27 | Wanita Pertama

1.7K 142 0
                                    

Setelah pekerjaanku selesai di rumah sakit, aku langsung pulang ke rumah karena Mama terus menelepon. Di kamar Mama lah sekarang aku berada. Tatapannya seakan ingin menerkamku dan memakannya hidup-hidup, kejadian tadi siang mungkin membuat Mama naik darah.

"Yasmin, tinggalkan pria itu!" tegas Mama.

"Mama kenapa sih? Saat pertama ketemu dia Mama dukung aku. Sekarang? Mama suruh aku jauhi dia," balasku pelan.

"Nggak mungkin kamu nggak tahu alasannya, Yasmin! Berhenti dari sekarang sebelum kamu terluka nantinya!" bentak Mama sebelum akhirnya meninggalkanku.

Aku hanya bisa menghembuskan nafas, saat ini Mama mungkin akan merahasiakannya dari Papa. Aku penasaran reaksi Papa saat tahu aku dekat dengan seorang nakhoda.

Semakin hari semakin jelas bagaimana aku menyukainya, menaruh perasaan padanya. Dia selalu menghantuiku setiap saat bahkan melalui mimpi.

Aku tidak akan pernah tahu akhir dari semua ini. Apakah aku harus menjauhinya mulai saat ini? Sebelum akhirnya aku jatuh cinta padanya terlalu dalam. Langkahku pelan menuju kamarku, menatap sejenak foto di belakang pintu.

"Kenapa kamu harus menjadi kapten kapal?" gumamku menatap foto itu sendu.

Perasaanku semakin kalut karenanya, aku melepas foto itu dan menyimpannya dalam laci meja kerja. Saatnya aku fokus untuk kegiatan besok.

"Fokus Yasmin!" semangatku sendiri.

****

Sekitar pukul sembilan pagi aku sudah siap dengan pakaian khas dokter. Kegiatan akan dimulai pukul 10 pagi, aku akan mampir ke rumah sakit melihat keadaan Abel disana. Mama dan Papa sudah berangkat kerja dua jam lalu. Sekarang aku sendirian berada di rumah, sarapan pagi pun tidak ada perbincangan. Mama menatapku sinis bahkan tidak berbicara sedikit pun. Papa sempat heran dengan sikap kami berdua.

Aku mengira Mama akan memberitahu Papa soal kedekatanku dengan seorang pria yang profesinya nakhoda. Jika hal itu terjadi mungkin saja Papa akan menemui pria itu secara pribadi dan melarangnya berdekatan denganku.

Beberapa dokumen penting aku masukkan dalam tas, kejadian kemarin masih membekas dalam benakku bahkan tidak mau bergeser sedikit pun. Sampainya di rumah sakit aku menemui Pak Rian terlebih dahulu, membahas sedikit masalah.

"Sarah!!" sapaku sedikit girang padanya. Saat kita bertemu di lorong.

Sarah melirikku sejenak tanpa menyapaku kembali, dia berjalan lurus tanpa senyuman. Apakah aku melakukan kesalahan? Sehingga membuat Sarah begitu sinis kepadaku hari ini?

"Sarah!" panggilku kembali. Sarah tidak menoleh sedikit pun. Saat ini aku tidak ada waktu untuk mengejar Sarah, aku berbalik menuju ruangan Abel untuk melihat kondisinya.

"Bagaimana Kak Kiki? Abel sudah membaik?" tanyaku pelan. "Alhamdulillah sudah, beberapa hari lagi dia akan pulang tenang aja," kata perawat itu. Melihat Abel tengah asik bermain boneka yang diberikan Arzanka saat itu aku hanya bisa tersenyum.

Melihat keadaan Abel yang baik-baik saja aku memutuskan untuk mulai melakukan perjalanan ke sebuah rumah sakit yang cukup jauh untuk melakukan pertemuan.

Jalanan cukup sepi karena hari biasa, menikmati perjalanan sendirian. Saat ini aku cukup bingung dengan sikap Sarah pagi tadi, apakah aku melakukan kesalahan padanya? Tanpa pikir panjang aku meraih ponsel mencoba menghubungi Sarah.

Wanita itu tidak menjawab, mungkin saja dia sedang sibuk. Padahal kemarin dia bersikap baik-baik saja, apa ini ada hubungannya dengan Bisma? Atau Arzanka? Atau Abel? Membuat kepalaku semakin pusing saja.

My Handsome Captain | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang