part 15

8 1 0
                                    

Happy Reading:)

Gerbang menjulang tinggi bercat hitam memunculkan gedung sekolah yang luas, SMA Razarda. Kondisi sekolah yang masih sepi karena Remima datang pagi.

Langkahnya memasuki gerbang dan terpampanglah langsung seluruh pelosok. Sekolah yang beberapa hari ini Remima tinggalkan karena kejadian sial. Seluruh murid yang biasanya datang pagi langsung memusat kearah Remima yang jalan sedikit susah karena memakai kruk.

Remima tak henti-hentinya mengumpat saat jalannya sulit dan lambat biasanya Remima bangun siang, terlambat, dan berakhir dikejar guru. "Pengen banget gue lari," gerutu Remima.

Tin

"Sial!" umpat Remima saat klakson motor itu mengagetkannya. Kakinya berjalan minggir agar tidak di tengah.

"Udah masuk aja Rem?"

Remima menoleh. "Lo bikin kaget anjir."

"Niatnya nyapa tadi," ucap Alvian si pemilik motor yang tadi mengagetkannya. Tatapan Alvian jatuh ke kruk. "Pantes lambat."

"Bacot!"

"Lo tunggu sini! Gue mau keparkiran dulu," ucap Alvian langsung tancap gas tanpa membiarkan Remima bertanya.

Remima menatap ke sekeliling. "Gue nunggu atau ga?" pikirnya. "Halah paling juga dia ngerjain gue," ucap Remima dan melanjutkan kembali jalannya.

"Gue bilang 'kan tunggu, susah banget."

Remima menggerutu. "Mau apasih?"

"Mau bantu lo jalan lah, kasian gue liatnya."

Alvian tiba-tiba berjongkok di depan Remima. "Lo nemu duit Yan?" tanya Remima.

Alvian berdecak kesal. Ternyata cewe seperti Remima lola, ga peka, ga bisa diajak romantis intinya mah ga sesuai gelar dibalik namanya. "Cepet naik! Gue mau ke kelas mau nyontek jangan kebanyakan bengong."

"Jadi lo dateng pagi gara-gara belum ngerjain PR?"

"Iya. Cepet nai ke punggung gue biar lo ga lambat," tekan Alvian di akhir kata.

Remima tersenyum manis. Tak menyangka cowo sereceh Alvian bisa seromantis ini, tau gini dulu gebet Alvian daripada Tommy–si manusia gagu yang kalo mengeluarkan kata-kata isyarat. Remima menggeleng saat pikirannya mulai ngawur. Hubungannya Remima dengan Tommy saja masih tak jelas.

"Rem cepet! Kaki gue kesemutan nih," ucap Alvian kesal.

"Sabar, gue naik hati-hati."

****

Kondisi koridor mulai ramai. Murid-murid sudah berseliweran di mana-mana.

"Thanks Yan," ucap Remima ketika di turunkan perlahan dari punggungnya.

Alvian menggerakan tubuhnya  merentangkan otot-otot tubuhnya. "Lo berat juga."

"Intinya mah makasih gausah banyak bacot."

"Yaudah gue balik ke kelas."

Remima mengangguk.

Alvian melangkah sedikit menjauh dari kelas Remima.

"Alvian!" teriak Remima.

Alvian membalikan tubuhnya menatap Remima yang masih berdiri du depan kelas. "Istirahat gue tunggu di taman," ucap Remima.

****

Jengah. Satu kata itu berhasil mengartikan pandangan Remima pada guru yang sedang menjelaskan materi.

"Bosen gue, Mi."

Miyyami yang sedang menggambar asbrak di belakang bukunya menoleh dan menghembuskan nafas. "Gue juga sama, tapi mau ngajak bolos siapa? Lo lagi sakit."

Remima [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang