Part 24

5 0 0
                                    

HAPPY READING!
.
.
.

Remima menuju rumah Alvian. Di temani bang Rama. Saat sampai depan gerbang rumah Alvian, Remima langsung berlari meninggalkan Rama yang masih harus memarkirkan mobil.

" Gu ... Y ... Ss hiks hiks hiks ... Ada yang liat Tommy nggak? " Tanya Remima dengan nafas terputus dan air mata yang meleleh.

"Kayaknya Andy sama Alvian lagi nyari Tommy," tebak Rama saat baru saja masuk.

Remima memilih duduk di sofa diikut Rama yang terus mendekap tubuh Remima. Rama tidak menyangka bahwa hilangnya Tommy buat Remima sehisteris ini.

"Tommy pasti baik-baik aja de," ucap Rama berusaha menguatkan Remima.

Remima menggeleng tak percaya sebelum ada buktinya, tapi itu yang Remima harapkan. Tommy dalam keadaan baik-baik saja. "Kalo Tommy kenapa-napa lagi gara-gara gue gimana, bang? Kalo Tommy ninggalin gue kayak Daffa gimana, bang? Gue capek ditinggal terus! Salah gue apa sampe semua orang yang gue sayang ninggalin gue dan tersakiti karna gue?!"

Semua yang Remima rasakan sedikit demi sedikit terlontarkan. Rama merasa sesak. Rama pikir Remima melupakan dan sudah menerima masalah Papihnya, ternyata salah! Remima bahkan lebih tersakiti. Kebahagiaan yang dia umbarkan hanya sebuah angin lalu.

"Lo tenangin diri lo, dek. Semuanya bakalan baik-baik aja kalo positif thinking," ucap Rama berusaha tenang. Rama mengusap bulir air yang belum sempat terjatuh.

Perlahan isakannya mulai mereda. Remima menegakkan tubuhnya dan mengusap jejak-jejak tangisannya.

****

Andy dan Alvian sudah berkumpul kembali di rumah Alvian. Mereka berdua sudah ke rumah Tommy dan sekolah pun hasilnya nihil.

"Kalian berdua udah ke tempat tongkrongan Tommy?" tanya bang Rama.

"Tommy ga pernah nongkrong bang. Kita kalo main paling di rumah Tommy, Alvian, atau gue jarang nongkrong," jelas Andy.

"Terakhir lo ketemu Tommy kapan, Rem?" tanya Alvian yang sejak tadi diam.

"Semalam," jawab Remima dengan suara lemah.

Sedangkan  Emely sedang bingung sekaligus khawatir, dia bingung harus menghubungi siapa.

" Eh gue inget, Alvian tu sahabat Tommy kan? "

Emely sedang mencari-cari ide. Dia menunggu di depan kamar tempat Tommy di rawat. Dia menuju kantin, dan mondar-mandir seperti orang aneh. Dia bingung sangat baik bingung. Kemudian dia teringat sesuatu.

Drrtt

Getaran handphone Alvian membuat seluruh orang yang berada di ruang tamu tersadar dan menatap Alvian. Alvian yang sadar pun langsung merogoh kantong celananya.

Emely is calling

Alvian mengerutkan dahinya. Memang Alvian saling bertukar nomor dengan Emely tapi Alvian tidak pernah menghubungi Emelny karena Alvian tahu Emely menyukai Tommy. Alvian segera menerima telpon dari Emely.

"Hallo Yan? " Tanyanya pada Alvian.

" Iya mel? "

"Yan maaf ya, gue belom bisa datang ke pesta lo!"

"Tapi kenapa?"

" Gue lagi sama Tommy. Dia tadi dihajar sama 3 orang, dia terluka parah pada bagian kepala. "

" Apa?!" teriak Alvian.

Remima, bang Rama, dan Andy menatap kearah Alvian.

"Kenapa?" tanya Remima.

"Tommy kecelakaan," jawab Alvian.

Remima langsung berdiri dan merebut handphone Alvian.

" Seriusan lo? Lo nggak lagi bohong kan? Kalo lo bohong gue nggak bakalan maafin elo!" Ancam Remima.

" Ya nggaklah! Ngapain gue bohong masalah beginian! " Ucap Emely serius.

" Yaudah sekarang lo dimana mel? "  Tanya Alvian.

" Di RSUD " ucap Emely.

Remima langsung menutup telpon Emly dan mengembalikan handphone Alvian.

"Yan, lo disini aja, pesta lo bahkan baru mulai!" Ucap Remima. "Nanti sesudah selesai acaranya lo bisa nyusul kami! " usul Remima.

Remima dan bang Rama menuju rumah sakit. Pikiran Remima sudah tak tenang, ditambah lagi Emely menyukai Tommy. Dia khawatir pada kondisi Tommy juga pada hubungannya dengan Tommy.

"Bang, cepetan dong! " Perintah Remima dengan nada tinggi kepada bang rama.

" Sabar dek, lo ga liat apa tuh masih agak macet jalanannya, kalo mau ngebut kita bisa celaka! Lo mau masuk liang lahat sebelum waktunya?" tanya bang Rama.

"Bang, jangan nyumpahin gue deh bang! Kondisinya lagi gak tepat! " Ucap Remima menjelaskan bahwa dia tak ingin di ceramahin oleh kakaknya itu.

" Makanya diem! " Tegas bang Rama.

"O ... Ooke" Ucap Remima mengalah.

Remima mulai menatap jengah runtutan kendaraan yang memanjang. Jantungnya terus berdebar hebat. Rasa gelisahnya tak tertahan.

Remima sedikit bernapas lega saat kendaraan sedikit demi sedikit berjalan. Hampir lima belas menit menempus kemacetan tadi, akhirnya sampai pada rumah sakit yang dituju. Remima lagi-lagi berlari dan meninggalkan Rama yang masih di parkiran.

Setelah tadi bertanya pada suster, Remima langsung menjelajahi setiap koridor menatap nama ruangan. Sedikit senyumnya terangkat saat ruangan Tommy berada dihadapannya.

Ceklek.

"Ratih? Gue pengen ketemu lo" Ucap Tommy lirih.

Remima yang tadinya berniat langsung menghambur memeluk Tommy kini hanya bisa menegang. Kenyataan memang lebih pahit. Perlahan Remima menutup kembali pintu dan duduk di kursi di depan ruangan Tommy.

Remima tau Tommy belun sadar saat mengucapkan kalimat itu. Tapi, orang yang tidak sadarkan diri biasanya mengatakan hal sejujurnya bukan?

Harus Remima memaklumi Tommy. Jika Tommy masih mencintai Ratih itu adalah hal wajar seperti dirinya terhadap Daffa. Tapi, kenapa rasa sesak sekali?

Remima membekap mulutnya agar tidak mengeluarkan isakan dan membuat orang yang lewat gaduh. Tangisnya lagi-lagi muncul. Rasa yang sama, seperti ditinggalkan untuk kedua kalinya. Remima menegakkan kepalanya, mengusap air matanya, dan merapihkan penampilannya.

Tommy sedang terluka dan Remima akan menerima hal kedepannya yang akan terjadi, bahkan itu soal hubungan mereka.

TBC

Jangan lupa vote dan komentarnya, ya!

Remima [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang